22 - Bad Morning

3K 119 2
                                    


Jangan lupa tekan ☆  dan Follow akun aku 🙏

Happy reading!...

Seorang gadis duduk dengan wajah cemas sementara disampingnya berdiri gadis lain yang sedang memegang sebotol air mineral yang baru saja diminum gadis disampingnya.

Dia Hani dan Sintia. Hani begitu cerewet sejak tadi, selalu mengoceh tentang penyesalannya sementara Sintia terlihat lebih tenang meski perasaan cemasnya bercampur aduk memikirkan nasib sahabat polos mereka yang entah berada dimana saat ini.

"Sin..  Harusnya gue gak ninggalin Fani sendiri.. Gimana nih sin? Gue harus ngomong apa ke Eyang kalau beliau nyariin?"

Hani kembali menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Air mata sudah menetes membasahi pipinya sejak tadi.

"Hani... Lo bisa diem dulu gak? Gue juga lagi mikir. Kalau lo kayak gini kita gak bakal nemuin Fani gitu aja" Tegur Sintia kepada salah satu sahabatnya itu.

"Ta.. Tapi.. Gue Sin yang udah ngotot ngajak Fani kesini. Gue takut ada yang ngapa - ngapain dia disini.  Lo tau kan maksud gue? Hiks... "

Sintia semakin pusing mendengar isakan hani. Sahabatnya itu memang paling susah ditenangkan saat sedang menangis seperti ini. Jadi lebih baik dia diam dan menunggu harapan satu satunya yaitu Leksmana.

"Sintia.. Hani..." sebuah suara membuat perhatian Sintia dan Hani teralih kepadanya. Sedang seorang pria dengan jaket boomber hitam dan celana jeans berwarna sama dengan jeketnya berlari kecil kehadapan mereka.

"Leksmana? Lo udah dapat kabar dari Fani kan? Gimana? Gimana? Dia dimana sekarang?"

Tanya Hani bangkit dari duduknya saat melihat Leksmana menuju ke-arahnya dan hanya dijawab gelengan dari pria itu. Seketika Hani merasa semakin bersalah saat itu juga.

"Gimana ni? Malah nomernya masih gak aktif. Hiks... Hikss.. Harusnya gue gak ninggalin dia tadi"

Hani kembali menangis meratapi kecerobohannya yang meninggalkan Fani sendirian di salah satu meja club malam yang mereka datangi tadi. Ia menyesal, harusnya ia bersama dengan Fani sampai akhir, Gadis itu-kan belum terbiasa dengan dunia malam.

"Mana.. Emang Fani beneran gak balik ke rumah Eyang?" ucap Sintia dan dijawab gelengan oleh Leksmana.

"Gue udah ngomong sama salah satu pelayang di rumah Eyang dan katanya Fani gak balik kesana" Sintia menghembuskan nafas kasar dan kembali duduk disamping Hani.

"Gue juga udah nelpon ke rumah tapi Fani gak balik kesana" ucap Sintia pelan.

"Jadi gimana dong ni? Gue takut ada yang niat jahat ama Fani. Kalau sampai dia kenapa - kenapa, gue gak bakal maafin diri gue sendiri Hiks... " Hani merasa semakin frustrasi saat mendengar percakapan keduanya.

Leksmana melihat pergelangan tangannya, jam menunjukkan pukul stengah 2 dini hari dan tak terasa mereka sudan mencari selama hampir 4 jam sejak Fani hilang.

"Gini aja. Kita tunggu sampe besok. Kalau Fani masih gak ada kasi kabar. Mau gak mau kita lapor polisi" Leksmana menengahi percakapan mereka.

Bagaimanapun juga ia ikut andil atas menghilangnya Fani. dia yang sudah menjemput Fani dan membawanya dari rumah Eyang.

Dan kalau sampai terjadi apa - apa dengan adiknya ia tidak yakin dengan apa yang akan terjadi kepadanya nanti. Bisa saja Eyang mencoretnya dari daftar keluarga atau syukur - syukur ia tidak di deportasi ke Antartika. Membayangkannya membuat bulu kuduk Leksmana meremang.

"Tapi Man? Gue... "

"Udahla Han. Kita mau cari kemana lagi? Gak ada petunjuk sedikitpun. Bener kata Leksmana kita tunggu sampe besok. Gimana - gimananya lkita serahin semuanya sama yang diatas" Leksmana mengangguk mendengar perkataan Sintia yang begitu dewasa dalam menyikapi masalah. Dan hal itu juga yang membuat Leksmana yakin adiknya tidak akan kenapa - napa. Ya! Leksmana yakin akan hal tersebut.

Step By DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang