Bab 26 - Sebuah Rahasia

Mulai dari awal
                                    

Jam menunjukkan pukul dua dini hari, ketika Radit berteriak dengan keringat bercucuran. Rasya yang terlelap di sampingnya langsung terbangun dan berusaha menenangkan Radit. Dia tahu sesuatu pastilah terjadi.

Radit membuka mata, masih dengan nafas terengah-engah, dia menoleh menatap Rasya. Mimpi ini kembali muncul setelah sekian lama.

"Jangan tinggalin aku, Sya," ucap Radit pelan, nyaris tak terdengar.

"I'm here. Aku peluk kamu ya, ayo tidur lagi," balas Rasya sambil mendaratkan kecupan pada kening Radit.

Rasya berusaha tetap tenang ketika kekhawatiran memenuhi hatinya. Ada apa dengan Radit? Perubahan yang terjadi pada Radit membuatnya bingung harus bagaimana.

Rasya masih mendekap Radit sambil sesekali mengusap kepalanya, membuat suaminya itu nyaris tertidur kembali, ketika Rafa terbangun dan menangis.

"Biar aku aja," kata Radit pelan ketika Rasya hendak beranjak dari tempat tidur.

Radit berjalan menuju tempat tidur Rafa, menggendongnya kemudian menciumnya pelan. Tangisan Rafa seketika berhenti, membuat Radit tersenyum.

"Haus ya Sayang?" bisik Radit sambil duduk di tempat tidur, tepat di samping Rasya.

"Udah tiga hari ini Rafa nggak nangis kebangun lho, kenapa Sayang?" Rasya bertanya pelan sambil mengusap kepala bayinya.

"Dia tahu kamu kebangun, makanya ikutan bangun," ucap Rasya pelan. Radit menoleh dan tersenyum menatap Rasya.

"Makasih Sayang, kamu tadi meluk aku kenceng banget."

"Baru kali ini aku lihat kamu mimpi buruk, jujur aku panik," ucap Rasya sambil menatap Radit.

Radit diam.

"Aku nggak maksa kamu untuk cerita tentang apa yang kamu rasain atau pikirin Dit, tapi kamu harus inget, nggak selamanya semua hal bisa kita simpen sendiri. Ada aku, Sayang."

"Iya, Sya," balas Radit sambil menghela nafas.

"Sini, aku balikin Rafa dulu, udah tidur lagi dia," kata Rasya tersenyum, mengambil alih Rafa dari gendongan Radit kemudian berjalan menuju box bayi Rafa.

Radit mengusap mukanya, kemudian membaringkan tubuhnya kembali.

"Mau dipeluk lagi, Sya," ucap Radit ketika Rasya sudah kembali ke tempat tidur mereka.

"Iya sini, aku peluk sampe pagi," bisik Rasya sambil kembali mendekap Radit dan mengusap kepalanya. "Kamu tahu nggak Dit apa yang bikin aku sedih?"

"Aku ke Jogja?"

"Kalo itu aku sebel bukan sedih."

"Terus apa?'

"Lihat kamu sedih."

"Aku nggak lagi sedih."

"Kamu sering sedih, tapi kamu selalu pendem. Hebat kamu! Kamu nangis cuma satu kali di depanku, berapa kali yang di kamar mandi?" Rasya belum berhenti mengusap kepala Radit.

Radit tersenyum, Rasya benar-benar berhasil menghangatkan bagian paling dingin dalam dirinya. Sejak awal sudah dia katakan, Rasya memang anugerah dalam hidupnya.

"Sok tahu! Kapan aku nangis?" cibir Radit sambil mengacak-acak rambut Rasya.

"Coba sekarang nangis, biar berkurang bebannya," jawab Rasya, dia mengatakan ini sudah dengan berkaca-kaca.

Radit memang selalu berhasil menutupi banyak hal dari dia, tapi tidak untuk kali ini.

Radit menarik nafas, kemudian mengelus pipi Rasya, istrinya itu diam sambil menatap Radit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Marriage With(out) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang