EMPAT PULUH TIGA

453 60 63
                                    

Sojung baru saja selesai beres-beres rumah sewaan barunya. Benar apa yang Ibu Jo bilang, rumah ini lebih besar dari apartemen tempatnya tinggal sebelumnya.

Di rumah ini ada dua kamar, dan dua kamar mandi dengan satu di antaranya terletak di dalam kamar utama.

"Aku ambil kamar yang ini saja, biar kamar utama jadi milik Bibi dan anak Bibi nanti," kata Lacey sembari melihat-lihat isi kamar barunya.

"Kalau begitu sekarang Lacey mandi, ya? Bibi mau cari sarapan dulu di sekitar sini," kata Sojung yang kini berjalan ke depan dan malah mendapati wanita paruh baya berdiri di depan pintu rumahnya.

"Maaf, apa benar ini rumah Nona Sojung?" tanya wanita paruh baya itu.

"Iya, benar, Bu. Saya penghuni baru di sini. Ibu cari saya?"

Wanita itu menyodorkan sebuah rantang yang mungkin berisi makanan untuk Sojung. "Ini sarapan untukmu, adikku berpesan untuk menjagamu dengan baik selama kau di sini."

"Maksudmu ... Ibu Jo?"

Wanita itu mengangguk. "... dan perkenalkan, aku Ibu El. Pemilik sekaligus ketua yayasan penitipan anak di samping rumahmu ini."

"Oh ... ya, aku sudah mendengar sedikit cerita tentangmu dari Ibu Jo, Ibu El."

"Kalau begitu silakan dinikmati sarapanmu, dan setelah itu kalau kau berkenan, aku mengundangmu untuk datang ke yayasanku."

"Tentu saja, aku akan datang bersama keponakanku."

"Aku permisi dulu, Sojung."

"Ya, silakan." balas Sojung.

๑🔹๑

Usai sarapan bersama Lacey, sesuai dengan janjinya Sojung akan berkunjung ke yayasan Ibu El. Dia dan Lacey juga bertemu dengan anak-anak yang dengan riang bermain di sana.

"Mereka adalah anak-anak yang dititipkan orang tuanya selama jam bekerja," terang Ibu El.

"Kebetulan aku kekurangan tenaga untuk menjadi guru dan pengasuh di yayasan ini. Apa kau bersedia?" tanya Ibu El.

"Tentu saja aku bersedia," kata Sojung. "Lagipula aku juga sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliahku. Aku ingin fokus mengumpulkan uang untuk masa depan keluargaku. Apalagi sekarang aku sedang hamil."

"Kau sedang hamil, Sojung?" ulang Ibu El tidak percaya. "Di mana suamimu?"

Sojung menggeleng. "Tidak ada. Aku hamil di luar nikah karena kecelakaan, Ibu El."

"Apa? Tapi bagaimana bisa? Apa kau tidak menuntut tanggung jawab dari ayah bayi yang ada dalam kandunganmu itu?"

"Tidak ... aku terlalu takut."

"Untuk apa takut? Bayimu butuh sosok ayah, dan dia harus tanggung jawab atas perbuatannya yang sudah membuatmu hamil seperti sekarang!"

"Ibu El ... tolong doakan saja supaya aku dan bayiku bahagia di masa depan. Aku tidak mau membahas ayah biologis bayi yang ada dalam kandunganku lagi," ujar Sojung.

"Kalau begitu aku minta maaf, dan berharap kebaikkan akan selalu menyertai kalian."

"Amin. Terimakasih, Ibu El!"

๑🔹๑

Keseharian Sojung sebagai wanita hamil dan guru di yayasan penitipan anak sudah berjalan sampai delapan bulan.

Selama ini, dia selalu menikmati hari-harinya bersama perutnya yang kian membesar, Lacey, serta anak-anak kecil yang begitu ceria dan semangat.

"Jadi, satu ditambah satu, hasilnya sama dengan ..."

"DUA!" jawab semua anak yang sekarang sedang menjadi murid Sojung.

"Anak hebat!" seru Sojung sembari menunjukkan kedua ibu jarinya.

"Sekarang, kalau satu dikurang satu ... hasilnya berapa, ya? Ada yang tahu?"

Seorang anak laki-laki yang duduk di meja paling ujung kiri mengangkat tangan. Sojung dengan senang hati mempersilakan anak itu menjawab pertanyaannya.

"Satu, dikurang satu, sama dengan batu!" seru anak itu sembari menghitung dengan bantuan metode jari. Pertama dia tunjukkan jari telunjuknya, lalu terakhir dia tekuk lagi jari telunjuknya.

Sojung tertawa kecil. "Bukan begitu, Aleigra," ujarnya. "Sekarang semuanya perhatikan Ibu Sojung!"

Sojung menulis angka satu di papan tulis menggunakan kapur. "Satu, dikurang satu hasilnya sama dengan nol!"

Anak-anak itu spontan membulatkan mulut. Mengangguk-angguk tanda mengerti. "Sekarang kalau angkanya Ibu ganti. Dua dikurang dua, hasilnya sama dengan?"

"Nol!" seru anak perempuan yang duduk di meja depan Sojung.

"Pandai!" seru Sojung menyahuti. "Ayo beri tepuk tangan untuk Alexa!" pinta dan tuntut Sojung yang membuat semua murid bertepuk tangan semangat.

"Kalau tiga dikurang tiga?" tanya Sojung lagi.

"Nol!" Sekarang semua murid yang menjawab. Mereka terlihat begitu antusias dan begitu semangat. Hal itu membuat Sojung tersenyum bahagia dan merasa bangga.

"Jadi kesimpulannya ..."–Sojung melanjutkan kalimatnya bersama dengan anak-anak yang diajar–"... bilangan angka yang dikurang dengan bilangan angka itu sendiri, hasilnya selalu sama dengan nol."

Sojung memberi tepuk tangan sekali lagi atas semangat belajar, dan kecerdasan mereka semua. Sampai Ibu El datang memberikan tanda istirahat untuk semua murid di kelas.

Anak-anak berjalan beriringan, sementara Ibu El kian mendekati Sojung. "Lelah?" tanyanya.

Sojung menggeleng. "Tidak sama sekali," jawabnya, "ini menyenangkan."

"Sudah berapa puluh anak yang kau ajar dan buat mereka jadi pandai, ya?" Ibu El bergurau. "Kau benar-benar calon ibu yang sempurna!"

Sojung terkikik malu. "Biasa saja, Bu. Aku juga masih dalam proses belajar untuk menjadi ibu yang baik, bijak dan dewasa dalam menentukan setiap keputusan."

"Wah, anakmu beruntung sekali, ya? Ibunya masih mau terus berusaha untuk menjadi ibu yang terbaik walaupun orang-orang sudah banyak yang menganggapnya sebagai calon ibu yang sempurna!"

"Ibu El ini bicara apa? Itu terlalu berlebihan!" tekan Sojung yang semakin malu.

"Aku sedang bicara jujur loh, Sojung ...."

"Ya ... tapi cukup sampai di sini, Ibu El. Kita harus makan siang dan ... ya, aku bawa kue brownies coklat kesukaanmu," kata Sojung sembari menuntun Ibu El keluar kelas.

Ibu El tertawa. "Kau tidak harus menuntunku begini, Sojung!"

"Kalau tidak begini nanti kau tidak akan mau keluar kelas! Kau harus makan kue brownies ini karena kali ini aku bawa yang super istimewa! Aku membuatnya sendiri!" seru Sojung terlihat begitu bangga.

"Kalau begitu akan kuhabiskan semuanya! Kalau bisa malah akan aku bawa pulang untuk keluargaku!"

"Tentu saja! Kau bisa menikmati semuanya sampai kau puas!" balas Sojung.

"Dengan senang hati."

Ibu El berjalan dengan gembira bersama dengan Sojung. Mereka masih sama-sama sedikit tertawa lagi saat Ibu El kembali membuat bualan.

Mereka juga menyapa beberapa anak-anak yang lewat di depan mereka dan memberi mereka senyuman termanis.

๑🔹๑

Catatan:
Sebenarnya aku ga tega banget sama Sojung, Seokjin bajingan si, hiks. Lebih parah dari Jin Ho😫
Tapi santuy, ntar kita liat di ending. Kita hajar Seokjin bareng-bareng buat Sojung😣

Rindu; SowjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang