29

1.8K 151 54
                                    

Saya up lagi ... Itung-itung obat kangen.
*

Suryo membiarkan sampai tangisku habis dan baru merenggang setelah nafasku kembali teratur. Dia naik ke atas bangsal dan memandangi wajahku dengan mimik biasa saja. Tidak terlihat prihatin atau bagaimana. Biasa saja.

"Orang Sholeh cobaannya dahsyat ya Ep?" ujarnya.

Aku menggeleng, "aku nggak merasa Sholeh, jadi harusnya tidak seberat ini kan? Aku terima andai aku yang kena kanker itu Yo. Kalau gini aku tak kuat juga."

"Masalahnya kamu nggak punya rahim." Suryo memaksaku terkekeh sebal.

Kemudian kutanya kondisi perkembangan Mel. Suryo bilang, Mel belum sadar, tapi keadaannya stabil untuk saat ini. Lalu Suryo mengantarku ke ICU melihat Mel dari jendela kaca. Dia masih berkalang aneka peralatan medis. Nafasnya teratur, wajahnya begitu tenang dan .. cantik.

"Kamu kemana aja sih?" tanyaku berusaha mengalihkan dari dada yang terasa sesak.

"Tak ada yang penting untuk diketahui juga Ep. Gampanglah, nanti saja cerita tentang aku," kepalanya kemudian celingukan, "tidak ada air apa disini, haus bener tenggorokan."

Aku tersenyum, "bilang saja mau merokok, ayo kita ke seberang rumah sakit, ada angkringan."

"Tidak pakai acara pingsan segala lho ya." Aku cuma menaikan sedikit garis bibirku ke kanan.

"Terlalu lama aku disini. Tak ada yang bisa kulakukan. Aku suaminya saja, tak bisa menemani Mel, aku butuh udara segar barang sebentar," jawabku.

"Ya, kita berdua butuh kopi saat ini."

Sampai setengah gelas kopi kureguk, kita masih banyak diam. Suryo juga sibuk dengan tahu isi, sate telur puyuh, arem-arem dan entah apa lagi yang dikunyahnya. Sedikit pun aku tak tertarik. Perutku rasanya penuh hanya dengan melihatnya makan. Setidaknya udara di sini jauh lebih baik dari pada di rumah sakit.

"Apa Mel akan mati Yo?" tanyaku.

"Tak hanya Mel, kita semua bakal mati, kamu tahu itu." Suryo melirik dari balik rambutnya yang menjuntai gondrong. Lebih gondrong sedikit dari terakhir kulihat. Hampir menyentuh bahunya.

"Bukan itu .. maksudmu, kira-kira peluang Mel gimana?"

"Aku tak tahu. Aku bukan dokter."

"Feelingmu aja deh."

Suryo menarik nafas berat seolah dia sedang hadapi pertanyaan tidak penting, lalu menatapku  beberapa detik sebelum matanya menerawang ke langit-langit tenda, "kupikir Mel lumayan tengil, dia pasti akan mati-matian bertahan tetap hidup."

Aku mengangguk setuju. Entahlah jawaban anehnya justru memompa harapanku, "ya Mel memang tengil."

***
Kompeletnya di buku uhuy

***HABIS***

Terimakasih yg Sudi ikuti ini dari awal sampai akhir.. terimakasih byk berbagi hati dengan kisah ini ...

DARAH MuDA (1) EEPWhere stories live. Discover now