Nomor 21 Rama dan Zack

182 172 0
                                    

"Cheers!"

Dentingan gelas berhasil menyemarakkan pesta yang diusung oleh ayah dan ibu Syahdan di rumah mereka. Kedua orang tua itu tampak ingin merayakan kemenangan Syahdan untuk kesekian kalinya di olimpiade. Orang tua mana yang tak bangga, apalagi Syahdan sudah pernah bertemu dengan presiden karena kepintarannya. Jadi, wajar jika mereka ingin memberikan pesta bagi Syahdan dan dihadiri oleh orang terdekat.

Syahdan yang menjadi pusat acara tengah duduk bersama kedua orang tuanya. Mereka tengah berbincang dengan tamu istimewa yang langsung diundang oleh ayahnya, seorang utusan dari kedutaan.

Lanita yang turut diundang hadir bersama Rama. Gadis itu mengenakan dress selutut berwarna biru toska dan sepatu putih. Rambutnya digerai dan diberi jepit pita di sebelah kiri. Sedangkan Rama mengenakan kemeja coklat dengan celana panjang hitam. Kakinya terbalut sneakers putih.

Lanita menatap semua tamu yang datang, mereka rata-rata memakai pakaian ternama dan brand terkenal. Dari atas sampai bawah, Lanita seperti melihat uang berjalan. Mengenal keluarga Helderman, rupanya memperkenalkan Lanita pada keberadaan salah satu crazy rich di kota tempat ia tinggal. Tak dipungkiri bahwa orang-orang kaya punya sejuta cara untuk memperkenalkan dirinya. Lanita melihat tubuhnya sendiri dari bawah ke atas.

Sepatu Lanita dibeli saat ia masuk sekolah. Terhitung sudah 2 tahun. Ada lecet sedikit dan tanda menguning. Dress Lanita itu dibeli di pasar thrift. Brand yang melekat di bajunya memang terkenal, tapi karena ini barang lama, Lanita jadi sedikit segan. Total bila dirupiahkan Lanita tidak seperti uang kertas berjalan, tapi uang koin.

"Awas!" Tubuh Lanita ditarik ke samping, menabrak dada bidang berbalut kemeja coklat.

Seorang pelayan yang membawa baki minuman melenggang pergi.

"Ngelamunin apa sih?" tanya Rama sembari menjauhkan badannya dari Lanita.

Lanita meringis. "Gue malu datang di sini. Mereka orang-orang kaya semua. Gue pulang aja, ya?"

"Memang kenapa kalo orang kaya?"

"Ya minder aja gue."

Rama tersenyum dan mengacak lembut rambut Lanita. "Jangan liat ke atas, tapi ke bawah. Bersyukur lo masih bisa punya baju, makan enak, tinggal di rumah, dan dikelilingin sama orang baik. Nggak perlu mahal, yang penting ada itu cukup. Jadi apa adanya aja."

"Apa adanya itu kek gimana?"

"Diri lo sendiri."

"Tapi gue suka mikir kalo orang lain nilai gue jelek banget."

Rama mengajak Lanita melangkah ke dalam pesta. "Ya udah pikirin aja orang lain, biar gue yang mikirin lo."

Kaki Lanita langsung loyo seketika, tak bertenaga.

Rama berhenti di satu spot dan duduk bersama Sandi dan Tora yang pada hari ini mengajak seseorang.

"Oh pantesan nggak mau sama-sama. Taunya sama Lanita," sindir Sandi sembari menenggak jus anggur.

"Biarin kali, San. Mereka lagi PDKT." Tora berbisik, tapi suaranya malah kedengaran oleh Rama dan Lanita yang duduk di sebelah Sandi.

"Syahdan mana?" Rama mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Lagi sama emak bapaknya." Sandi berkata ketus lagi.

"Lo kenapa sih?"

"Nggak papa."

Tora terkekeh. Tiba-tiba ponsel Rama, Sandi, Tora sama-sama berdenting menandakan ada pesan masuk. Mereka saling bertatapan.

Tora duluan menoleh pada gadis di sebelahnya. "Sar, bisa ambilin gue sosis bakar."

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang