43

66 31 0
                                    

"Ini kamar lo, Cha?" tanya Anggi saat memasuki kamar Acha yang di mana kamar Acha memiliki tema frozen.

Hari ini mereka akan ada latihan nyanyi di rumah Juna. Sesuai janji mereka kemaren. "Iya. Ini kamar gue."

"Ini juga, ya. Terus kamar yang di sebelah? Kamar untuk tamu, ya?"

"Bukan, itu kamar adek gue. Jenny namanya, nanti kalau ketemu sama dia, buang muka aja, soalnya dia itu menyebalkan."

"Kayak Kelvin, ya?"

Acha menggeleng. "Adek gue nggak sama dengan Kelvin. Adek gue baik, dia nggak akan meninggalkan Kakaknya."

"Maksudnya? Lo udah pernah di tinggalkan oleh Kelvin, gitu maksudnya?" tanya Anggi heran dengan ucapan Acha barusan. "Pernah pacaran dengan Kelvin?"

Acha menggigit bibir bawahnya, termakan dengan omogan sendiri. "Kagak, gue cuman mau bilang, walaupun Adek gue menyebalkan tapi dia sering perhatian sama gue. Misalnya kalau gue lagi sakit, dia yang selalu di samping gue."

"Bilang dong. Biar gue nggak salah paham sama lo." Anggi menatap dinding kamar Acha yang di tempalkan beberapa gambar. "Ini buatan lo, ya?"

"Bukan."

"Hmm.. terus? Juna?"

"Dari seseorang yang tidak perlu di sebutkan namanya." Ada beberapa gambar pemberian Kelvin yang tidak di simpan oleh Acha, gambar itu hanya menjadi hiasan kamar belaka, bukan untuk mengenang mantan.

"Sepertinya dari mantan." Anggi membaca caption yang ada di bawah salah satu gambar. "Jadilah seperti Sakura, Cha. Yang selalu setia menanti Sasuke." Anggi terkekeh membaca caption itu. "Sepertinya dia jago ngegombal, ya?"

"Mungkin, dia ahli dalam bidang itu."

Anggi kembali membaca caption pada gambar kedua. "Merpati itu lambang kesetian. Bisakah kamu meniru kesetian merpati itu, Cha?"

Anggi menoleh kepada acha. "Kok kalian bisa putus, sih? Sepertinya cowok ini sangat romantic."

"Dia yang meminta."

"Alasannya?"

Acha menggeleng. "Katanya sudah tidak lagi cinta. Dia bilang, kalau cinta itu hanya untuk orang yang bodoh."

"Iiiih, bego kali cowok kayak gitu. Siapa, sih? Kok gue penasaraan sama dia. Padahal dia menyuruh lo untuk setia, sedangkan dia malah menganggap cinta itu bodoh."

"Lo nggak perlu tau, Nggi."

Anggi menarik nafas panjang. "Tapi juna taukan siapa cowok ini?"

"Nggak. Lagian buat apa mengenang sesuatu yang seharusnya di lupakan?"

Anggi memegang pundak Acha. "Kalau lo benar-benar ingin melupakan dia, kenapa masih menyimpan fotonya?"

Acha tersentak mendengar perkataan Anggi barusan. Bahkan barang pemberian Kelvin masih dia simpan dengan rapi. "Buat kenangan doang."

Anggi mengangkat bahu, tidak ambil pusing. "Gue mau ke toilet dulu. Pengen PUP."

"Iya. WC ada di sana."

Anggi berjalan ke toiley yang di tunjuk oleh Acha. Bahkan toilet juga mendapatkan tema Frozen, sepertinya Acha sangat menyukai film Frozen. "Cha, tissue toilet nggak ada nih."

"Dalam lemari, coba lihat deh."

Anggi membincang-bincang lemari toilet, tapi tidak ketemu. "Nggak ada, Cha. Bantuin gue carinya dong. Gue ini tamu, harus di layani kayak Ratu."

Anggi mengobrak-abrik isi lemari itu, tapi tidak ada tissue yang dia temukan. malahan Anggi mendapatkan sebuah kotak dalam lemari itu. Anggi membuka kotak itu, berpikir isi kotak itu adalah tissue.

Namun siapa yang menduka, jika isi kotak itu bukanlah tissue melainkan barang pemberian Kelvin. "Udah ketemu?" tanya Acha baru masuk ke dalam toilet.

Anggi yang melihat keberadaan Acha segera memasukan semua barang ke dalam kotak. "Be..belum."

Acha kaget sendiri saat melihat Anggi memegang kotak yang berisi barang pemberian Kelvin. Acha segera mengambil kotak itu dari tangan Anggi. "Lo udah lihat isinya?"

Anggi meneguk saliva. "Belum. Baru aja gue mau lihat, eh lo udah nongol."

"Lo seriuskan belum lihat isinya."

"Belum, Cha. Emang isinya apaan? Jangan-jangan pemberian dari mantan lo itu, ya?" Anggi menyenggol bahu Acha, menghilangkan rasa gugup yang ada dalam dirinya.

"Iya."

"Boleh gue lihat nggak?"

Acha menggeleng, meletakan kotak itu ketempat semula. Lalu mengunci lemari itu agar tidak ada yang membukanya lagi. "Nggak usah di lihat. Nggak penting." Acha melemparkan tissue kepada Anggi. "Cepat, yang lain udah menunggu."

"Oke. Gue PUP nggak lama kok. Hehehe."

**

Semenjak kejadian Anggi menemukan kotak tadi, Acha lebih banyak diam. Bukan hanya Acha, bahkan Anggi jauh lebih pendiam dari pada sebelumnya. "Tumben burung beo jadi wanita pendiam kayak gini?" tanya Brian setelah merapikan alat music setelah latihan nyanyi.

Kelvin menoleh ke Anggi. Menempelkan telapak tanganya di jidat Anggi. "Sakit, ya?"

Anggi menggeleng. "Nggak, kok. Gue tadi mencret. Perut gue sakit banget. Obat mencret apa, ya?"

"Makan sambal ulek banyak-banyak. Gue jamin bertambah sakit lo entar."

Kelvin menjitak kepala Iqbal yang susah diajak serius. "Mau gue anterin ke dokter?"

"Nggak usah. Sekarang udah mendingan kok." Anggi terdiam sejenak. "Tapi tumben lo perhatian sama gue? Udah suka sama gue?"

"Nggak. Risih aja lihat tampang kusut lo tadi."

Anggi tersenyum kecut. "Sepertinya mantan lo jauh lebih baik dari pada gue, ya?"

"Mungkin."

Anggi menoleh kepada Juna. "Juna, bisa ngomong sebentar nggak? Tapi secara pribadi." Anggi menatap Acha. "Tenang Cha. Nggak gue ambil pacar lo. Lagian ada sih kampret dalam hati gue." Anggi memukul bahu Kelvin, lalu tersenyum.

"Mau ngomong apa? Di sini aja, deh. Gue nggak bisa meninggalkan pacar lama-lama."

Anggi memutar bola mata jenuh. Lalu membisikan sesuatu ke telinga Juna. "Mau dengar apa nggak nih?"

Juna terdiam sejenak. "Kenapa nggak tanya aja sama orang yang bersangkutan?"

Anggi menabok punggung Juna dengan kuat, bahkan cowok itu meringis kesakitan. "Dia susah di harapkan."

"Oke, kalau lo ingin bertanya sama gue." Juna berdiri, mengusap puncak kepala Acha dengan lembut. "Pacar tunggu bentar, ya. Saya mau berbisnis dulu sebentar."

Acha mengangguk. "Iya." Acha menatap kepergian Juna dan Anggi dengan was-was. Semoga saja Anggi tidak ingin menceritakan masalah kotak tadi kepada Juna. Tapi, bukankah Anggi belum tau masalah kotak itu? Atau Anggi sudah tau tapi pura-pura tidak tau? Entahlah, Acha mulai cemas.

💐💐💐

Jangan lupa vote dan comment. 🎃🎃

The Hows Of Us ✓On viuen les histories. Descobreix ara