BAB 7: Lekuk Lelah Pada Lengan Kemeja

12.6K 1.1K 37
                                    

Sudah cangkir kopi kedua yang Lentera habiskan malam itu.

Perempuan itu menenggelamkan diri dalam ratusan artikel untuk HaloNona, beberapa artikel untuk blog pribadinya, dan artikel untuk media online lainnya. Lentera bekerja sampai subuh, ia tertidur di atas meja kerjanya, dan terbangun ketika mendengar suara guntur dari luar jendela kamar. Angin pagi itu mengetuk-ketuk kaca jendela, membangunkan ia dari tidur yang teramat singkat.

Hal pertama yang dia rasakan yakni kepalanya yang teramat berat, matanya yang masih terasa lengket, dan hatinya yang terasa begitu hampa. Pada punggung lehernya, ia merasakan beban sekaligus sesuatu yang panas, membuat hatinya semakin tak keruan. Lentera bukan perempuan yang mudah patah hati. Baginya, kehilangan seseorang dalam hidupnya adalah bagian dari hidup. Itu sangat wajar dan ia akan segera menemukan seseorang yang baru. Sebuah siklus yang amat wajar.

Bahkan, Lentera masih memiliki Raka.

Lentera tidak tahu, apa yang dirasakannya saat ini. Kepergian Gilang semalam, seharusnya menjadi kelegaan luar biasa untuknya. Akan tetapi, ada perasaan cemas yang bersemayam pada dadanya dan dia tidak tahu mengenai apa itu. Ia sama sekali tidak menyetujui perjodohannya dengan Gilang, ia pun tidak mencintai lelaki itu. Tapi, apa yang ia rasakan pagi ini sungguh memuakkan.

"Apa aku harus izin hari ini?" gumannya. Ia melihat angin menggoyangkan dedaunan di luar kamarnya. Hujan turun begitu lebat disertai guntur dan angin. "Bagus. Sepagi ini," desahnya. Dia meraih ponselnya dan melihat benda pipih itu akan segera mati, karena baterainya tinggal lima persen saja.

Dee, hari ini aku bekerja dari rumah.

Tak butuh waktu lama untuk Deenar membalas pesannya.

Tidak hari ini, Ra. Kita akan bertemu orang Lentera Media hari ini.

Lentera mendesah membaca pesan Deenar. Tak lama, atasannya itu mengirim pesan lagi.

Kau boleh pulang setelah rapat selesai. Aku baik, bukan?

Kau baik sekali, Dee. Selalu.

Lentera menyerah.

Nampaknya, hari ini dia harus keluar rumah, menerjang badai yang tak ada tanda-tanda untuk berhenti. Berita bagusnya, dia tidak perlu membawa motor sendiri untuk ke kantor, sehingga dia bisa membantu keuangan para taksi daring. Berita buruknya, hari ini dia harus bertemu dengan Gilang, dengan perasaan luar biasa asing dalam dadanya.

Lentera kembali mengambil ponselnya, kini benda tersebut memiliki daya juang tiga persen. Dia mengirim pesan kepada Raka.

Aku merindukanmu. Kau tahu? Kapan kita bisa bertemu?

Sayangnya, sampai benda pipih tersebut tak ada daya sama sekali, tak ada tanda-tanda Raka membalas pesannya.

***

Lentera perempuan yang menarik. Guratan pada dahinya ketika dia marah, giginya yang terlihat jelas ketika dia tertawa, bahkan setiap kali perempuan itu menggerutu, membuat Gilang tertarik. Tentu saja, Gilang juga menyukai cara perempuan itu memperlakukannya di atas ranjang.

Bohong apabila Gilang tidak berat melepaskan Lentera. Tapi, secara logika laki-lakinya, ia harus melakukannya. Ia tak punya banyak waktu untuk mempertahankan Lentera, sedangkan perempuan itu sendiri tak nyaman berada di dekatnya. Ditambah lagi, mereka akan sering bertemu untuk kerja sama dengan HaloNona. Ia tidak ingin mengganggu keadaan masing-masing, yang akan berdampak buruk pada pekerjaan mereka.

Sejujurnya, Gilang sempat mengira Lentera kecewa dengan keputusannya semalam. Dia sangat berharap perempuan itu mencegahnya pergi dan memintanya untuk tetap melakukan perjodohan. Sayangnya, Lentera tidak mengatakan apa-apa. Perempuan itu tampaknya baik-baik saja dengan keputusannya.

Before Wedding [END]Where stories live. Discover now