Chapt 68

13.4K 1.4K 233
                                    


"Kepergianmu adalah hal yang masih belum bisa kuterima."

*****

Ngaku, siapa yang seneng ada notif lagi :''v

Kenapa coba, kan bagus kalo manusia kardus wasted 😂😂

*****

Elina terus menatap ke arah luar jendela, melihat pemandangan yang ada di sana. Walau sebenarnya, matanya tak pernah fokus melihat apapun. Karena walau tubuhnya di situ, jiwanya pergi entah kemana.

Mata Elina sudah membengkak, dia telah kehabisan tenaga setelah berjam-jam menangis seperti orang gila. Setelah sambungan telpon dari Raiki menghilang, satu detik kemudian dia tidak berhenti untuk menangis.

Karena Elina tahu hal buruk pasti terjadi pada Raiki. Tubuhnya yang lemah, kini semakin kehabisan tenaga. Tapi, Elina tidak perduli akan hal itu. Yang dia inginkan hanyalah kabar bahwa Raiki baik-baik saja.

Cuma itu.

Tak ada yang lain.

'I love you, Querida.'

Kalimat terakhir Raiki kini kembali terdengar di telinga Elina. Membuat air mata itu kembali menetes. Kali ini lebih menyakitkan daripada saat dia tahu bahwa Raiki adalah seorang gay.

Bunyi suara pintu terbuka tak juga membuat Elina mengalihkan pandangan. Untuk sekedar mencari tahu siapa yang membuka pintu. Elina tidak memiliki gairah untuk itu.

Hingga suara langkah itu terdengar begitu dekat, Tepat di samping tempat tidur Elina.

"Lina.." Panggil orang itu lirih.

Elina tersentak kaget, karena dia mengenali suara yang memanggilnya. Dan panggilan itu, adalah panggilan khusus yang di berikan olehnya untuk Elina.

Perlahan, Elina menolehkan wajahnya ke arah orang itu. Bibirnya sedikit terbuka, pupil matanya melebar. Sebab, perkiraanya benar. Orang itu adalah seseorang yang sudah lama tidak Elina ketahui. Dan sekarang dia sudah duduk di depan mata Elina sendiri.

"D..Diana.." Ucap Elina berkaca-kaca.

"Huum.." Orang itu mengangguk pelan. Yang tak lain adalah seorang wanita.

Wanita cantik berambut hitam lurus, Diana. Sahabat baik Elina saat masa kuliah dulu.

"B..benarkah ini dirimu?" Tanya Elina masih tak percaya. Tangannya kini mencoba meraih wajah Diana.

Seolah mengerti, Dianapun menyambut tangan Elina dan menggengamnya erat.

"Y..ya ini aku, Diana." Jawabnya ikut bergetar.

"D..Diana.. Darimana saja dirimu, ke..kenapa kau menghilang..hiks!" Elina kembali terisak menangis.

Diana lalu bangkit dan duduk di atas tepi ranjang, agar dia bisa dekat dengan Elina. Tersenyum tulus, sambil meremas lembut tangan Elina. Memastikan wanita di depannya bukan hanya sebuah ilusi.

"Aku tidak kemana-mana, justru aku yang harusnya bertanya kepadamu. Kamu menghilang tanpa kabar, bahkan nomor ponselmu juga tidak aktif lagi. Aku seperti orang gila saat mencarimu." Jelas Diana.

CAN'T STOP [COMPLETE]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora