Nomor 6 Kesepakatan Bersama

Start from the beginning
                                    

Kepala Lanita menggeleng. "Nggak, ah. Bau."

"PAKE!" Rama kembali membentaknya.

Mie yang bahkan masih berada di bibir, Lanita tahan, sebab ia amat terkejut karena Rama begitu keras memarahinya. Hanya gara-gara lotion nyamuk. "Kok marah-marah lagi sih?"

"Gue nggak marah!" elak Rama.

"Itu marah."

Rama diam sejenak, menghela napas panjang karena tersadar bahwa daritadi emosinya belum juga stabil. Ia lantas mengambil satu minuman botol ion yang ada di plastik dan langsung meneguknya dengan cepat.

"Ngomong-ngomong, kita udah pacaran, ya?" Seketika Rama tersedak. Lanita mengerjapkan mata karena merasa heran. "Kalo lo lupa, gue di sini, dan denger jelas apa yang lo bilang sama dua pria tadi. 'Kalo gue pacarnya, kenapa?!' Gila! Keren banget Kak Rama tadi."

"Gue nggak ingat. Cepetan makan! Teman-teman gue nyariin." Rama kembali meminum isotonik berwarna oranye tersebut.

Lanita mengerucutkan bibir. Kembali memakan mie instan yang sudah diseduh oleh Rama. Takaran air dan bumbunya begitu pas menyatu. Jarang ada orang yang memasak mie dengan takaran sesempurna ini. Rama memang benar-benar idaman. Dalam memasak mie loh, ya.

***

Tubuh Lanita bersandar dengan posisi wuenak di kursi plastik berwarna biru yang disediakan oleh minimarket. Perutnya terasa kenyang karena dominan mie dan air, jadinya begah. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk menyantap semua makanan yang Rama belikan.

Kali ini, Rama sudah merasa tugasnya selesai membantu Lanita soal makan. Makanya ia bilang, "Pulang. Gue udah cariin taksi online."

Mata Lanita mengerjap, pantas saja saat ia makan tadi Rama menanyakan alamat. Lanita kira itu maksudnya adalah Rama yang akan antar, bukan taksi online. Rama benar-benar cerdik. "Loh, nggak mau anterin gue pulang gitu?"

"Gue ada urusan di rumah Syahdan."

"Ikut!" seru Lanita semangat.

"Pulang," tegas Rama tak terbantahkan.

Bibir Lanita mengerucut seperti anak kecil, matanya terus menyorot Rama dengan memelas dan minta dikasihani, kedua tangannya terlipat di atas meja, dan sekarang ia siap bersikap manja demi mendapatkan tumpangan. "Kak Rama, apa lo nggak ngerasa kasihan? Udah buang gue ke pinggir sungai, lihat juga nih badan gue jadi bentol-bentol, mana tas dan hape gue hilang, terus sekarang dengan teganya, lo nggak mau tanggung jawab bawa gue selamat sampai rumah."

Rama menoleh ke jalan. "Itu taksinya."

"Kak Rama!" rengek Lanita.

Mobil avanza berwarna hitam menepi di depan minimarket. Rama segera berbicara pada sopir apakah sesuai dengan alamat yang ia pesan atau tidak.

Selagi mereka bicara, Lanita mengangkat tangannya yang mencakar Rama dari jauh. "Iih, kalo bukan karena lo jadi kunci buat gue masuk universitas favorit, udah gue gigit lo!"

Badan Rama berbalik. Lanita segera menurunkan tangannya dan memasang sikap normal.

"Naik sana," titah Rama.

"Cancel aja, ya, Kak," pinta Lanita memelas.

Rama langsung menarik tangan Lanita agar berdiri, berjalan menuju mobil avanza yang terparkir. Kemudian Rama membukakan pintu belakang.

BEFOREWhere stories live. Discover now