24

1.3K 204 37
                                    

Maaf bab ini mungkin akan sulit dipahami bagi sebagian. Narasi dan dialog agak terlalu dalam dan ganjil bagi yang belum pengalaman jauh di kedalaman urusan cinta. Tapi tetap harus disampaikan.

*

( Suryo Atmadja)


Seumur hidup aku belum pernah merasa teriris begini perih. Mel perempuan satu-satunya yang berani-beraninya menyelinap masuk hati, diantara sekian banyak bunga yang kuciumi wanginya ... Dia bahkan hanya memberiku wangi dari kejauhan. Wangi yang ditiupkan angin lewat celah-celah rimbunan pohon. Wangi samar-samar tapi paling membekas karena hidungku menghirupnya dari balik semak seperti pengecut yang bersembunyi.

Andai dia bukan Eep, siapapun aku berani rebut dari tangannya. Andai saja kau di tangan orang lain, secara terang-benderang aku akan meminta lelaki itu melepasmu. Tak peduli kau menginginkan aku atau tidak. Aku akan tetap memintamu dari tangan siapa saja dengan cara paling damai atau paling berdarah sekalipun.

Aku tidak tertarik pada kecantikan yang kebetulan juga dimiliki wajahmu. Aku tidak tertarik otakmu yang kebetulan punya nilai bagus juga. Aku tidak tertarik tubuhmu yang ceking dan rapuh itu. Aku tidak tertarik dengan semua yang bernilai wujud, yang kau punya. Tidak. Nyatanya rasamu di hati tak ternilai, itu intinya.

Aku hanya ingin bercinta dengan hatimu yang seperti ... kesejukan gunung diketinggian yang belum pernah kudaki. Aku ingin mencumbu rasa paling dalam di jiwamu yang belum pernah kukecap sepanjang petualangan yang pernah kusinggahi. Bukan karena sebelumnya, aku tak berusaha sungguh-sungguh, tapi memang jiwaku tak pernah semalang ini menginginkan perempuan seperti kamu.

Pertama kali dalam hidup, aku begitu khawatir bahwa aku bukan apa-apa dihadapanmu. Tak pernah aku merasa cemas, bahwa aku bukan siapa-siapa dikerumunan bunga-bunga terindah di jagat ini, seperti di hadapanmu.

Ya Tuhan, mengapa aku merasa begitu menderita mencemaskan jangan-jangan aku bukan siapa siapa dan apa-apa di hadapanmu Mel. Aku sekarat memohon dalam hati sekali saja kau mau menatapku berlama-lama agar aku bisa menghanyutkanmu seperti yang sudah-sudah ... pada mereka mereka. Sekali saja. Dan jika saja kau mau begitu, bisakah aku menghanyutkanmu? Lalu membuatmu tak berdaya menginginkan pelukan tangan, hati dan jiwaku, seperti yang sudah sudah. Biasanya itu yang terjadi pada perempuan-perempuan itu. Mungkinkah Mel? Jawab Mel?

Aku terus berteriak dalam hati meski kamu di hadapanku sekarang. Matamu begitu bersinar bagai bintang, padahal ini siang hari. Binar matamu mengerjap dengan senyum yang tak pernah lepas dari garis lengkung bibirmu. Bibirmu yang berulang-ulang menyebut nama Eep .. Eep .. dan Eep.

Ingin kuhentikan ocehan nama yang tak bisa kutendang itu dari bibirmu. Ingin kuhentikan bibirmu dengan mulutku yang biasanya mampu membungkam mulut terwangi mana pun. Nama yang keluar dari bibirmu tak ada wangi-wanginya, kau tahu Mel? Nama yang kau lempar dari mulutmu itu ibarat pisau yang terus memotong hatiku seiris demi seiris. Sampai perihnya membuatku ingin memekik, Stop Mel Stop! Tapi tak bisa. Mulutku terus terkunci.

Aku malah menikmati nama Eep memotong perihku seiris demi seiris. Aku ikut bahagia sekaligus sakit dalam waktu bersamaan. Waktu paling ganjil yang harus kutekan dengan susah payah. Aku membenci Eep saat ini. Eep boleh mengalahkan atau mematahkan isi kepalaku sampai hancur berkeping-keping, aku rela. Tapi jangan kalahkan dan patahkan hati ini Ep ... Sayangnya itu yang terjadi dan aku tak mungkin menantang Eep untuk mengalahkan dan mematahkan hati ini di pertandingan ulang.

DARAH MuDA (1) EEPWhere stories live. Discover now