Nomor 5 Pembuangan Lanita

1.3K 1.4K 94
                                    

Sebuah tanggul yang belum selesai dalam pembuatannya menjadi tempat mobil jeep Syahdan terparkir. Jalanan tanggul itu masih berupa tanah kuning, sisi kirinya merupakan sungai besar yang menjadi sungai terpanjang di kota ini. Sedangkan sisi kanan adalah hamparan ladang luas yang menjadi tempat para penduduk berkebun. Untuk rumah yang ditinggali warga jaraknya sekitar 1 km, lumayan jauh dan pasti tidak akan sampai ketahuan orang.

Tubuh Lanita yang pingsan digotong oleh Syahdan, Tora, dan Sandi dari mobil. Ketiganya membawa badan Lanita dengan memegang kaki dan tangannya. Sudah semacam membawa babi yang akan dipanggang. Rama sendiri tengah bersandar di badan mobil. Tidak ikutan.

Badan Lanita diletakkan di pinggir tanggul yang punya semak belukar setinggi pinggang orang dewasa. Cukup untuk mengelabui tubuh Lanita.

Rama menggaruk alis. Ia tengah berpikir keras untuk berada di pihak yang mana. Satu sisi ia kasihan pada Lanita, sedangkan sisi lainnya apa kata Sandi memang benar. Lanita harus disingkirkan, demi keselamatan banyak orang, dan demi kesejahteraan banyak orang. Maksud mereka melakukan ini semata-mata untuk memberikan Lanita pelajaran, bahwa mereka tidak main-main dalam mengancam.

"Nih cewek bener-bener. Mana bisa badannya kecil, tapi seberat gozila!" Syahdan membenarkan punggungnya yang dirasa bengkok.

Tora mengembuskan napas lega. Keringat nampak sedikit keluar di jidatnya. "Akhirnya."

Sandi memandang Lanita beberapa detik, sebelum akhirnya menoleh pada Rama dan teman-temannya. "Kalian setuju usul gue, kan?"

"Gue kok nggak yakin, ya?" Tora mendesah lelah.

"Apanya yang nggak yakin?" Sandi menatap Tora serius.

"Dia ... oke, dia kita buang. Tapi kalau rekamannya ternyata masih ada gimana?" tanya Tora telak.

"Rekamannya masih ada?" Sandi membelalakkan mata.

Rama menghela napas panjang. "Gue udah hapus rekaman di hapenya, tapi dia bisa aja bohong. Gue yakin dia sembunyiin di tempat lain."

Syahdan mengusap wajah, resah. "Medusa, medusa. Lo mau dibuang aja nyusahin."

Rama mendekati mereka. Kakinya sudah hampir di dekat lengan Lanita. Lelaki tinggi dengan rahang berbentuk kotak ini menghela napas panjang sekali lagi. "Gue rasa kita nggak perlu lakuin ini."

"Lo peduli sama dia?" Sandi menuding.

"Dia dibuang pun, nggak ada manfaatnya sama kita," kata Rama.

"Dia tahu rahasia itu, Ram! Dia bisa aja beberin ke yang lain dan rencana kita gagal."

Tora memegang pundak Sandi. "Gue setuju sama Rama. Kita nggak usah sampe segininya. Dia masih punya kartu AS yang kita sendiri nggak tahu kapan aja bisa dia beberin. Makanya, kalo pun kita buang dia, nggak berpengaruh apa-apa."

"Gue cuman mau bikin dia kapok! Bikin dia takut dan nurut sama permintaan kita! Argh, babi!" Sandi mengerang frustasi, menendang apa saja yang ada di depannya. Syahdan diam sembari berkacak pinggang.

"Kita bisa pake cara lain." Rama memandang semua temannya satu persatu. "Negosiasi."

"Sama dia? Medusa?" Tunjuk Syahdan terkejut. Mulutnya terbuka. "Hah! Yang ada kita dimainin! Licik nih lidahnya. Penuh bisa."

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang