44 - Missing

3.6K 165 21
                                    

Typo! Happy reading 🙋

*

Fani menarik pelan gorden yang menghalangi pemandangan di depannya. Desember telah menyapa, itu berarti sudah sekitar empat bulan Fani berada di tempat barunya. London, wilayah metropolitan di Britania, salah satu kota terindah di eropa yang tidak pernah mati.

Fani menatap pejalan kaki dari kamarnya, apartemen yang berada di lantai tiga sesuai keinginannya. Beberapa dari mereka terlihat merapatkan coat tebal yang mereka kenakan, bahkan diantaranya ada yang meniup pelan tangannya atau bahkan menggandeng pasangannya untuk menghangatkan diri.

Fani yakin diluar begitu dingin, tapi mereka masih memilih berjalan keluar rumah padahal hari ini weekend yang berarti saatnya istirahat.

Fani sendiri lebih memilih berdiam di apartemen saat hari libur, memandang kerumunan manusia dari kamar, diatas sofa dan secangkir hot chocolate di atas meja.

Berjalan pelan kearah balkon, Fani menggenggam secangkir hot chocolate yang masih mengepul di tangannya.

Sejak empat bulan yang lalu, Fani tidak banyak melakukan kegiatan yang menurutnya tidak penting. London adalah impiannya, tujuannya ke kota ini untuk belajar sehingga meskipun terdengar membosankan tapi Fani tetap melakukan kegiatan barunya.

Jika ditanya apakah Fani betah? Jawabannya tidak tau, ia belum menemukan jawabannya.

"Iya Eyang. Syukurlah, Fani ikut bahagia mendengarnya"

"Baik Eyang. Fani baik"

"Iya Eyang, sampaikan salam Fani pada Mas pandu, mbak Selfira dan calon ponakan Fani"

Fani menutup panggilan teleponnya dengan eyang. Beliau mengabarkan bahwa istri kakaknya, yakni mbak Selfira baru saja dinyatakan hamil.

Fani ikut bahagia mendengarnya, Eyangnya juga terdengar sangat bahagia saat mengabarinya. Ia paham bahwa lelaki tua kesayangannya itu pasti sangat excited menunggu cicit pertamanya lahir.

Berbicara tentang eyang, hubungan Fani dan eyang baik. Jika pada awalnya eyang mendiaminya ketika memutuskan untuk pergi ke London, saat ini eyangnnya sudah kembali seperti semula.

Fani sendiri tidak begitu memusingkannya. Sebab Fani tau, Eyang tidak akan pernah bisa memdiamkannya.

Jujur saja Fani begitu merindukan eyangnya, tidak hanya eyang tapi seluruh keluarganya. Hampir setiap hari ia melakukan panggilan dengan eyang, ayah, ibu dan kakaknya tapi tetap saja masih ada rindu yang menusuk hatinya, terutama saat Fani kembali mengingat seseorang yang diam-diam masih memenuhi hatinya.

Empat bulan belakangan ini adalah bulan-bulan terberat untuk Fani. Apa lagi saat ia harus menahan semuanya seorang diri.
Selama ini, Fani berusaha menahan gejolak di hatinya, manekan rasa rindunya dan bersikeras menghapus ingatan buruknya tentang jogja dan semua rasa sakit yang dia tinggalkan disana.

Sampai detik ini, semuanya masih utuh, tidak ada satupun yang terlewatkan. Rindunya, kenangannya, cintanya bahkan rasa sakitnya.

Jika boleh jujur hampir setiap malam Fani lalui dengan air mata. Fani yang memutuskan pergi, lebih tepatnya lari. Tapi apa yang terjadi, semua kesedihan dan air mata itu selalu mengejarnya, tak sekalipun kenangan itu benar-benar hilang bahkan membuat seluruh pertahanan dirinya runtuh kala mengingat kembali seseorang yang menyakitinya.

Ini tidak mudah untuk Fani, ia bahkan kehilangan tiga kilo berat badannya dan membuat eyang selalu mengomelinya selama di London. Fani juga berubah menjadi pribadi yang lebih tertutup. Tak banyak bicara dan tidak suka bergaul dengan banyak orang yang tidak terlalu penting menurutnya.

Step By DoctorWhere stories live. Discover now