BAB 10: Pertemuan

11.3K 1K 65
                                    

"Saya suka membaca tulisan Mbak Lentera di Nyala Lentera."

Renata berbicara sembari membetulkan letak kausnya. Ia memasukkan ujung kaus berwarna putih dengan tulisan Aku Cinta Malang tersebut ke celana jins yang dikenakannya. Dia dan Lentera sedang bersiap-siap untuk kembali ke Surabaya. Lentera sendiri sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Dia mendengarkan Renata bercerita, tanpa terlalu banyak menanggapi.

"Saya membaca tulisan Mbak pertama kali di HaloNona, lalu nama mbak sering muncul di beberapa media. Akhirnya, saya iseng mencari tahu mengenai Mbak Lentera di Google."

Renata mengepak baju kotornya dalam kantong serut berwarna putih. Semalam, Dion membeli beberapa potong kaus untuk mereka atas perintah Gilang. Lentera sendiri memakainya untuk tidur, karena dia membawa baju ganti.

"Saya penasaran, Mbak Lentera belajar menulis dari mana?" tanya Renata. Dia terus berbicara, meskipun Lentera tak menanggapi.

Lentera mematikan hair dryer, melipat talinya, dan mengembalikannya ke laci hotel. Lalu, dia menyanggul rambutnya. Dengan begitu, lehernya terlihat dengan jelas. Lalu, Lentera menata kembali isi tas ranselnya.

"Otodidak," jawab Lentera. Dia bukannya tidak mengindahkan kalimat Renata dan cerita-ceritanya, hanya saja, dia tidak tahu harus berkomentar apa. "Sama seperti penulis lain, otodidak. Berlatih."

Renata tertawa. Lentera mengerutkan keningnya. "Maaf, Mbak Lentera mirip sekali dengan Pak Gilang. Tanpa basa basi."

"Kau sudah lama bekerja di LM?" tanya Lentera. Lentera menutup ranselnya, meletakkan ke atas ranjang. Lalu, dia membawa tasnya tersebut dan meraih jaket. Renata, melakukan hal yang sama. Mereka berdua keluar dari kamar hotel, menuju lobi.

"Baru enam bulan, Mbak," jawab Renata, ketika keduanya berada di dalam lift. "Saya baru tahu HaloNona ketika bekerja sama dengan LM, tahu gitu, dulu saya melamar kerja di HN saja."

Lentera tertawa kecil. "HN tidak bisa menggaji karyawannya sebaik LM," balas Lentera.

Renata tertawa. "Paling tidak, di HN lebih banyak perempuan!"

"Kenapa?"

"Tahu sendiri, Mbak, bekerja dengan laki-laki lebih banyak menguras tenaga daripada tidak. Apalagi berurusan dengan Pak Gilang," tambahnya. "Omong-omong."

Lentera menoleh ke arah Renata. Dia menunggu kalimat selanjutnya dari perempuan itu. "Mbak Lentera dan Pak Gilang tidak ada hubungan khusus, kan?" perempuan itu memiringkan kepalanya. Seperti, Ers dan perempuan di sekitar Gilang yang lain. Renata menaruh minat pada atasannya. Lentera mendesah. Pada akhirnya, pembicaraan Renata pada titik ini.

"Tidak ada," jawab Lentera biasa. Wajah Renata terlihat lebih cerah, tetapi perempuan itu belum juga puas dengan jawaban Lentera.

"Semalam, saya melihat unggahan foto Pak Gilang di akun instagramnya. Saya yakin, pada foto tersebut siluet dari Mbak Lentera."

Lentera terselamatkan oleh pintu lift yang terbuka. Mereka berdua sudah sampai pada lobi hotel. Maka, Lentera meninggalkan lift, tanpa berniat menanggapi kalimat Renata. Baginya, kalimat tersebut tak perlu ia tanggapi. Itu sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.

***

Gilang dan Dion sudah berada di lobi hotel. Mereka menunggu Lentera dan Renata turun. Ketika melihat Lentera dan Renata sampai di lobi, Gilang menghampiri perempuan-perempuan itu.

Lebih tepatnya, Gilang menghampiri Lentera.

"Kau denganku, ya," tukas Gilang, tepat di depan Lentera. Sebelum Lentera sempat merespon, Gilang sudah meraih tas Lentera dan berbalik ke arah Dion. "Kau sama Renata, nanti makan siang di perjalanan saja. Aku telepon."

Before Wedding [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang