22. Boot Camp, Rehersal, Drill

Start from the beginning
                                    

Di ruang tamu, Jeno duduk bersandar di atas sofa. Satu tangannya memegang remot TV dan tangannya yang lain memegang naskah yang sudah Nancy siapkan untuk mereka.

Jaemin berdiri di depan Jeno. Dengan serius menatap Jeno, seakan tokoh utama yang akan melakukan sesuatu yang hebat dalam drama action.

"Sekarang kau harus mulai membayangkan. Saat ini orangtuamu sedang berdiri di hadapanmu." Jeno memulai latihan mereka.

"Tapi kau sedang menonton Spongebob. Aku akan mudah kehilangan konsentrasi ku!" Jaemin menunjuk ke arah TV.

"Seseorang yang hebat tidak akan mudah tergoyahkan konsentrasinya."

"Aku.... Aku!!" Jaemin terus mengangguk-angguk sambil mengatakan bahwa dia hebat. Kemudian segera menutup kedua matanya memulai untuk membayangkan.

TV masih terus menayangkan kartun kesayangannya, dan Jeno mulai membacakan naskah tersebut.

"Kau anak tak berguna! Aku sudah menderita begitu banyak untuk membesarkanmu! Kau mencintai seorang pria?! Bagaimana kita harus berhadapan dengan keluarga besar Na? Sekarang pergi dan berlutut di depan leluhurmu. Dan katakan pada mereka kau tidak akan berurusan dengan pria itu lagi." Jeno dengan nada biasa membaca naskah tersebut tanpa banyak ekspresi.

Tetapi, itu cukup untuk membuat Jaemin terbawa suasana. Kedua kaki Jaemin bergetar, dia segera berlutut di depan Jeno dan memeluk kakinya.

"Papa! Aku salah! Bawa aku pulang! Aku tidak akan berani melakukannya lagi!" ucap Jaemin ketakutan.

Jeno memberikan Jaemin tendangan. "Kau berubah begitu cepat!!"

Jaemin membuka kedua matanya dan kemudian terdiam. Dia merasa menyesal.

Jaemin duduk di atas lantai dengan kedua kaki disilangkan, kemudian menelungkupkan tangannya jadi satu dan menunduk seperti yang biasa orang Jepang lakukan.

"Komandan, tolong berikan saya kesempatan lagi."

Jeno malas untuk menanggapi ocehan Jaemin, kemudian memberikan tanda dengan tangannya. "Sekali lagi."

"Terimakasih Komandan!!" Jaemin dengan penuh semangat kembali berdiri, menutup kedua matanya tagi dan mulai membayangkan.

Sebenarnya membayangkan sesuatu adalah keahlian Jaemin. Sejak dia bersama dengan Jeno, Jaemin selalu membayangkan semua adegan-adegan romantis di dalam drama bersama kekasihnya itu.

"Apa yang kalian berdua lakukan? Apa yang sudah aku lakukan hingga mempunyai anak sepertimu? Sebaiknya kau pergi! Lebih baik aku tidak memiliki anak sepertimu! Aku tidak ingin kau membuat malu keluarga ini! Mengapa kau masih disini? Aku akan menghajarmu! Menghajarmu hingga mati! Dasar anak tidak berguna—-" belum selesai Jeno membaca naskah tersebut, Jaemin sudah kembali jatuh terduduk dan memeluk kaki Jeno lagi.

"Mama! Dia memaksaku! Ini bukan salahku! Jangan pukuli aku!" mohon Jaemin.

"Na Jaemin, kau sungguh tahu harus berada dipihak siapa saat terdesak!"

Jaemin akhrinya sadar. "Yang barusan itu bukan aku. Sudah pasti bukan aku! Aku sungguh bersiap untuk menghadapinya dengan berani, tetapi tidak tahu mengapa ada orang lain yang selalu menghentikanku. Jeno, mungkin ini yang mereka bilang kepribadian ganda?"

"Kenyataannya kau tahu dengan baik bagaimana cara memutar keadaan."

"Komandan, sekali lagi!" Jaemin mulai dengan dramanya kembali.

"Kali ini, jika kau tidak melakukannya dengan baik, jangan salahkan apa yang akan aku lakukan padamu."

"Aku tidak akan gagal demi masa depan kita! Tidak masalah berapa sulit dan menyakitkan, aku akan menahannya! Ada apa memangnya dengan orang tua? Apa pentingnya bagaimana masyarakat memandang kita? Aku sudah siap kali ini! Ayo!"

"Bisakah kau memberikan kami keturunan?" lanjut Jeno.

Pertanyaan itu terdengar seperti sebuah bom yang dilemparkan pada Jaemin, dia terdiam. Jaemin hanyalah seorang mahasiswa. Dia belum berpikir terlalu jauh, tetapi dia masih mencoba untuk memberikan jawaban.

"Bisa adopsi." ucap Jaemin ragu-ragu.

"Adopsi tidak sama dengan memiliki garis keturunanku sendiri." Jeno melanjutkannya.

Tadinya Jaemin masih bisa bertahan, tetapi sekarang dia langsung bersimpuh dilantai. "Paman, aku minta maaf. Aku sudah melakukan kesalahan besar bagi keluarga Lee! Tolong maafkan aku!"

Jeno langsung menyadari kalau yang saat ini sedang Jaemin bayangkan bukanlah kedua orangtua Jaemin, tetapi Ayahnya sendiri.

"Aku kira, kau harusnya merasa bersalah padaku!" ucap Jeno dingin.

Jeno mematikan TV, bangun dari sofa. Bermaksud untuk pergi ke kamar untuk tidur. Hanya sebentar, tetapi membuatnya begitu lelah.

Jaemin berpegangan pada celana Jeno. "Tolong---satu kali lagi."

Jeno mengoyangkan kakinya hingga terbebas dari cengkraman. Jaemin terduduk dilantai, dan mulai berulah. "Komandan, karena aku sudah melakukan banyak hal untuk negara ini, tolong berikan aku satu kesempatan lagi, satu kali lagi, satu kesempatan lagi."

Jeno berbalik menghadapnya. "Pisaunya ada disana, kau bisa memutuskan sendiri apa yang bisa kau lakukan dengan itu."

Kemudian Jeno kembali berjalan menuju kamar, tetapi setelah beberapa langkah dia berhenti dan kembali berbalik menghadap Jaemin.

"Dan satu lagi, besok pagi aku tidak ingin melihat DVD peperangan Jepang itu masih tergeletak di atas sofa. Jika kau suka belajar dari orang Jepang, aku akan membelikanmu beberapa yang tidak menggunakan pakaian di dalamnya. Kau bisa belajar dari situ."

"PRIA MESUM!!"

Jaemin berteriak tepat setelah Jeno menutup pintu kamar.

Setelah satu minggu menginap, berlatih dan mempraktekan. Jaemin akhirnya bisa mempelajari apa yang harus dia katakan dan bagaimana cara dia harus merespon. Sepanjang hari dia membawa naskah tersebut dan dengan serius menghafalkannya. Bahkan menulis semua jawaban di buku catatan kecilnya.


Tbc~




[ piceboo & Angelina, 2020 ]

[✔️] Boyfriend | NominWhere stories live. Discover now