Kelvin mendecih. Kembali bermain ponsel karena Juna dan Jenny telah datang. "Lo ngajarin anak orang kayak gimana, sih? Sampai terluka kayak gini?"

Juna tidak menghiraukan perkataan Kelvin, malahan dia sibuk mengobati kaki Acha yang terluka itu. "Sakit, ya?" Juna meniup luka di kaki Acha, agar tidak merasakan perih.

Acha meringis berberapa kali, bahkan memukul tangan Juna kalau mengobatinya dengan kuat. "Pelanin dikit."

Juna memasang handsaplast setelah membersihkan luka yang ada di kaki Acha. "Lain kali nggak usah belajar naik sepeda. Nanti, kalau ke pengen naik sepeda, dengan gue aja. Oke?"

"Manjah!" ucap Jenny tiba-tiba. "Gitu aja sakit. Bilang aja kepengen di perhatikan. Kayak janda kurang belain."

Acha mencubit mulut Jenny yang suka asal ngomong. "Mulut kamu ini emang pantas untuk dijahit. Emang kamu pikir semua janda kurang belain? Bunda nggak kayak gitu."

"Tapi kamu yang kayak gitu." Jenny menarik tangan Kelvin untuk pergi meninggalkan ruang tamu. "Belajar main piano aja kak, besok aja belajar menggambar. Kalau di sini terus nanti hati bisa panas."

Acha memukul bokong Jenny sebelum dia benar pergi, Jenny emang pantas mendapatkan hal itu. "NYEBELIIIIN!!" teriak Jenny kesal.

"Are you okey, Cha?" tanya Juna setelah merapikan P3K, memasukan semua obat ke dalam kotak kecil itu. "Gue lihat Jenny udah dekat dengan Kelvin, mereka kenalan dari mana?"

Acha meneguk saliva, bingung untuk menjawab apa. "Gue aja baru tau jika tutor music jenny adalah Kelvin. Lo bisa tanya sendiri kepada Kelvin, bukankah dia teman lo?"

"Ah, iya. Gue pikir lo tau, makanya gue tanya."

"Hehehe, nggak, kok. Saat masuk rumah gue udah kaget ngelihat Kelvin."

Juna mengangguk mengerti, tapi masih banyak pertanyaan yang ingin dianjurkan. "Jenny udah kelihatan akrab dengan Kelvin, ya. Kayak udah kenal lama."

Acha semakin curiga, apakah Juna tau tentang dirinya dan Kelvin? Apakah Kelvin yang memberi tau? Pertanyaan itu terngiang di otak Acha. "Jenny orangnya mudah bergaul, nggak kayak gue."

"Mungkin orang cerewet kayak Jenny emang mudah bergaul." Juna berdiri, membantu Acha untuk ikut berdiri. "Kaki lo masih sakit?"

"Udah nggak, kok. Makasih udah mau ajarin gue naik sepeda. Walau hasilnya kayak gini."

Juna mencubit pipi Acha dengan gemas. "Maaf, ya, karena gue lo malah jadi kayak gini."

Acha memegang pipinya yang baru saja di cubit oleh Juna. Wajah Acha saat ini sudah merah padam karena sikap Juna ini. "Gue juga yang salah, karena tadi tutup mata saat belajar."

"Namanya juga belajar, Cha." Juna terdiam sejenak, kemudian kembali buka suara, "Gue penasaran, kayak apa Kelvin ngajarin Jenny?"

"Sepertinya Jenny nggak akan menunjukan sikap menyebalkannya itu kepada Kelvin. Contohnya kayak tadi."

Juna terkekeh, melirik ke arlojinya. "Gue balik dulu, ya. Emak gue tadi pagi suruh gue untuk jemput dia ke rumah temannya. Hmm, lo mau ikut?"

"Nggak usah, gue di rumah aja. Gue takut, jika Kelvin udah pulang malah tinggal Jenny sendirian."

Juna tersenyum, mengusap puncak kepala Acha dengan gemas. "Cepat sembuh, ya?!" entah kenapa Juna selalu mengatakan hal yang seakan-akan Acha itu adalah pacarnya, bahkan pernah mengatakan sesuatu yang seakan-akan Acha adalah istrinya. Setelah mengatakan hal itu, Juna selalu menyesal, menganggap dirinya bodoh.

"Iya, terima kasih." Acha mengantarkan Juna sampai ke depan rumah. Menatap kepergian Juna yang sudah meninggalkan rumahnya sendiri.

Acha berbalik, hal pertama yang dilihatnya adalah Kelvin yang begitu dekat darinya. "Lo mau apa?"

Kelvin mengangkat sebelah alisnya, memberikan gelas kosong kepada Acha. "Buatin gue minum. Juice mango."

Acha kembali memberikan gelas itu kepada Kelvin. "Bikin sendiri, gue bukan pembatu lo." Acha hendak pergi meninggalkan Kelvin. "Dan satu lagi. Gue dan lo bukan lagi kita. Bukankah lo yang menyuruhku untuk pergi? Gue harap lo nggak pernah menyesal mengatakan hal itu." Lalu Acha pergi meningalkan Kelvin.

Kelvin mengepalkan tangannya erat. Entah kenapa perkataan Acha barusan mampu membuatnya kesal setengah mati. Kelvin berjalan ke kamar Acha, mengetuk pintu kamar itu dengan kuat. "JENNY, KAMU.." Acha sedikit kaget, jika yang menggedor pintu kamarnya adalah Kelvin.

Acha hendak mengunci pintu kamarnya, namun ditahan oleh Kelvin. Acha semakin cemas saat Kelvin masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. "Kelvin, jangan mendekat! Atau Acha bakalan berteriak."

Kelvin tidak menghiraukan gertakan Acha, malahan sibuk memperhatikan kamar Acha. Sudah tidak ada lagi pemberiannya. Dulu dinding kamar Acha di penuhi oleh gambar pemberian Kelvin, tapi sekarang udah nggak ada. Dulu dikamar Acha dipenuhi oleh foto-foto Kelvin dan dirinya, sekarang sudah tidak ada. Kemana semua barang itu. "Sudah gue bakar," ucap Acha, seakan tau apa yang di pikirkan oleh Kelvin.

Kelvin mendekat ke Acha, sehingga Acha terpaksa mundur beberapa langkah, namun langkah Acha terhenti karena terhalang dinding. "Gue nggak percaya!"

"Sama kok, Vin. Dulu Acha juga nggak percaya jika Kelvin bakalan nyuruh Acha untuk menjauh. Dan sampai sekarang Acha juga nggak percaya jika Kelvin dekat dengan teman Acha sendiri, Anggi."

"Lo cemburu?"

Acha mendorong tubuh Kelvin, agar tidak terlalu dekat darinya. Acha nggak mau jika Kelvin mendengar degup jantungnya. "Nggak, Acha nggak cemburu. Karena Acha sudah memiliki Juna."

Kelvin menarik nafas panjang, mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. "Tanggal 24, sesuai janji gue sama lo." Lalu pergi meninggalkan Acha.

Acha menatap kertas gambar yang ada ditangannya. "Setelah ini Kelvin bggak usah ngirim gambar lagi sama Acha!"

Kelvin berhenti, menoleh ke Acha. "Kalau gue mau, sudah dari awal bakalan gue lakukan." Kelvin membuka pintu kamar Acha, keluar begitu saja.

Acha mengepalkan tangannya, menatap kepergian Kelvin dengan kesal. Acha melihat gambar yang di berikan oleh Kelvin saat ini. Acha menggigit bibir bawah, menatap gambar itu dengan wajah berbinar. Gambar Mikha, Nenek Kelvin. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu. Caption di bawahnya, yang merindukanmu.

Sudah berapa lama Acha tidak bertemu dengan Nenek Kelvin? Dulu saat masih berpacaran, Acha sering menjenguk Mikha walau tidak ada Kelvin di sana. Acha sangat senang mengobrol dengan Mikha, apalagi mereka duduk di bawah pohon mangga. Saat buah mangga itu jatuh, Acha yang sering mengambilnya dan Mikha yang mengupasnya. Namun, semenjak putus dengan Kelvin, Acha tidak pernah lagi bertemu dengan Mikha.

Acha menatap gambar itu lama, apakah dia harus bertemu dengan Mikha? Tapi bagaimana dengan Kelvin? "AAARRRGGGHH" Acha juga merindukan Mikha, Acha rindu mengobrol bareng. Andai Kelvin dan Acha tidak putus, pasti tidak akan terjadi begini!

💐💐💐

Jangan lupa vote dan comment 🎃🎃

The Hows Of Us ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora