Bonchap: Don't go!

624 61 31
                                    

Sudah delapan bulan berlalu sejak kehamilan kedua Sojung. Sebagai Ibu hamil, Sojung tentu mengalami beberapa perubahan emosi yang tidak stabil.

Dia bisa marah semarah-marahnya pada Ana dan Erick yang tidak mau merapihkan mainannya lagi setelah bermain, tapi dia juga bisa merasa sangat menyesal dan emosional setelah memarahi kedua anaknya.

Seperti sekarang, dia duduk di pinggir ranjang dengan posisi memeluk suaminya, sembari bercerita dan mengungkapkan rasa bersalahnya atas kejadian tadi sore.

"Tidak apa-apa, mereka juga sudah besar, sekali-sekali memang perlu diberi peringatan dengan tegas," ujar Seokjin.

"Tapi dulu ibuku tidak pernah memarahiku dan kakakku," curah Sojung. "Sekarang silakan katakan kalau aku itu memang bukan ibu yang baik untuk mereka berdua."

"Sudahlah, Sojung ... jangan terlalu merasa menyesal begitu. Emosimu sangat berpengaruh untuk calon anak kita," peringat Seokjin.

"Tapi aku―"

"Iya, kau berlebihan. Tapi sekali lagi, itu semua terjadi karena pengaruh hormon kehamilanmu. Emosimu sering tidak stabil, dan kau sudah tahu itu. Sekarang ayo tarik dan keluarkan napasmu pelan-pelan, lakukan itu berulangkali kemudian bersikap tenang,"–Seokjin menggenggam tangan Sojung–"percaya padaku, semuanya baik-baik saja; tidak apa-apa."

Sojung mengangguk, menarik dan mengeluarkan napasnya sesuai dengan apa yang Seokjin perintahkan. Setelahnya dia benar-benar merasa lega. Seokjin benar, semuanya baik-baik saja.

"Ayo temani aku makan malam!"

Sojung mengangguk, memegang lengan suaminya supaya bisa berdiri. Seokjin juga dengan hati-hati menuntun istrinya keluar kamar menuju ruang makan.

Di sana mereka duduk di kursi masing-masing, Seokjin menyantap makan malamnya, sementara Sojung hanya menenggak satu gelas susu formula untuk ibu hamil.

"Oh ya, Sojung. Aku punya hal yang harus kusampaikan padamu," ujar Seokjin.

"Apa?"

"Aku dimutasi ... ke luar pulau."

"Dalam waktu dekat ini?" tanya Sojung.

"Iya, tepatnya besok lusa," jawab Seokjin.

"Lalu bagaimana denganku dan anak-anak?"

Seokjin menenggak air putih sejenak, sebelum menjawab, "Untuk beberapa bulan, sepertinya kau dan anak-anak akan kutitipkan pada ayah dan ibu."

Dahi Sojung mengernyit tidak bisa percaya akan ucapan Seokjin barusan.

"Karena anak-anak sebentar lagi 'kan akan menghadapi ujian kenaikan kelas, dan kau juga sedang hamil besar," lanjut Seokjin kemudian.

"Justru karena aku sedang hamil besar, harusnya kau tetap di sini! Kau harus mendampingiku saat aku melahirkan anak ini!" tukas Sojung.

"Sojung, aku minta maaf. Aku tidak bisa ...."

"Kalau begitu harusnya kau tidak menghamiliku lagi! Kalau dulu kau siap menghamiliku, harusnya kau juga siap mendampingiku saat persalinan nanti!"

"Tapi ini perintah langsung dari atasan, Sojung. Tidak ada yang bisa menentang―"

"Harusnya, bisa!" sergah Sojung cepat. "Semua itu pilihan, Seokjin! ... seperti aku, yang memilih siap untuk hamil lagi, tanpa tahu kalau ternyata suamiku tidak bisa menemaniku saat persalinan keduaku nanti!"

"Sojung ...."

"Sekarang giliran kau yang memilih! Kau pilih aku ... atau tugas dari atasanmu!"

Sojung menggebrak meja, mengakhiri kalimatnya dan berjalan menuju kamar. Dia juga langsung menutup pintu kamar, merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata tanpa mau melihat Seokjin lagi hari ini.

Rindu; SowjinWhere stories live. Discover now