13

1.2K 202 19
                                    

Susah payah juga menulis part ini di tengah kesibukan yang lumayan menyita waktu.
Maaf jika belum ter-edit, koreksi aja ya... Selamat membaca para readers berkilau ..


Inilah saatnya! Puncak dari segala perjuangan. Sore ini rapat koordinasi terakhir.  Besok seluruh mahasiswa se-Indonesia akan turun ke jalan mengetuk sejarah untuk mencatat peristiwa yang sangat diinginkan terjadi. Mengganti jaman. Mengganti sesuatu yang lapuk karena digerogoti hama kesewenangan. Mengganti sesuatu yang rapuh karena dikunyah kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme. Mengganti terpenjaranya gagasan serta ide-ide kebebasan. Karena pikiran tak kan bisa dipenjara. Rumahnya adalah langit yang membentang luas dan biru. Pikiran adalah cakrawala.

Aku barusan memberi garis peringatan sangat keras. Belajar dari peristiwa sebelumnya. Mengantisipasi  penyusup atau provokator. Aku minta apapun yang terjadi tidak terpancing. Komando hanya dari suaraku. Megaphoneku. Tak ada yang boleh ambil inisiatif  apapun selain protab.  Tapi andai terjadi sesuatu di luar kendali, lalu terjadi chaos, dan aku tak bisa beri komando, semua hanya punya satu action. Mundur!  Mundur di titik-titik yang sudah disepakati. Semua mata harus saling mengawasi satu sama lain. Saling melindungi dan saling menjaga.

Aku, Suryo, Daus dan Steven sudah berusaha meminimalisir sekecil mungkin resiko. Berusaha tak ada celah lagi yang membahayakan keselamatan mereka. Bahkan kami lebih detil dari standar arahan yang disebar gabungan aliansi se-Jogja. Kita cuma berusaha, pada akhirnya kita hanya bisa sandarkan keselamatan ini hanya pada satu-satunya pemilik jiwa-jiwa kami. Pada Tuhan dalam segala kekuasaanNya.

Ada satu hal khusus yang diminta Daus secara pribadi pada Suryo, yaitu kesanggupan Mel. Daus, juga aku, mungkin sedikit mencemaskan ke-nekat-an-nya. Seseorang harus memastikan dia tak lakukan kekonyolan yang bisa bahayakan dirinya dan orang lain. Maka ketika rapat usai Suryo mengajaknya bicara. Hanya aku, Daus, Steven, dan Ratna yang tersisa di sekertariat.

"Aku tak tahu kenapa Daus dan Eep menghawatirkan sikapmu. Secara langsung aku tak pernah punya kesimpulan tentangmu, selain kau punya tekad teguh, berani dan tak diragukan semangat perjuangan perubahan untuk negeri ini. Tapi aku tidak juga bisa abaikan Daus dan Eep. Mereka juga tak mungkin juga asal-asalan menilai —"

"Sudah jangan terlalu meliuk-liuk dalam kata-kata, aku tak sabaran orangnya, sebut saja apa yang ingin kamu sampaikan Yo?

Tahu-tahu Mel main potong sebelum Suryo selesai dengan kalimatnya. Kontan aku melotot tak percaya. Semua orang disitu terkejut atas keberanian Mel. Sejak kapan ada orang berani serobot omongan Suryo? Bahkan dia belum lagi sampai pada maknanya. Steven sekalipun sampai geleng-geleng kepala. Semua tak percaya kecuali Suryo. Suryo malah tertawa ngakak sampai terpingkal memegangi perutnya. Seolah yang diucapkan Mel adalah sesuatu yang sangat lucu. Aku sampai bingung harus bereaksi apa. Jika ini lucu aku tak bisa temukan letak lucunya itu dimana. Aku rasa  Daus, Steven dan Ratna sama bingungnya.

"Kau ini terlalu keras untuk menunjukkan bahwa kamu takut sekali terpedaya. Ini baru rentetan kata-kata, kamu sudah simpulkan, Mel .. Mel .." kata Suryo dengan mata berair.

"Segitu tebalnya kamu bangun benteng untuk melindungi hatimu dari pengaruh kata-kata, Mel .. Mel .. tapi tahukah semakin tebal bentengmu, sesungguhnya sedang menunjukan serapuh apa kamu," lanjut Suryo, dengan sisa garis tawa yang pudar perlahan.

"Bukan begitu, aku hanya ingin tahu masalah apa yang mengganggu perjuangan ini dari seorang aku? Seberapa gawat hingga kamu sangat fokus pada penilaian Daus dan Eep? Kenapa mereka tak katakan langsung dan harus berputar dan berlindung dibalik kata-katamu Yo?" Mel menatap tajam aku dan Daus dalam pandangan yang ku tafsirkan  sangat sinis. Terus-terang aku merasa tertohok sekaligus tak terima penafsiranya.

DARAH MuDA (1) EEPWhere stories live. Discover now