31

74 28 0
                                    

Acha naik ke atas sepedanya dengan bantuan Juna lebih tepatnya. "Lo kayuh pedal sepedanya. Nggakak usah takut, nggak akan jatuh, kok," ucap Juna sambil menuntun sepeda.

"Ini nggak akan jatuh, kan?" tanya Acha masih dengan rasa takut, tapi dia tetap mengayuh pedal sepeda itu. "Kalau jatuh sakit, nggak?" Acha menoleh ke Juna, namun kembali menatap ke depan. Jarak antara Juna dan Acha saat ini sangat dekat.

"Sakitlah, tapi kalau nggak mau sakit jatuh cinta sama gue aja." Juna tersenyum kepada Acha. Padahal dalam hati menggerutu, kenapa dia mengatakan hal itu. Dasar Juna bego. "Bercanda kok, Cha. Jangan dianggap serius," ucap Juna akhirnya takut jika Acha salah paham.

"Emang nggak boleh kalau beneran jatuh cinta?"

Kali ini Juna yang salah tingkah dengan perkataan Acha. Ucapan Acha emang selalu tidak terduga, tadi malam nanya apakah Juna suka kepadanya dan sekarang malah bilang apakah boleh jatuh cinta kepada Juna. "Bo..boleh, kok."

"Karena kita tidak berhak untuk memaksa orang untuk melupakan dan menjauh, kan?"

"I iya, Cha." Juna melepaskan pegangannya pada sepeda, karena merasa Acha sudah terbiasa dalam mengayun pedal sepeda. "TATAPAM TETAP KE DEPAN, JANGAN LIHAT KE MANA PUN!!"

Bukannya menuruti perintah Juna, Acha malah memejamkan matanya. Sehingga Acha menabrak pohon jambu yang ada di dekat rumahnya. Sepeda Acha terjatuh begitu dengan pilotnya.

Juna berlari ke Acha, menjauhkan sepeda yang menimpa tubuh Acha. "Lo nggak papa, Cha?"

Acha menunjuk ke celananya yang robek pada bagian lutut. Dan lagi, lutut Acha itu berdarah. "Katanya nggak akan jatuh, tapi tetap aja jatuh."

"Lo tadi tutup mata, ya?"

"Iya." Acha meniup kakinya yang terluka itu, lumayan pedih.

Juna berjongkok, menyuruh Acha untuk naik ke tubuhnya. "Biar gue gendong sampai ke rumah lo."

"Nggak usah, gue takut sama tanggapan orang. Lagian gue bisa berdiri, kok." Acha berdiri, tapi jalan Acha terpincang-pincang.

Juna ikut berdiri. "Lo itu susah di bilangin, ya?" Juna mendekat ke Acha. Lalu mempopong Acha tanpa izin gadis itu.

Sedangkan Acha berteriak minta di turunkan, namun Juna tidak menghiraukannya. Sampai di rumah, baru Juna menurunkan Acha, meletakannya di atas sofa. "Kenapa?" tanya Jenny, yang saat itu juga sedang berada di ruang tamu bersama Kelvin.

"Jatuh naik sepeda tadi. Jenny, tolong carikan obat."

"Letaknya tinggi, Jenny pendek. Nggak bisa menjangkaunya. Ambil aja sendiri." Jenny masih sibuk dengan lukisannya. Saat ini Kelvin mengajarkan Jenny cara menggambar.

"Iiihh, Jenny. Kalau kaki kakak di amputasi mau tanggung jawab?" tanya Acha sedikit kesal, bahkan menyempatkan untuk menendang bokong Jenny yang duduk di depannya.

Jenny menggerutu. "Ayo ikut." Jenny menarik tangan Juna agar berdua mengambil P3K.

Sehingga yang tinggal saat ini hanyalah Acha dan Kelvin. "Lo nggak papa?" tanya Kelvin, tapi tidak menoleh kepada Acha melainkan sibuk dengan ponselnya.

"Nggak, kalau parah palingan bisa di amputasi."

"Kenapa? Pengen lengket terus dengan Juna? Biar Juna sering berada dekat lo? Gitu?"

"Kenapa? Lo cemburu jika gue dekat dengan Juna?" Acha menatap Kelvin sadis, walau dalam hatinya saat ini terluka dengan perkataan Kelvin barusan. "Kok diam?"

"Karena gue tau. Jika lo suka dengan kemenangan. Jadi biarkan saja lo berkoar-koar, dan anggap lo benar!"

"Jadi lo cemburu?"

The Hows Of Us ✓Where stories live. Discover now