Nomor 6 Kesepakatan Bersama

1.2K 1.3K 71
                                    

Pelataran minimarket dijadikan tempat Rama untuk singgah sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Rama juga harus mengisi bensin motor vespa berwarna biru tersebut dengan membeli lewat pertamini. Lanita duduk di salah satu meja bundar yang terdiri dari 2 kursi sembari melihat Rama yang telah selesai dengan kegiatannya.

Tangan kanan Lanita memegang satu botol air mineral untuk diteguk sampai habis, lehernya bergerak naik turun dengan mata membelalak, mulutnya terus terbuka untuk menerima cairan yang menyegarkan dahaganya. Setelah satu botol itu habis, Lanita meremuk botol plastiknya dan membuang ke tempat sampah yang ada di bawah meja. Lanita mendesah lega sekali, ia kembali meraih botol air mineral untuk berlanjut ronde kedua.

Rama yang sudah duduk di kursi sebrangnya diam-diam memperhatikan. "Segitu haus?"

"Apa lo pernah rasain tulang leher lo bergetar, Kak?" Ditanya seperti itu jelas membuat Rama menggeleng. Lanita mengangguk. "Gue juga belum pernah."

"Mau makan pop mie?" tawar Rama.

"Boleh!" Urusan makan tidak boleh gengsi. Lanita dengan cepat mengangguk. Tangannya meremuk botol dan membuangnya ke tempat sampah lagi. Kini, rasa haus sudah terobati, giliran perut yang harus dilayani.

Rama menghela napas. Takjub dengan sifat gadis di hadapannya yang super ajaib. Padahal sebelumnya marah-marah dan mengatakan membencinya, tapi diiming-imingi seperti ini begitu cepat berubah. Lanita juga terlihat tak takut, tak curiga, padahal bisa saja Rama akan membuangnya lagi. Matanya sempat melirik para pejalan kaki yang berseliweran melewati minimarket ini, juga tatapan pengunjung dari kejauhan, dan kemudian berbisik. Rama melihat ke sumber pandangan mereka, ternyata tertuju pada Lanita.

Gadis itu berpenampilan berantakan, seragamnya kotor dan kusut, rambutnya seperti tidak disisir, belum lagi sekarang sibuk mengusap lengan, menggaruk betis, juga memukul pipinya karena terkena serangan nyamuk.

Satu hal yang Rama bisa katakan. "Lo persis orang gila."

Setelah mengucapkan itu, Rama beranjak pergi. Lanita mendesis, bibirnya mengerucut sebal. Padahal seragam sekolahnya tidak kotor-kotor amat, mukanya juga sempat ia basuh dengan keran tempat cuci tangan di dekat pintu masuk minimarket. Lanita rasa ia tidak seburuk yang Rama katakan.

Tiba-tiba sebuah jaket mendarat di tubuhnya. Tangan seseorang merapikan jaket agar pas dan bisa menutupi tubuh Lanita yang kecil. Kepala Lanita mendongak ke atas, menemukan Rama yang tengah serius menyampirkan jaket.

"Maksudnya apa nih?" tanya Lanita.

Kepala Rama menunduk. "Udah gue bilang, lo kayak orang gila."

Lanita kembali merasakan mulutnya terbuka dengan spontan. Belum sempat Lanita protes, lelaki itu sudah masuk kembali ke minimarket.

"Dasar aneh. Gue pikir dia yang gila." Lanita mengangguk, mengambil botol air mineral lagi untuk diminum. "Iya, dia yang gila. Lo waras, Lanita. Waras."

***

Rak-rak minuman sedang Rama jelajahi, meneliti mana yang harus ia ambil, dan perhatiannya tertuju pada minuman botol ion serta tentunya air mineral. Rama masukkan semua itu ke dalam keranjang belanja, juga tak lupa sesuai tujuannya pergi ke luar, Rama mengambil beberapa minuman kotak. Setelah selesai dari minuman, Rama menyusuri rak mie instan dan langsung mengambil satu cup mie siap saji, tak lupa seperti kebiasaannya untuk mencomot sosis.

Proses transaksi selesai. Tugasnya sekarang adalah menyeduh mie itu. Ada sebuah termos otomatis yang tinggal di tekan, air panas akan langsung keluar. Letak penyeduhan mie di belakang rak-rak makanan, bersampingan dengan lemari es krim. Sembari menunggu mie matang, Rama mengecek ponsel.

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang