Nomor 4 Perundingan Panjang

1.4K 1.5K 151
                                    

"Gampang." Lanita memasang senyum cerianya. "Jadi, pacar gue!"

Semua melongo. Bola mata mereka serentak melebar begitu telinga mentrasfer kalimat yang Lanita katakan sampai ke otak. Tidak ada badai, tidak ada petir, gadis yang bahkan tak mereka kenal di bumi ini tiba-tiba ingin menjadikan Rama pacar. Diulangi lagi, Pacar. Baiklah, mungkin gadis itu salah satu 'fans fanatik' yang tergila-gila sampai halu ke tulang, tapi dengan cara ekstrim seperti ini rasanya benar-benar nekat.

Perlahan tangan Rama yang memegang tangan Lanita sambil memegang ponsel itu turun dan terlepas. Rama memandang Lanita dengan mata memicing. Gadis itu seperti tak punya salah dan beban, garis bibirnya terus melengkung ke atas. Matanya berbinar bahagia dan tidak sabaran. Rama memandangnya dengan teliti, gadis ini bukan sembarangan orang, itu yang Rama harus tekankan.

"Lo gila?" tanya Syahdan geram.

"Iya, gue gila!" jawab Lanita cepat. Ia memandang Rama penuh kagum dan diselingi tatapan malu-malu. "Makanya gue nembak Kak Rama."

Syahdan menghela napas kasar sembari berkacak pinggang. Tak mengerti jalan pikiran perempuan yang sedang mereka hadapi saat ini. Pertama, dia tahu rahasia mereka berempat, kedua dia mulai melunjak dengan menjadikan Rama sebagai pacar, entah selanjutnya apa. Syahdan sudah tidak tahan, ia gelisah, kalau sampai ketahuan semua berantakan. Hidupnya pun begitu.

"Kita selesain ini baik-baik aja, oke?" usul Tora masih sabar. Cara pikir Tora memang lebih dingin, bisa membaca situasi seperti Rama yang tidak langsung marah dan bertindak keras pada seseorang. Tora bahkan masih bisa tersenyum tipis, berbanding terbalik dengan Syahdan yang mondar-mandir gelisah.

"Ayo selesaikan. Caranya, ya cuman Kak Rama jadi pacar gue. Gimana, Kak?" Tantang Lanita dengan alis naik turun.

"Mulut lo bener-bener kayak medusa. Racun semua isinya!" seru Syahdan kesal.

Sandi mulai berkata, sampai membuat Syahdan dan Tora melotot padanya. "Kita singkirin aja dia, Ram."

Lanita berdecak tidak setuju, masih senang karena bisa memegang kendali. "Eits, tidak semudah itu. Kalian mau, gue laporin sekarang juga? Gue punya kontaknya guru kedisiplinan loh. Tahu, kan kalo berhubungan sama beliau, penyelesaiannya cuman satu. DO."

"Medusa sialan!" Syahdan sudah melipat lengan bajunya ke atas, memperlihatkan lengan sedikit berotot dan kulit putihnya yang dihiasi satu bintik hitam kecil. "Sini lo!"

Satu tangan Rama merentang. Bermaksud menahan Syahdan yang mendekati mereka berdua. Tatapan Rama masih fokus pada Lanita.

"Kalian duluan ke kelas. Gue nyusul," kata Rama.

"Nggak bisa! Gue mau iris-iris lidah dia yang beracun! Sini lo!" Syahdan sudah kebawa emosi karena Lanita mulai membawa-bawa guru kedisiplinan.

Tora yang mengerti situasi segera merangkul Syahdan erat agar tidak melepaskan diri dan menyerang Lanita. Masalah ini harus diselesaikan dengan kepala dingin. Hanya Rama saat ini yang bisa berunding ketika mereka semua tertekan karena ketahuan melakukan sesuatu.

"Jangan percaya omongan medusa, Ram! Racun semuaaaa!" teriak Syahdan dari kejauhan.

Sandi yang masih berdiri di sana berdecak. "Gue harap lo bisa singkirin dia sebelum gue yang turun tangan."

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang