55. Rumah Nenek (Part 1)

Start from the beginning
                                    

"Jeno, ayo kita pergil"

🐁🐁🐁

Di perjalanan menuju rumah Nenek, Jaemin sibuk dengan imajinasinya sendiri. Disana tidak banyak orang, jadi dia bisa terus berpegangan tangan dengan Jeno sembari melihat lihat pemandangan indah di pedesaan. Mengagumi bukit-bukit dan taman bunga, lalu Jeno akan membuatkannya sebuah anyaman dari bunga-bunga kemudian memakaikannya dikepalanya.

Dan yang paling penting, penglihatan Kakek dan Neneknya juga sudah tidak begitu jelas, pendengaran mereka juga sudah tidak begitu baik. Jadi dia bisa setiap hari menyentuh Jeno tanpa khawatir ketahuan. Saat Jaemin masih sibuk dengan imajinasinya sendiri, tanpa sadar dia akan menggosok-gosok pahanya sambil terkikik girang. Rumah Nenek benar-benar tempat yang bagus untuk pasangan.

Sedangkan Jeno hanya duduk diam dan terus saja memperhatikan semua tingkah Jaemin. Jaemin akan mengerutkan alisnya, terlihat sedang berpikir keras. Lalu tiba-tiba dia akan terlihat bahagia sambil tersenyum konyol.

Jeno mengeluarkan musik playernya dan membuka buku yang sempat dibawanya tadi. Selama di perjalanan, Jaemin selalu terlihat penuh semangat.

Ketika mereka sudah tiba, Jaemin langsung melompat-lompat kesana kemari. Lalu Jaemin segera menarik Jeno ke dalam sebuah becak. Perjalanan selanjutnya yang mereka tempuh penuh dengan jalanan berbatu yang membuat kepala mereka berdua berguncang-guncang kesana kemari hingga nyaris saling berbenturan. Hampir satu jam, becak tersebut akhirnya berhenti didepan sebuah rumah.

Jaemin segera turun dan berteriak memanggil-manggil Neneknya.

"Nenek!! Aku datang!!"

Nenek Jaemin terlihat berjalan tertatih keluar dari dalam rumah.

"Na Jaemin, kau sudah datang? apa ini temanmu itu? Mamamu sudah menelpon untuk memberitahuku."

Jeno kemudian bergerak melewati Jaemin dan berjalan menghampiri Nenek. Jeno memberikan senyuman terbaiknya pada Nenek Jaemin.

"Halo Nenek, aku lihat sepertinya Nenek masih sangat sehat, dimana Kakek?"

"Dia pergi ke desa sebelah untuk bermain kartu."

"Saya minta maaf sebelumnya karena akan merepotkan kalian selama beberapa hari ini."

"Oh... coba dengar itu. Anak ini, kau tahu bagaimana cara bersikap dibanding Jaemin."

Seseorang yang saat ini sedang berdiri di hadapan Jaemin adalah Jeno versi khayalan. Jeno yang biasanya pelit untuk tersenyum, kini terlihat menebarkan senyumannya kemana-mana.

'Dunia pasti sudah mulai gila!' pikir Jaemin. Jaemin terus saja menatap Jeno hingga mereka bertiga sudah berada di dalam rumah.

Di dalam rumah Nenek terdapat empat ruangan. Ruang kamar yang berada ditengah digunakan sebagai ruangan berdoa bagi para leluhur. Nenek dan Kakek tidur di ruangan paling ujung, lalu juga ada sebuah dapur kecil.

"Karena temanmu juga ikut, Nenek sudah menyiapkan dua ruangan untuk kalian."

Mendengar perkataan Neneknya, Jaemin merasa kecewa.

"Jaemin, yang ini kamar untukmu. Jeno, kau tidur di kamar tamu," Nenek menunjuk ke arah kamar untuk Jeno. "Aku akan mengantarkanmu melihat-lihat."

Jaemin terlihat sibuk mencari cara agar dia bisa tidur berdua dengan Jeno.

Jaemin merasa menyesal kenapa dia tidak menyimpan satu saja kembang api dari acara malam Tahun Baru kemarin, sehingga dia bisa membakar satu kamar di rumah Neneknya sekarang.

Nenek pun membawa mereka ke dalam kamar tamu. "Jeno, kau tidur disini."

"Baik." Jeno masih bersikap sopan.

"Jaemin, kamar untuk mu juga sudah Nenek bersihkan. Nenek akan pergi memanaskan air untuk mencuci muka." Kemudian Nenek segera berjalan meninggalkan mereka berdua.

Melihat Nenek yang sudah berjalan menjauh, Jaemin segera mengendap-endap masuk ke dalam kamarnya. Melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan tingkah Jaemin, akhirnya Jeno mengikuti dari belakang. Dia bisa melihat Jaemin mengeluarkan sebuah palu dari dalam tas yang dibawanya tadi.

'Bocah ini, dia bahkan masih membawa benda itu!'

Kemudian Jaemin memukuli tempat tidur yang ada di kamarnya. Sedangkan Jeno hanya berdiri sambil bersandar di pintu tanpa mengatakan apapun. Apa yang sedang Jaemin lakukan saat ini pada akhirnya akan membawa keuntungan juga untuknya. Jeno mulai menyalakan rokoknya.

Ketika melihat Nenek berjalan kearah mereka, dengan pelan Jeno berkata. "Jaemin, Nenekmu datang."

Jaemin cepat-cepat menyembunyikan kembali palunya kedalam tas. Kemudian dia berteriak mengadu pada Neneknya.

"Nenek, tempat tidurku rusak! Bagaimana bisa aku tidur disini? Dulu kan aku sudah pernah bilang kalau kayu tempat tidur ini sudah mulai lapuk."

Nenek yang mendengar perkataan Jaemin segera meletakkan seember air hangat yang sedang dia bawa, kemudian masuk ke dalam kamar. Ternyata benar, tempat tidur itu rusak. Nenek terlihat sedikit bingung.

"Tapi benda itu masih baik-baik saja tadi pagi."

"Nenek... lalu aku harus tidur dimana?"

"Kalau begitu, aku akan pergi sebentar untuk meminjam tempat tidur di tetangga kita."

Jaemin kembali panik saat mendengar perkataan Neneknya. "Tidak perlu! Mengeluarkan lalu memasukan tempat tidur itu akan sangat merepotkan. Aku bisa tidur dengan Jeno saja."

"Aku khawatir jika kalian harus berdesakan di tempat tidur sekecil itu." ucap Nenek.

"Tidak masalah. Dua orang pria dewasa tidak apa jika sedikit berdesakkan. Lagipula hanya untuk beberapa hari saja. Tidak apa-apa Nenek, Jeno tidak akan mempermasalahkannya kan?" Jaemin menatap ke arah Jeno.

Setelah berkata seperti itu, Jaemin dengan wajah gembira memindahkan barangnya ke dalam kamar Jeno. Sambil melipat kedua tangannya di dada, Jeno menatap kearah Jaemin yang sedang mengeluarkan barang-barang miliknya.

"Na Jaemin, apa kau sungguh begitu putus asa?"


Tbc~


[ piceboo & Angelina, 2020 ]

[✔️] Boyfriend | NominWhere stories live. Discover now