DUA PULUH ENAM

454 72 35
                                    

Sojung dibuat bingung lantaran saat dia kembali ke parkiran hanya melihat Seokjin yang sedang duduk menunggu di atas motornya. Dia tidak melihat kakaknya, ataupun ayahnya Seokjin.

"Sudah?" tanya Seokjin pada Sojung yang dibalas anggukan singkat.

Sojung yang bingung sekaligus penasaran lantas bertanya, "Kak Jessica dan ayah pergi ke mana? Kenapa hanya ada kau di sini?"

"Kak Jessica pergi ke sekolah Lacey, katanya mau menjemput dan akan tambah telat kalau harus menunggumu keluar dari toilet dulu. Ayah juga langsung kembali ke kantornya, masih ada banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan," jelas Seokjin. "Jadi kau pulang denganku saja tidak apa-apa, 'kan?"

Sojung awalnya sedikit ragu, tapi dia buru-buru menepis segala keraguan itu dan mengangguk bersama senyum tipis di wajahnya.

Seokjin senang, dia lantas menyalakan mesin motornya, menyuruh Sojung untuk naik kemudian pergi meninggalkan tempat ini bersama dengan Sojung.

Setelah cukup lama waktu berjalan, Seokjin akhirnya membuka suara, "Sekarang sudah waktunya makan siang, dan aku merasa lapar. Apa kau mau menemaniku pergi makan siang?"

Sojung mengerutkan dahinya sebentar sebelum membalas, "Kenapa tidak makan siang di rumah saja? Ibumu pasti sudah membuatkan makan siang untukmu."

"Kalau jam siang begini, di rumah selalu tidak ada orang. Yena pergi sekolah, lalu Ibuku ... dia pasti pergi ke kantor ayahku untuk mengantarkan bekal makan siang dan baru akan pulang pukul tiga sore," papar Seokjin. "Ya kalau kau tidak mau menemaniku makan siang juga tidak apa-apa, sih. Biar aku pergi makan sendiri sesudah mengantarkanmu pulang."

Sojung tampak berpikir sebentar. Lalu setelah itu baru bilang, "Di depan kita belok saja, aku akan menemanimu makan siang. Kita cari tempat makan di sekitar sini."

Seokjin tersenyum penuh kemenangan dan kesenangan. Kalau saja dia sudah tidak punya harga diri, mungkin dia akan langsung berteriak gembira. Tapi karena Seokjin nyatanya masih punya harga diri dan masih tahu malu, Seokjin lebih memilih menyembunyikan kesenangannya di dalam hati.

Oke, mungkin Seokjin boleh gagal untuk melakukan usaha move onnya, tapi dia tidak boleh gagal dalam melakukan pendekatan ulang dengan gadis bernama Sojung ini.

Semua orang benar, dia memang harus memulai lembaran baru, melupakan masa lalunya lalu fokus pada masa kini dan masa depan.

Seokjin akan menghapus masa lalunya, merobek semua lembar lamanya dan menukar status Sojung dari yang sebelumnya adalah mantan kekasihnya, menjadi calon kekasih barunya.

Sekarang, Seokjin tinggal menunggu tanggal mainnya. Tanggal di mana dia akan kembali meminta Sojung untuk jadi kekasihnya, atau mungkin jadi pasangan sehidup sematinya; ibu dari anak-anaknya kelak.

๑🔹๑

Mereka berjalan bersama, tapi Sojung masih sedikit menjaga jarak dengan Seokjin. Dia jalan sedikit lebih di belakang dibanding Seokjin.

Sejak saat dia dan Seokjin masuk ke tempat makan ini, Sojung jadi semakin gugup. Dia menggigit bibir bawahnya. Dia takut ada karyawan di tempat ini yang masih mengingat dirinya dan Seokjin sebagai sepasang kekasih. Mengingat tempat makan ini adalah tempat yang paling sering mereka kunjungi dan mereka jadikan sebagai tempat kencan karena letaknya tidak begitu jauh dari tempat tinggal Sojung, juga tempat mereka bersekolah.

Sojung masih mengekori Seokjin sampai ke meja pemesanan. Dia bersembunyi di belakang bahu Seokjin tanpa sepengetahuan laki-laki itu yang sedang sibuk memesan menu makan siangnya.

Begitu Seokjin menoleh ke belakang dan bertanya Sojung ingin pesan apa, Sojung malah mendadak bingung sendiri. Dia malah menampilkan senyuman kikuknya alih-alih menjawab pertanyaan Seokjin.

"Tunggu, aku sepertinya mengingat kalian. Kalian itu sepasang kekasih yang dulu sering mampir ke sini, 'kan? Kau dulu juga pernah menangis di sini, sampai pacarmu menyuruhku untuk membantu membujukmu agar kau berhenti menangis."

Sojung rasanya ingin menepuk jidatnya sendiri, menutup wajahnya karena merasa malu. Masa-masa itu ... masa-masa di mana dia masih bisa bermanja-manja dengan Seokjin, berpura-pura menangis agar mendapat traktiran es krim dan tiket nonton bioskop. Ya ampun, Sojung ....

"Oh, ya! Aku ingat aku pernah meminta bantuanmu untuk membujuk pacarku, tapi ternyata tidak berhasil juga, dia masih terus saja menangis," ujar Seokjin menimpali dengan sedikit tawanya.

Pelayan itu ikut tertawa bahagia. "Ya ampun, aku tidak menyangka kalian bisa bertahan selama ini. Kalian berdua sudah kuliah, ya? Atau malah sudah mau menikah?"

Sialan! Pelayan itu malah bertanya soal pernikahan pada Sojung. Sudah tahu Sojung sedang menahan rasa malu, sekarang malah diberi pertanyaan aneh semacam itu. Dia 'kan bingung harus menjawab apa.

"Kami masih kuliah, kebetulan berada di kampus yang sama, walaupun beda fakultas," terang Seokjin lebih dulu karena melihat Sojung yang tak kunjung menjawab pertanyaan pelayan itu.

"Wah ... tidak terlalu masalah berarti, ya? Memangnya kau dan pacarmu itu ambil fakultas apa?"

"Aku kedokteran, dan dia psikologi," jawab Seokjin lagi.

"Ya ampun, kalian benar-benar cocok! Kalian sama-sama hebat!"

"Maaf, tapi kurasa kita terlalu banyak bicara. Aku sudah lapar, bisa kau buatkan nasi goreng dengan telur dadar untuk pesananku?"

Sojung akhirnya berani membuka mulut untuk mengakhiri pembicaraan yang sebenarnya hanya dilakukan oleh Seokjin dan si pelayan. Selain untuk kesehatan jantungnya yang sedaritadi berdebar tidak karuan, ini berani ia lakukan karena dia sudah benar-benar merasa pegal karena terus berdiri, walaupun dia tidak benar-benar merasa lapar sekarang.

"Oh, ya ampun, aku minta maaf. Aku akan segera membuatkan pesanan kalian," kata pelayan itu kembali pada profesionalitasnya. "Jadi dua porsi nasi goreng dengan telur dadar, dan dua botol air mineral?" Pelayan itu menyebutkan ulang pesanan yang tertera di layar monitornya sebelum benar-benar memproses pesanan itu.

Setelah itu Seokjin memberikan dia sejumlah uang dan menerima kertas struk pembayarannya.

๑🔹๑

Sojung dan Seokjin sudah menerima pesanannya. Seokjin menyantap makanannya dengan lahap, sementara Sojung hanya meletakkan dagunya di atas meja beralaskan kedua tangannya yang dilipat sembari menatap ke arah Seokjin yang sedang makan.

Seokjin balas menatap Sojung dan bertanya, "Kenapa makananmu tidak dimakan?"

Sojung menghela napas pelan. "Tidak ada selera."

Seokjin lantas mengambil beberapa butir nasi dan potongan telur dadar yang besar kemudian mengarahkan suapannya itu ke mulut Sojung. "Ayo makan," kata Seokjin.

Sojung menggeleng. "Tidak mau. Kak Seokjin saja yang makan, aku masih cukup kenyang."

"Aku tidak mau makan sebelum kau memakan suapan yang kuberikan," kata Seokjin, "lihat, ini dengan sedikit nasi dan potongan telur dadar yang besar sesuai dengan kesukaanmu dulu."

Sojung lantas menarik kembali kepalanya ke atas, dan menerima suapan Seokjin. Seokjin tersenyum, begitu pula dengan gadis itu. Dia mengunyah pelan makanan itu setelah itu bilang, "Terimakasih." pada Seokjin.

"Mau lagi?" tanya Seokjin tanpa menghilangkan senyuman manis di wajahnya.

๑🔹๑

Catatan:
Guis, guis, bahaya guis! Bau-bau balikan!😭

Jangan lupa tekan bintangnya🌟⭐, biar mereka beneran ga balikan ... eh salah, maksudnya beneran balikan. Aowokwokwok.

Rindu; SowjinWhere stories live. Discover now