Nomor 24 Reka Ulang

135 130 2
                                    

Rama bergeming. Suasana jadi hening. Otak Rama kembali mencoba mencerna apa yang baru saja Lanita lontarkan padanya. Terdengar helaan napas keluar dari ketiga orang di belakangnya.

Lanita yang sudah duduk sambil bersandar masih menatap Rama heran. "Kamu siapa?"

"Lanita," panggil Rama dengan wajah nyaris pucat pasi.

"Kamu ... teman-teman mereka juga?" lirik Lanita pada ketiga lelaki sebelumnya.

"Dia Rama. Serius lo nggak kenal?" Syahdan melebarkan mata, ia sampai nyaris lupa bernapas.

"Nggak." Lanita menjawab polos. Seketika saja Rama makin tak bisa berdiri tegap.

Syahdan langsung membantu Rama berdiri. "Ram, lo nggak papa?"

"Kasih tahu gue ada apa sebenarnya." Sorot mata Rama memancar tajam, ia butuh penjelasan atas ini semua. Terutama Syahdan yang merupakan sosok pertama yang memberitahu bahwa Lanita telah sadar. Pasti dokter telah menjelaskan keadaan Lanita saat ini.

Tora dan Sandi hanya bisa menghela napas panjang.

"Kalian ... siapa?" Lanita bertanya, lagi. "Kenapa aku di rumah sakit?

Rama melepaskan pegangan Syahdan, ia kembali berjalan mendekati Lanita dan memegang pundaknya, sorot Rama benar-benar menembus mata Lanita turun ke hati. "Lanita. Ini gue, Rama."

"Siapa?"

Helaan napas Rama terdengar gusar. Entah kalimat apa yang pantas ia ucapkan sekarang, bangunnya Lanita adalah suatu anugrah yang Rama tunggu-tunggu sejak awal, tapi kalau dia bahkan tak mengingat apapun ini malah menyakiti Rama.

"Aku nggak ingat siapapun. Termasuk Lanita-Lanita, siapa sih dia?" tanya Lanita penasaran memandang ke arah mereka semua.

Mata Rama memerah menahan tangis. Helaan napasnya terus terdengar gusar dan lelah. Rama makin tak sanggup menceritakan apa yang gadis itu inginkan, melihatnya seperti sekarang saja sudah membuat Rama sebagai sumber masalah makin merasa bersalah.

Syahdan, Tora, dan Sandi hanya bisa memandang iba.

"Lanita," ucap Rama memulai menceritakan apa yang ia ketahui. "Dia cewek tergila yang pernah gue temuin. Dia punya banyak senyum dihidupnya. Pertama senyum cerianya, senyum saat dia dikelilingin sama orang-orang baik. Kedua senyum jahatnya, itu kalo setiap ketemu orang yang pengen dia habisin, kayak ke Syahdan. Ketiga senyum menantangnya, dia berani untuk dekat sama orang jahat, berani ambil bahaya. Dan terakhir, senyum yang selalu bikin gue tau kalo ada dia di samping gue, gue nggak sendiri."

Semua orang yang ada di ruangan itu mendengarkan. Lanita memandang Rama serius. Hati Lanita pun tersentuh melihat Rama yang seperti ini membuatnya tertegun. Tidak menyangka kalau Rama telah sedalam ini mengenal Lanita.

"Lo di rumah sakit ini, karena ulah gue sendiri. Gue minta maaf." Rama menundukkan kepala. "Gue udah nyakitin Lanita. Gue minta maaf."


Air mata Lanita turun, hatinya begitu merasa sedih karena curhatan hati lelaki itu. Lanita bahkan baru siuman, kepalanya masih terasa pusing, namun akibat penjelasan Rama tentang dirinya, Lanita jadi sakit hati.

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang