Nomor 17 Kotak Bergembok

281 276 5
                                    

Dion masih terus meringkuk, celana bagian bawahnya sudah basah karena lelaki itu pipis di celana. Rama menunduk dan menarik kerah seragamnya. Badan Dion terseret keluar dari bawah tumpukan meja.

"Ram, jangan kasih gue ke mereka." Keringat bercucuran membasahi tubuh Dion. Lelaki ini sudah sangat ketakutan, nyaris tak bisa melakukan apapun selain melindungi diri sendiri.

"Gue nggak bakal serahin lo! Gue justru selamatin lo!" bentak Rama. "Kalo lo kabur kayak gini, gue mikir ulang selamatin pengecut!"

Tubuh Dion pun dibawa keluar dari gudang. Dion hanya bisa pasrah.

Begitu sampai di lapangan, Rama dan Dion berpapasan dengan Sandi serta Astrid. Gadis itu memaksa melepaskan tangan Sandi dan beralih menggandeng tangan Rama dan bergelayut manja.

"Ram, Sandi kasar banget sama gue," lapor Astrid dengan nada memelas.

"Nggak usah naif deh lo. Kasih tau Rama sekarang juga!" gertak Sandi yang kepalang kesal.

Astrid menangis tersedu-sedu dan memeluk lengan Rama. "Tuh, kan, dia jahat sama gue. Jantung gue sakit, Ram. Sesak."

"Soal sakit juga lo bohong, kan?" tuduh Sandi sudah muak melihat drama yang dibuat Astrid.

Rama beralih melemparkan Dion pada Sandi. "Urus dia."

Sandi memegang kerah belakang seragam Dion agar dia tidak kabur. "Terus Lanita gimana?"

"Ram, napas gue sesak," adu Astrid sudah meletakkan kepala di bahu Rama.

"LO DIAM DEH!" Seandainya Astrid laki-laki, mungkin Sandi sudah merobek bibirnya.

"Udah. Lanita nanti. Lo bawa Dion ke tempat aman," titah Rama mengendikkan dagu.

Sandi menghela napas dan melirik Dion, langsung saja Sandi menyeretnya pergi ke tempat aman. Rama dapat mendengar Sandi mendengkus, "Lo kok bau pesing sih?"

"Sandi udah pergi. Sekarang kasih tau, di mana Lanita?" Rama menoleh pada Astrid.

Astrid mendongak dan matanya berkaca-kaca. "Gue nggak kenal Lanita, Ram."

"Lo mau bohong sama gue?"

Bibir bawah Astrid gigit. Gadis ini menghela napas kesal dan akhirnya membalas, "Oke. Gue emang kenal dia. Tapi gue berani sumpah gue nggak tau tuh anak ke mana."

"Bener, lo bully orang lagi?" Tatapan mata Rama memang tetap sama, tapi ada sinar kemarahan yang hanya bisa dilihat bagi orang yang menatapnya sangat dekat.

Astrid meneguk saliva. "Gu-gue ... nggaklah!"

"Astrid!"

"Maaf."

"Lo udah janji. Nggak akan ngelakuin ini lagi. Lo tau apa akibatnya, kan?" tanya Rama begitu dalam dan menusuk.

"Dia duluan, Ram! Gue kesel. Lo pacaran sama dia. Sedangkan gue?" Mata Astrid kini meneteskan cairan sebening kristal. "Gue di sini selama ini. Gue yang suka sama lo bahkan sebelum lo terkenal. Gue yang bantuin lo jadi ketua OSIS. Gue yang support lo di mana pun. Kapanpun. Astrid yang ada, Ram! Bukan Lanita!"

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang