Bab 9 : Secangkir Lemon Hangat

10.6K 1K 60
                                    

Banyak yang berkata, bahwa terkadang kita tak mengerti mengenai diri sendiri, padahal kita adalah orang yang selalu dekat dengan diri sendiri. Terkadang, justru orang lain yang mengerti dan paham. Orang paling dekat, paling peduli dan paling perhatian.

"Bisa jadi, musuh kita adalah orang yang paling tahu kita, daripada diri sendiri," ucap Deenar.

Senin pagi, Deenar menjemput Lentera di rumahnya. Hari itu, mereka akan bertemu dengan investor HaloNona. Dia merupakan seorang pemilik pabrik cokelat yang berkantor di Surabaya. Mereka akan bertemu di sebuah kafe cokelat.

"Menurutmu, apa aku mencintai Raka?" tanya Lentera. Deenar mengendarai mobilnya dengan tenang, menyalakan lampu sein ke arah kanan. Ketika lampu merah berubah menjadi hijau, Deenar membelokkan mobilnya ke arah jembatan Rolak.

Deenar bergumam. Dia berpikir serius untuk menjawab pertanyaan Lentera. "Sebenarnya, pernikahan bisa terjadi tanpa landasan cinta, Ra." Dia mengarahkan mobil ke arah kiri, ke daerah Jambangan. "Kau tahu sendiri jawabannya. Yah, seperti kau bisa tidur dengan Gilang tanpa rasa cinta."

"Aku mengenal seseorang," Deenar melanjutkan. "Pernikahannya terjadi hanya untuk sebuah status. Ketika dia menikah, dia sama sekali tidak mencintai suaminya. Bahkan, dia baru mengenal suaminya. Jangan mengira mereka dijodohkan seperti halnya kau dan Gilang," Deenar tersenyum. "Mereka berdua menikah, karena mereka membutuhkan satu sama lain."

"Lalu, akhirnya mereka saling mencintai?"

"Ya, seperti yang kulihat, nampaknya, iya. Dan mungkin di balik saling jatuh cinta itu, ada proses yang panjang." Deenar membelokkan mobilnya ke halaman pertokoan. Dia mematikan mobilnya, lalu berkata, "Dua orang yang aku ceritakan barusan, adalah orang yang akan kita temui hari ini."

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Dee," tuntut Lentera.

Deenar menarik napas, kemudian mengeluarkannya. "Cinta bisa datang ketika kau sudah menikah, tetapi kalau kau sangat mengutamakan cinta, nikahilah orang yang kau cintai."

"Kalau aku tidak ingin menikah, apakah itu salah?"

"Tentu tidak, karena ini hidupmu," jawab Deenar. "Jangan terpengaruh oleh omongan orang lain, meskipun orang itu aku." Dia mendesah. "Kenapa kau seperti remaja begini, sih?"

"Raka," tukas Lentera. "Dia bilang, dia mencintaiku." Lentera melihat ke arah Deenar. "Dulu, ketika dia bilang seperti itu, aku mudah membalasnya dengan kalimat yang sama. Tapi, sekarang aku tidak bisa mengatakannya."

"Selamat, kau sudah mulai menyadari perasaanmu sendiri."

***

"Deenar!"

Seorang perempuan berkacamata berseru memanggil nama Deenar. Perempuan itu mengenakan blus berwarna putih dengan rok kuning dengan aksen bunga selutut. Terlihat sangat cantik dan cerah.

"Keira," seru Deenar. Mereka berjabat tangan, lalu berpelukan. "Kenalkan, ini Lentera. Salah satu penulis HaloNona," tukasnya, setelah melepaskan pelukan Keira. "Ra, ini Keira. Dia istri salah satu investor terbesar kita, sekaligus kontributor HaloNona."

Lentera tersenyum dan menjabat tangan Keira.

"Ah, jadi ini Lentera," tukas Keira. "Aku sangat suka artikel yang kau tulis," lanjutnya. "Aku juga sering berkunjung ke Nyala Lentera, loh." Mata Keira menyala-nyala ketika membicarakan tulisan Lentera. Hal itu membuat hati Lentera menghangat. Nyala Lentera adalah nama blog pribadi milik Lentera.

Lentera tersenyum lebar. "Ah, terima kasih," ucapnya. "Senang bisa berkenalan denganmu. Aku sering menyunting artikel-artikelmu," dia mengambil jeda. "Tulisanmu bagus. Hanya, nampaknya kau lebih cocok di fiksi."

Before Wedding [END]Where stories live. Discover now