Part 19 : Dzero

344 30 0
                                    

Sebuah gedung yang sudah lama tak di tinggalkan itu kini terisi oleh anak anak remaja. Asap rokok bergelembung di sana tanpa mengusik ketenangan mereka, seolah itu hal biasa terjadi.

Ada yang tengah mengombrol sambil meminum minuman bersoda, dan kini tampak bungkus bungkus cemilan berserakan.

Beberapa juga tengah asik berteriak tidak jelas dengan ponsel masing masing, yang tampak menampilkan arena pertempuran disana. Bukan itu saja, ada juga tertidur tanpa melihat tempat, dan anehnya itu tak terusik dengan suara tawa ataupun obrolan obrolan tak berfaedah dari temannya.

Di halaman gedung itu berjejer rapi motor sport merah, tanpa takut di ambil maling.

Jika dari luar, kita dapat melihat bendera yang terbentang di atas gedung itu. Sebuah simbol lingkaran berapi yang terdapat huruf 'D' di tengahnya, dan di bawahnya tertulis Zero.

Sebuah motor sport yang sama pun tiba disana, orang itu membuka helm yang ia kenakan. Cowok yang kini memakai seragam SMA itu masuk tanpa takut kedalam gedung itu.

Cowok itu menatap kesekeliling gedung, matanya menangkap ketidak adaan reaksi dari penghuni gedung ini. Semuanya sibuk dengan kegiatan masih masing, cowok itu menggelengkan kepalanya tak abis pikir akan hal ini.

Kalok ada yang nyerang, abis ni batin cowok itu lalu berdehem sedikit keras, membuat semuanya menoleh padanya.

Semuanya terkejut, mungkin? karna masih ada orang yang dengan santainya menguyah cemilan. Melihat keterdiaman semuanya membuat cowok itu menaikan sebelah alisnya.

"Ngapain lo berdiri di situ, kayak patung pancoran ae" celetuk salah satu orang disana. Cowok itu menyengir, lalu masuk kedalam.

"Mau minum ris?" tawar seorang cowok yang menggengam minuman berkaleng itu, Aris menggeleng.

"Mau main uler tangga?" Aris menggeleng lagi, "kuy mabar kita" dan lagi Aris menggeleng.

Seorang cowok geram sedari tadi akhirnya angkat bicara, "terus elo mau apa ris, elo kayak gadis yang udah diperawani ae. Diem, seduh. Atau lu pms?" celetuknya.

Aris menggeleng, "bang Billy mana?" ucapnya yang membuat semuanya bernafas lega.

"Gue kira ni anak sariawan"

"Bukannsariawan mah ini, tapi mendadak bisu" sambung teman lainya, Aris bersedekap sambil menunggu teman temanya menjawab pertanyaanya.

Hampir lima menit Aris mendengarkan celotehan teman temanya itu, membuat kupingnya panas saja.

Aris berdehem, mebuat hening seketika melanda. "Noh diatas" tunjuk salah satu orang itu, tanpa banyak tanya Aris melangkah keatas.

Samar samar menuju tangga aris dapat mendengar obrolan teman temanya itu.

"Pms tu anak?"
"Iya kali, kebanyakan kelapa muda"
"Apa hubunganya dodol?" tanya orang yang sama.
"Lah kalian emang ngomong apa tadi"
"Tau ah suripto suripto" tampak nada pasrah terdangar dari orang yang menimpali ucapan itu.

Aris mendengus mendengar obrolan teman temanya, kenapa bisa ia memasukan orang orang seperti itu. Cowok itu tanpa mengedahkan obrolan itu langsung menaiki tangga menuju ruangan atas.

Aris membuka sebuah pintu lalu tanpa mengetuk atau mengucapkan salam, cowok itu menyelonong masuk begitu saja.

"Gimana bang, siap?" tanya Aris, namun tampaknya cowok di hadapabnya masih fokus dengan kegiatanya. Billy tengah mencoret, lebih tepatnya menggambar sebuah strategi untuk mengalahkan musuh.

Aris duduk dikursi samping Billy sambil memperhatikan apa yang tengah dibuat Billy. Setelah siap, Billy mentap hasil gambar yang penuh letak letak pertempuran sambil menyeringai.

"Ya, tinggal tunggu waktu main nya aja" balas Billy.

Aris mengangguk, lalu melihat hasil yang Billy buat. Sambil mendengarkan Billy yang tengah menjelaskan tentang strategi yang ia buat.

"Tapi, kayaknya Darma akan lolos kali ini" ujar Billy membuat Aris menaikan satu alisnya.

"Kenapa? Bukanya lo udah mikirin mateng mateng"

Billy menghembusakan nafasnya, "lokasi pesta Wemonster itu lokasi baru. Sebelumnya mereka akan menggunakan markasnya untuk ngadain pesta, tapi ini di tempat lain. Gue gak tau ditempat itu ada jebakan atau tempat tersembunyi, gue belum pernah kesana sebelumnya" jelasnya.

"Terus gimana bang?"

"Kita akan pecah pasukan, kita buat dua paskuan. Tapi firasat gue, akan ada korban" ujarnya.

"Korban?"

Billy mengangguk, lalu menatap Aris serius. "Tapi gak usah di pikirin, gue nyakin rencana ini bagus" ucapnya.

Aris tersenyum penuh arti, "gue tau lo dapet diandelin bang" ujarnya yang menatap bangga Billy.

"Ya tentu lah, pak Ketua" ejeknya.

***
"Bisa gak sih gak usah ngikutin gue? sedari tadi loh ini, gue mau ketoilet" perotes Tari saat melihat Oji mengekorinya menuju toilet.

"Gue kan ngejagain lo" jawab Oji.

Tari mendelik mendengar itu, "tapi gak segini nya keles" ucapnya. Tari sedari tadi risih di ikuti oleh Oji, walaupun Oji sudah menjelaskan bahwa ia disuruh oleh Aris tapi tetap saja Tari risih.

Cewek itu juga sedikit sebal tentang penjelasan itu, bisa bisanya Aris menceritakan tentang kejadian waktu itu pada kakak kelasnya ini. Ingin sekali Tari menghajar cowok itu, jika saja tidak mengingat kebaikan Aris padanya.

Tari melotot menatap Oji, "pergi sana" usirnya.

Oji berdecak mendapat usiran itu, astaga harga dirinya turun ini. Bisa bisanya seorang cewek yang notebe adik kelasnya mengusir sat mau ia jagai. Sabar, satu kata yang Oji rapalkan dalam hatinya.

"Gue kan tunggu di luar, kagak ikut masuk" bela nya.

"Enggak, udah sana" usir Tari kembali, yang benar saja masa Oji menunggu nya ditoilet. Kan Tari tidak enak dibuatnya, cewek itu tersadar jika ia bukan sapa sapa yang harus dikawal sedemikian rupa.

Oji berdecak lalu melangkah pergi meninggalkan Tari yang bernafas lega. Lalu cewek itu masuk kedalam salah satu toilet.

Di luar sana tiga orang tengah berdebat, "lo nyakin mau ngelakuin nya. Kalok ketauan guru bisa masuk bk kita" ujar cewek bernama Fania.

Cewek berlambut gelombang itu tersenyum, namun tatapanya menusuk kedua teman di hadapanya. "Gak bakal masuk bk, kalok di antara kita gak ada yang ngasi tau guru" ujar Naura.

"Key lakuin" tambahnya, Kayla cewek yang di suruh itu mengangguk patuh, lalu masuk kedalam toilet.

"Ra kayak nya lo keterlaluan deh, tuh cewek gak salah apa apa" kata Fania.

Naura menatap tajam Fania, "lo diem deh, gue gak butuh pendapat lo" ucap pedas Naura.

Fania terdiam mendengarnya, mau bagaimana lagi ia tidak dapat melarang cewek ini.

Keyla keluar dengan senyum bahagia, "gimana berhasil?" tanya Naura. Keyla memberi jempol kanannya sambil mengucapkan berhasil tanpa suara.

"Lo yakin ra, dia gak ada yang bukain?" tanya Keyla.

"Nyakin gue, hari ini guru pada rapat. Kita pulang cepet, gue nyakin anak anak gak akan ketoilet" jawab Naura.

"Rasain lo, sapa suruh deketin Iqbal nya gue" ucap Keyla, kemudian ketiganya berlalu dari sana.

Kisah MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang