38 - Lakon

2.2K 120 3
                                    

Don't forget to vote, comment and support this story 😇

Warning typo!

Happy reading all...

******

Fani sedikit tidak sabar menekan bell, ia sudah menunggu kurang lebih lima belas menit di depan apartemen Farid. Tapi tetap saja tak ada jawaban dari pria itu.

Jam menunjukkan pukul enam lewat sepuluh menit pagi. Fani memang sengaja berangkat pagi-pagi sekali ke apartemen Farid karna Fani tau saat weekend seperti saat ini kemacetan kota tua akan meningkat. Tapi sepertinya usahanya akan gagal karna Farid tidak berada di apartemen.

Fani sudah bersiap menekan bell lagi akan tetapi ia urungkan saat pintu di depannya tiba-tiba terbuka menampakkan pria dengan tubuh tegapnya. Pria itu hanya mengenakan celana training tanpa pakaian atas dan mata yang belum terbuka sepenuhnya.

"Siapa? Hoam... "

Fani meneguk ludahnya, gugup saat melihat penampilan Farid. Dengan sigap ia berbalik membelakangi pria itu, jujur saja ini kali pertamanya melihat pria lain selain kakaknya berpenampilan shirtless seperti sekarang.

Jantung Fani hampir meloncat keluar saat ia merasakan sebuah tangan melingkari tubuhnya dari belakang. Dengan tank top jumpswit dan cardigen tipisnya Fani dapat merasakan dengan jelas punggungnya bersentuhan dengan dada pria itu. Tangan Fani mengepal, mencoba menahan sesuatu aneh dalam dirinya.

"I miss you"

Fani merasakan nafas Farid berhembus disekitar pelipisnya, bahkan bibir pria itu sudah menciumi pelan sekitaran lehernya membuat sekujur tubuh Fani meremang.

"Kemarin kamu kemana? Mas sampe khawatir nyariin kamu"

Fani mematung di tempatnya, tak tau harus menjawab apa. Kedua tangannya masih mengepal, sejujurnya bukan sambutan seperti ini yang ia perkirakan akan keluar dari mulut Farid. Bukan sebuah kata rindu dan pelukan hangat.

Fani tau pasti pria itu berpura-pura, dan Fani tak ingin semakin jatuh dalam jebakan kepura-purannnya. Farid yang seperti ini sangat berpotensi memporak porandakan hatinya.

Farid membalikkan tubuh Fani saat dirasanya tak ada respon dari gadis itu.

"Kenapa?" ucap Farid.

Fani terseyum tipis, merasa miris dengan apa yang mereka lakukan saat ini. Ia tak tau harus menjawab apa, matanya bahkan bergerak gelisah. Tubuh Farid terpampang nyata di depannya. Di tengah pergulatan hatinya, Fani bahkan yakin kalau wajahnya sudah memerah bak tomat. Sialan, kan?

"Cie.. Blushing.. Ayo masuk. Mas mandi dulu"

Farid membawa Fani masuk kedalam apartemennya. Fani hanya mengikut di belakang. Pria itu membawanya kekamar. Menyuruhnya menunggu sementara ia menuju kamar mandi.

Selang beberapa menit Farid muncul dengan kaos putih dan celana Chino khakinya. Sejenak Fani mematung melihat ketampanan Farid, baru kali ini Fani melihat sisi lain dari pria itu.

"Liatinnya gitu banget. Ganteng ya?"

Farid terkekeh pelan, Fani tersadar dari tingkah konyolnya. Ia tersenyum. Tampan, Farid memang sangat tampan. Hanya saja hati Farid bukan miliknya. Mengagumi pun rasanya ia tak pantas.

"Kamu kenapa sih dari tadi diem terus? Masih sakit?" pria itu mendekat, kedua tangannya membingkai wajah Fani membuat Fani menahan nafas saat wajah pria itu berjarak beberapa senti di depannya.

Step By DoctorWhere stories live. Discover now