Cabe Rawit Itu Pedas (2)

96 20 4
                                    

Aku hampir tidak pernah memantau timku bekerja — lebih senang mengumpulkan mereka di ruangan rapat secara periodik — biasanya tiga hari sekali — untuk mengetahui sejauh mana perkembangan riset yang sedang mereka kerjakan. Di ruang rapat kami akan saling memberi masukan tugas-tugas satu sama lain, dan biasanya aku yang menentukan mana tugas yang sudah dianggap cukup, dan mana yang memerlukan penelusuran lebih lanjut. Tetapi semua tergantung keperluan Pak Menteri, tidak selalu materi kami digunakan beliau seluruhnya, tak jarang dari setumpuk hasil riset, beliau hanya memakai dua atau tiga lembar saja. Selebihnya tetap disimpan dan beliau mengharamkan kami memusnahkan dokumen seremeh apa pun, menurutnya, dokumen hasil riset itu akan berguna untuk kepentingan berikutnya, bahkan kadang digunakan untuk merevisi keputusan beliau sebelumnya.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini aku merasa perlu untuk memantau langsung kerja mereka, terutama kerja anak baru itu, bukan karena dia cantik, seperti kata Iboy, tetapi aku hanya ingin secepatnya ia memguasai pekerjaannya — mengingat hasilnya sudah ditunggu dalam minggu ini — alasan itu juga yang membuat aku meminta tambahan orang dalam tim riset ini. Semula aku menginginkan semacam pegawai lepas saja, seperti banyak dilakukan di lembaga-lembaga survei, tetapi permintaanku — entah siapa biang keladinya yang membuat berita perekrutan pegawai lepas menjadi staf tetap. Begitupah informasi, selalu berceceran di tengah jalan seperti uang receh yang berjatuhan, bunyinya nyaring tapi tak bernilai.

Kabar baiknya, Tania tidak seburuk sangkaanku, dia bisa mengejar pekerjaannya dengan baik, lumayan cepat beradaptasi dengan rekan tim lainnya dan hanya sedikit merepotkan karena terlalu banyak bertanya, tapi masih bisa dimaklumi mengingat dia anak baru dan mungkin dia menghindar melakukan kesalahan. Ada pun caranya yang sedikit menggangguku; ketika kami harus makan siang di ruangan karena tak ingin kehilangan waktu — kami makan sambil tetap berdisusi. Tindakan Tania membersihkan terlihat konyol, ia mengelap sendok berkali-kali: pertama ia mengusapnya dengan tisu basah, lalu mengelapnya dengan tisu kering berkali-kali, sampai serpihan tisu tertinggal, setelah itu dia membersihkan tangannya dengan cairan anti septik dan dia harus mengulang kekonyolannya karena di tengah kesibukannya bersih-beraih, dia merasa harus mencatat hal-hal yang disampaikan bu Siti dan benar-benar mengulang lagi kegiatan bersih-bersih sendoknya dari awal. Ck. Kelakuan orang memang macam-macam bentuknya.

Sorenya ketika Iboy meminta pertolonganku karena mobilnya mogok, secara kebetulan Tania berada di blok parkiran yang sama, dia sedang bersiap pulang, berjalan menghampiri sopirnya yang entah menunggu di deretan mobil yang mana, terlalu banyak mobil mewah dan bagus-bagus milik pegawai di gedung ini, berbaur dengan Corona tua milik Iboy, atau Karimun milik Kepala Dapur, atau Atoz milik bu Siti dan mobilku yang biasa-biasa saja. Terlalu banyak kendaraan di blok parkiran pegawai dan di mana-mana — kami seolah beranggapan memiliki mobil sangat penting untuk hidup di Jakarta, selalu punya seribu alasan untuk menolak menggunakan transportasi umum: shelter yang jauh, malas berdesakan, atau yang dianggap ketidaknyamanan lainnya — sama banyaknya dengan keluhan kami ketika harga tol naik, macetnya jalanan Jakarta, mahalnya tarif parkir dan gilanya harga onderdil dan ongkos bengkel. 

"Mobilnya mogok, ya Pak?" sapa Tania ketika kami berpapasan.

"Wah, saya dengar mobil antik memang sering mogok."

"Sok tahu," jawabku.

Aku memang tidak melihat mimik wajah atau mendengar nada suara yang mengejek darinya, tapi aku terlanjur melihatnya sosok borjuis yang menjengkelkan, jadi tanpa kusadari aku menjawabnya dengan ketus. Iboy sepertinya melihat reaksiku sebagai hal yang menyinggung perasaan dan ia lah yang menjawab.

"Pak Eep sedang membantu memeriksa mobil tua saya, Bu."

"O, Bapak bagian office boy, kan ya?"

"Kalau iya, memang kenapa?" Serobotku, sekali lagi aku mendengar pertanyaannya amat menyebalkan.

DARAH MuDA (1) EEPWhere stories live. Discover now