SEMBILAN

529 79 76
                                    

Sejak kemarin sore Yena perhatikan, Seokjin kelihatan lebih sedikit berbicara. Biasanya saat pagi begini, Seokjin sudah berteriak-teriak, menyuruhnya mengambil ini dan membenahkan barang di situ.

Tapi hari ini tidak, Seokjin tidak berbicara sama sekali. Malah pagi ini Yena dibuatkan sarapan nasi goreng oleh Seokjin, padahal biasanya Seokjin tidak melakukan itu. Jangankan membuat nasi goreng, menyiapkan roti atau susu untuk Yena saja selalu tidak mau ... biasanya.

Ketika Seokjin ingin mengambil nasi untuk Yena, tangan Yena buru-buru beraksi mencegah Seokjin melakukan itu. "Tidak perlu, kau sarapan saja. Biar aku ambil punyaku sendiri."

Seokjin menurut. Dia lantas duduk di bangkunya sendiri, dan langsung menyantap makanannya.

"Kak Seokjin," panggil Yena, "kau tidak apa-apa, 'kan? Aku perhatikan dari kemarin, kau terus menutup mulutmu ... maksudku, kau tidak seaktif biasanya."

"Aku tidak apa-apa, hanya sedang berusaha jadi pribadi yang lebih baik saja."

"Kenapa tiba-tiba?"

"Kata banyak orang, jadilah seperti padi. Semakin berisi, semakin merunduk. Aku ini 'kan sudah dewasa, jadi sudah seharusnya aku begini. Lebih banyak diam dari pada berbicara."

Yena mengangguk mengerti. "Tapi ini bukan karena Kak Sojung, 'kan?"

"Bukan."

"Omong-omong, bagaimana kemarin? Ucapanku bukan hanya fiktif, 'kan?"

Seokjin yang sedang minum air tiba-tiba saja tersedak. Tidak terlalu parah, makanya dia langsung berbicara, menanggapi ucapan Yena. "Seperti yang kau kira."

Yena mau menyahuti perkataan kakaknya lagi sebenarnya, tapi Seokjin buru-buru menyela. Dia bilang, "Sudah siang, aku harus buru-buru ke kampus. Kau mau kuantar atau naik bus di halte depan?"

"Aku naik bus saja. Kau bilang kau buru-buru 'kan tadi?"

Seokjin mengangguk. "Kalau begitu aku pergi duluan. Sampai bertemu nanti sore!"

Seokjin berdiri, meninggalkan meja makan dan meninggalkan Yena yang masih melanjutkan sarapannya. "Dia bilang sudah siang, padahal ini masih jam enam kurang. Dasar Kak Seokjin ... kalau begitu harusnya bilang terus terang saja kalau dia mau menghindar dariku."

๑🔹๑

"Bibi berangkat dulu, ya? Lacey jangan nakal di sekolah, belajar yang benar, okay?"

Lacey mengangguk, menuruti kata bibinya. "Bibi juga semangat belajar, ya?"

Sojung tersenyum kemudian memberikan telapak tangannya, mengajak Lacey untuk berhighfive sebentar sebelum Sojung pergi meninggalkan dia dan Ibunya.

"Aku jalan dulu, ya?"

"Hati-hati, Sojung!"

"Ya ... sampai jumpa!"

Sojung melanjutkan perjalanannya, terus melangkah sampai halte bus di depan. Baru sebentar dia menunggu dan duduk di kursi, dia harus bangun lagi karena ada seseorang yang menyapanya dan menawarkan tumpangan.

"Apa tidak merepotkan?"

Jin Ho menggeleng. "Tidak ... tapi kau harus sembari pegang gitarku tidak masalah, 'kan?"

Sojung mengangguk. "Tidak apa-apa."

Sojung mengambil tas gitar pemberian Jin Ho, kemudian membawanya sebelum dia menaikkan diri di atas motor Jin Ho.

Rindu; SowjinWhere stories live. Discover now