EMPAT PULUH SATU

444 65 94
                                    

Lacey masuk setelah sebelumnya mengetuk pintu kamar. Dia menghampiri bibinya untuk pamit pergi karena harus mengerjakan tugas kelompok bersama temannya.

"Lacey ke tempat teman Lacey naik apa? Biar Paman Seokjin saja yang antar, bagaimana?" tawar Seokjin.

Lacey menggeleng. "Temanku sudah menjemputku, kami akan pergi bersama dengan ibunya. Paman dan Bibi di sini saja, bersenang-senang bersama."

Sojung dan Seokjin sama-sama tersenyum. "Kalau begitu hati-hati, ya!" pesan Sojung. "Kemari sebentar dan peluk Bibi!" titah Sojung lagi.

Lacey menurut. Dia naik ke atas kasur, memeluk bibinya dan mencium kedua belah pipi Sojung. Seokjin yang melihat itu berhasil dibuat tersipu sekaligus bangga melihat Lacey yang begitu menyayangi bibinya, dan begitu juga sebaliknya.

"Tidak mau peluk Paman juga?" tanya Seokjin saat Lacey turun dari atas kasur.

Lacey tersenyum, dia menghampiri Seokjin dan memeluk Seokjin dengan manja. Seokjin yang gemas lantas mengusak rambut Lacey, dan mencubit pipi gembul anak itu ketika pelukan mereka terlepas.

"Aku pergi dulu ya, Paman, Bibi!" ucap Lacey terakhir sebelum benar-benar pergi meninggalkan mereka berdua.

Seokjin menatap Sojung lagi. Sekarang di sini hanya ada mereka berdua. Sojung yang mengerti apa yang ada di pikiran Seokjin lantas menggeleng. "Kita pergi ke taman saja, bagaimana? Berhubung masih pagi begini," saran Sojung yang ingin bersenang-senang berdua dengan Seokjin.

Seokjin tersenyum dan mengangguk. "Kita akan bersenang-senang hari ini. Sesuai janjiku, aku akan mengajakmu pergi kencan sampai malam."

"Mau sampai bulan depan pun tak mengapa, asal kau berhasil membuatku merasa bahagia!" balas Sojung.

Seokjin terkikik. "Nanti saat kita honeymoon, kita akan pergi berlibur ke luar negeri selama satu bulan!"

"Aku pegang janjimu, Kak Seokjin!"

"Tentu saja."

๑🔹๑

Sojung duduk di ayunan, sementara Seokjin duduk di bawah dan menggunakan paha Sojung sebagai tumpuan kepalanya. Sojung memainkan rambut Seokjin dengan jari-jemarinya.

Sementara Seokjin sambil berkata, "Aku sudah siap untuk menikahimu. Bagaimana kalau besok kita kembali ke kota dan berbicara mengenai hal ini dengan ayah dan ibuku?" tanya Seokjin tanpa mengubah posisi kepalanya.

Sojung bergeming karena terpaku. Aliran darahnya bergerak lebih cepat karena detak jantungnya yang juga bekerja lebih cepat. "Aku ... maksudku jangan sekarang-sekarang ini, Kak Seokjin. Akan lebih baik kalau kita pikirkan ini sedikit lebih lama lagi. Menikah itu sesuatu yang benar-benar harus dipersiapkan."

Seokjin spontan mengangkat kepalanya dan menatap kesal ke arah Sojung. "Kenapa? Kau tidak mau menikah denganku? Kau tidak benar-benar mencintaiku. Iya?"

Sojung menggeleng takut. Andai Seokjin tahu alasan sebenarnya kenapa Sojung bersikap seperti ini. Sojung yakin, Seokjin akan mengerti.

"Aku hanya belum siap, Kak Seokjin. Aku masih takut ...."

"Takut dengan apa? Itu hanya alasanmu saja! Kau ini memang sudah tidak mencintaiku lagi, 'kan? Selama ini hanya aku yang berusaha memertahankan cinta kita!"

"Bukan begitu, Kak Seokjin. Dengar aku dulu ...."

Seokjin langsung berdiri, menatap marah ke arah Sojung. "Aku tidak sudi mendengar alasan ataupun omong kosongmu itu!"

Seokjin pergi meninggalkan Sojung begitu saja. Sojung sudah berusaha mencegah, tapi Seokjin tetap memilih pergi. Dia tidak tahu harus bagaimana, tapi hatinya terasa begitu sakit melepaskan kepergian kekasihnya.

๑🔹๑

Sampai di apartemen, Sojung langsung pergi ke kamar mandi. Di sana dia menuju wastafel dan langsung memuntahkan semua isi perutnya.

Dia menatap ke arah kaca dan memerhatikan pantulan dirinya. Dia benar-benar terlihat kacau ... dan ini semua pasti karena dia yang terlalu memikirkan Seokjin.

Usai mencuci mulutnya, dia merebahkan diri di atas ranjang pembaringan. Tangan kanannya meraih sling bagnya dan mencari benda pipih berbentuk persegi panjang miliknya.

Dia pergi menuju galeri, melihat foto terakhir yang dirinya dan Seokjin ambil. Mungkin kalau memang setelah ini Seokjin menuntut perpisahan, Sojung harus bisa ikhlas. Setidaknya dari situ dia bisa belajar bahwa cinta tak harus saling memiliki.

Tting!

Ponsel Sojung mendapat notifikasi dari aplikasi situs berita di internet, dan saat itu juga jari Sojung tidak sengaja menekan tampilan notifikasi tersebut.

Sojung membaca judul berita itu, kemudian lanjut membaca semua isi berita itu sampai habis. Dia menggigit bibir bawahnya, khawatir ... takut, dia meneguk ludahnya sendiri. Keringat dingin bahkan sudah membanjiri dahinya.

"Test pack ...." lirihnya benar-benar dengan frekuensi rendah. "Apa mungkin?"

Tanpa banyak berpikir lagi, Sojung langsung menyambar sling bagnya dan bergegas keluar apartemen menuju apotek terdekat.

๑🔹๑

Lacey sudah masuk ke dalam apartemen dan mencari bibinya di kamar, tapi dia tidak berhasil menemukan Sojung.

Dia cari lagi sampai ke dalam kamar mandi, dan di situ dia menemukan bibinya menangis di sudut ruangan. Lacey benar-benar khawatir, dia langsung menghampiri bibinya dan memeluk Sojung dengan hangat.

"Bibi kenapa?" tanya Lacey khawatir.

"Bibi hanya mau berbahagia ... tapi kenapa Bibi tidak bisa dapat kebahagiaan itu?" Sojung malah menjawabnya dengan pertanyaan baru.

Lacey menggeleng. "Bibi harus, dan berhak untuk bahagia! Bibi tidak boleh berbicara begitu. Bibi harus yakin kalau Bibi akan berbahagia," kata Lacey. "Sekarang katakan padaku, Bibi ini kenapa?"

Sojung memeluk Lacey erat. "Janji jangan benci Bibi, ya?"

Lacey mengangguk. "Aku tidak mungkin membenci Bibi ...."

Sojung tidak bisa mengucapkan kalimatnya lagi, dia hanya memberi Lacey sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan ukuran kecil. Dengan dua tampilan garis merah yang ada di layar monitornya.

"Bi ... apa maksudnya ini? Apa Bibi sedang hamil?"

Tangisan Sojung pecah lagi, dia juga memeluk Lacey lebih erat lagi. "Bibi benar-benar minta maaf. Bibi menyesal! Bibi tidak tahu kalau akhirnya Bibi akan hamil begini ...."

"Tapi siapa ayah bayi yang ada dalam kandungan Bibi?"

"Pa-paman Seokjin ...."

"Kalau begitu dia harus tanggung jawab! Dia harus menikahi Bibi sesegera mungkin!" tekan Lacey yang menuntut keadilan untuk Sojung.

"Itu masalahnya ... Bibi tidak mau menikah dengan Paman Seokjin. Kau tahu 'kan kalau Ibunya Paman Seokjin itu sama seperti nenekmu? Yang selalu bertindak jahat pada Bunda," lirih Sojung.

"Kalau begitu tidak boleh! Bibi tidak boleh menikah dengan Paman Seokjin! Bibi tidak akan bahagia kalau bersama dia!" Lacey melanjutkan lagi, "Bibi jangan khawatir, aku akan bantu Bibi mengurus anak Bibi. Kita akan rawat dan besarkan bayi yang ada dalam kandungan Bibi sama-sama."

Sojung mengangguk setuju tanpa meredakan tangisannya. Dia memeluk Lacey, dan tangan sebelah kirinya dia gunakan untuk mengelus perutnya yang kini berisi.

Dia harus buat janji, janji bahwa dia akan menjaga dan merawat anaknya dengan baik. Serta membahagiakan mereka bersama-sama dengan Lacey.

๑🔹๑

Catatan:
Yah, bahaya guis😭 Sojung dibikin hamil sama Seokjin, hiks
Kita harus ketemu di part depan supaya tau kelanjutan ceritanya. Semangat dan sampai ketemu di part 42!💛

Rindu; SowjinWhere stories live. Discover now