35

73 30 0
                                    

"Juna, guru udah masuk, tuh. Ngapain masih di sini?" sejak tadi Acha berusaha untuk mengusir Juna dari kelasnya, bukan karena nggak suka dengan keberadaan Juna, melainkan Acha takut jika Juna bakalan kena hukuman.

"Gue belum bilang sama pacar, ya? Gue dan yang lainnya pindah kelas."

"Ha? Sejak kapan? Kenapa baru bilang sekarang? Kok nggak kasih tau Acha sejak awal?" tanya Acha beruntun.

"Hehehe.. kelupaan, Cha."

Guru masuk, kalau di lihat dia adalah guru baru. Dan lagi, dia masih muda dan cantik, sepertinya belum menikah. Suasana kelas menjadi heboh karena kedatangan guru itu. Apalagi kelas sudah kedatangan empat murid nakal, pasti tambah heboh. "Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama Ibu Cherly. Apa kabar?"

"Buk, udah punya suami apa belum? Atau udah punya pacar?" tanya Brian tanpa menjawab pertanyaan Cherly tadi.

Cherlly tersenyum manis, sehingga memperlihatkan lesung pipi kiri kanan. "Belum, kenapa tanya itu?"

"Allhamdulliah, ternyata tuhan telah mempertemukan jodohku. Sekian lama mencari akhirnya telah datang."

"Tau nggak, sih? Makan mie tanpa nasi itu terasa ada yang kurang? Sama kayak aku dan kamu? Tanpa dirimu hidupku terasa hampa," gombal Iqbal kepada Cherly. Raja gombal emang jatuh kepada Iqbal. "Eh, nggak jadi deh Nuk. Gombalan tadi untuk Citra aja, deh."

Citra menoleh kepada Iqbal, tapi kembali mengalihkan pandangannya saat Iqbal tersenyum kepadanya. "Buk!!" panggil Juna tidak mau kalah.

"Iya, apa?"

"Coba ibu lihat mata saya. Ada yang masuk kayaknya, deh. Sakit banget rasanya."

Cherlly mendekat ke Juna, menatap mata Juna yang tidak kenapa-napa. "Nggak ada apa-apa, kok. Kenapa?"

"Beneran nggak ada apa-apa? Tapi saya kok bisa melihat masa depan saya, sih?"

Wajah cherlly bersemu merah, merasa malu dengan gombalan Juna barusan. "Raja gombal, ya?"

"Masa depan saya bukan Ibu, tapi wanita yang ada di samping saya." Juna menunjuk Acha yang sedang menutupi wajahnya dengan buku. Mungkin wajahnya saat ini bersemu merah.

"Di kirain untuk ibu. Padahal udah baper, loh."

"Sama saya aja, Buk. Saya juga jomblo, nih. Mau apa kagak? Diskon hanya berlaku pada hari ini."

"Emang kamu barang belanjaan apa? Tapi sebenarnya Ibu sudah tunangan." Cherlly memperlihatkan cincin yang tersemat di jari kelingkingnya, sehinga membuat kelas semakin rusuh.

"Baru saja bilang jodoh, eh ternyata jagain jodoh orang," ucap Brian memegang dadanya, sebagai ekspresi sakit hati yang berkecamuk.

"Selama janur kuning masih belum melengkung tikungan masih tetap ada." Brian berdiri dari tempat duduknya, mengambil karet yang terikat di bajunya. Brian membentuk karet itu seperti sebuah cincin. "Sama saya aja, Buk. Dijamin bahagia, kok."

Cherlly tertawa renyah. "Aduh. Ibu nggak mau sama bocah, apalagi yang masih ingusan," ucap Cherly begitu sadis dan menyayat hati bagi siapa saja yang mendengarnya.

"Begitu mudahnya kau patahkan hatiku yang rapuh ini." Brian terduduk lemas, menutupi wajahnya dengan buku. "Begitu sakit yang saya rasakan, terasa teramat pedih."

"Kalian ini, ya. Ibu baru beberapa menit masuk ke kelas ini. Sikap kalian udah kayak gini." Cherlly menggeleng, namun tetap tersenyum. "Tapi cuma kalian bertiga aja yang heboh, yang lainnya nggak."

"Seharusnya berempat, buk. Tapi yang satunya lagi takut sama bininya." Brian menunjuk Kelvin yang sedang duduk berduan dengan Anggi. Namun bukannya terlihat mesra mereka berdua terlihat seperti suami istri yang sedang berantem.

"Sekarang nggak usah pacaran. Takutnya malah jaga jodoh orang."

"Emang Ibu pernah ngalamin?"

"Pernah," jawab Cherly cepat. Sepertinya bakalan curhat kepada muridnya. "Malahan dia nikah sama teman Ibu, terus nggak di undang lagi."

"Kalau jaga jodoh sendiri, nggak papa, kan?" Juna mengedipkan matanya kepada Acha. Sedangkan Acha memukul bahu Juna dengan pelan.

"Juna, jangan bikin malu, deh," ucap Acha.

"Buk, saya diam dulu, ya. Soalnya pacar udah marah, nih." Juna menggerakkan tangannya ke bibir, sebagai tanda dia mengunci mulutnya agar tidak berbicara lagi.

"Buk, tau nggak wanita tercipta dari apa?" tanya Brian, kegilaannya semakin menjadi.

"Tulang rusuk," jawab Cherly.

"Ibu udah tau siapa pemilik tulang rusuk itu?"

"Belum lah, kan belum nikah."

"Kok nggak tau, sih? Padahal kamu tercipta dari tulang rusuk saya," ucap Brian yang membuat satu kelas menjadi heboh.

"Buk!!" panggil Iqbal. Tidak mau kalah dengan brian.

"Iya apa lagi? Ya ampun sikap kalian ini emang pada unik, ya." Baru kali ini Cherly menemukan anak murid yang memiliki sikap yang kampret.

"Mau nanya. Jika seseorang mau melakukan apa saja untuk orang yang di sukai, itu artinya apa, ya?"

"Sayang."

"iya, aku juga sayang sama kamu." Kelas semakin heboh dengan ucapan Iqbal barusan. Bahkan Cherly hanya bisa menggeleng mendengarnya.

"Kalian ini. Udah di bilangin ibu sudah tunangan masih aja berani ngegombal."

"Baru aja tunangan, Buk. Kalau ibu nikahnya sama saya, Ibu bisa apa? Bahkan tunangan Ibu itu nggak bakalan bisa berbuat apa-apa jika ibu nikahnya sama saya."

Cherlly mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, memberikannya kepada Iqbal, undangan pernikahan. "Tolong datang, ya. Kelas ini wajib datang ke pernikahan ibu."

"Pasti batal!!" Brian mengembalikan udangan itu kepada Cherly. "Karena kamu adalah tulang rusuk saya."

"Udah, ya. Kita sekarang mulai..." baru saja Cherly ingin bilang belajar, malah bel pergantian jam terlah berbunyi. "Hmm, karena anak murid Ibu yang nggak berhenti ngegombal akhirnya bel udah bunyi."

"Udah habis, ya? Padahal saya mau berlama-lama melihat Ibu di sini," ucap Brian bersedih. "Tapi kita akan bertemu lain kali."

Cherlly menggeleng-geleng melihat tingkah abstrak Brian. "Baiklah, kalau begitu ibu keluar dulu. Tunggu guru selanjutanya. Asslamualaikum."

💐💐💐

Don't forget vote and comment. 🎃🎃🎃

The Hows Of Us ✓Where stories live. Discover now