13. Serangan Gladys

215 22 1
                                    

Sang mentari sudah menampakkan sinarnya. Ia telah mencapai puncak terpanas. Membuat seluruh manusia pasti akan menghindari panasnya.

Rey menatap teriknya sang mentari di langit, membuat mata cowok tampan itu menyipit.

Kebetulan, ini sudah masuk jam makan siang, tadinya ia ingin mengajak Leon untuk makan siang bersamanya di luar. Namun, sayangnya Leon tidak bisa karena cowok itu masih ada kelas sampai dua jam kedepan.

Jika seandainya Alan ada di sini, Rey pasti masih bisa mengajak Alan untuk makan siang bersamanya. Atau, jika Leon juga ada waktu, mereka sudah makan bersama-sama saat ini. Sudah, Rey tidak ingin terlalu berandai-andai.

Ia melangkah, menuju motor sport hitam kesayangannya. Namun, langkahnya terhenti sejenak ketika melihat bayangan seseorang di belakangnya. Rey tidak ingin ambil pusing, ia lebih memilih berjalan kembali.

Lagi-lagi, Rey merasa seseorang itu mengikutinya. Rey merasa sangat risih, ia memutuskan untuk menoleh ke arah belakang lalu mengedarkan pandangan, di sekitarnya terlihat sepi. Rey hanya menangkap seorang gadis yang berpakaian serba hitam tengah berjalan menuju lobi kampus.

Rey mengernyit heran, curiga. Ia mengurungkan niatnya untuk makan siang di luar sekarang. Ia memilih mengikuti langkah-langkah gadis itu yang entah menuju kemana.

Perlahan tapi pasti, Rey terus menerus mengikuti langkah gadis itu yang kini sudah masuk terlalu jauh ke dalam gedung kampus.

Kenapa gue berasa jadi detektif, ya, sekarang? batin Rey berkata.

Sayang, Rey lengah. Ketika matanya menuju kembali ke depan, gadis itu sudah tidak ada di pengelihatannya.

Rey kini sedang berada di tempat deretan loker-loker seluruh mahasiswa berada. Matanya kembali menangkap seorang gadis yang sedang berdiri di depan loker salah satu mahasiswa, gadis itu terlihat seperti sedang jaga-jaga, takut-takut jika ada orang yang melihatnya.

Buru-buru Rey bersembunyi di lorong dekat loker-loker itu berjejer.

Tunggu, itu bukannya cewek yang pernah hampir ribut sama Ran, ya? Ngapain dia di sini? Kurang kerjaan banget. Rey terheran-heran.

Gadis itu nampak memasukkan sesuatu ke dalam loker, lalu menutupnya. Setelahnya, gadis itu berlalu pergi. Terlihat mencurigakan di mata Rey.

Rey menghampiri loker itu, tanpa menyadari bahwa sedari tadi ada yang memerhatikannya. Cowok itu membaca nomor lokernya, 119.

"Bodo amat lah. Paling, lokernya dia," gumam Rey lalu berlalu pergi.

🌧🌧🌧

Ran berjalan menuju lokernya dengan setumpuk buku yang ia genggam. Sesampainya di sana, mata Ran terbelalak kaget. Ia lupa mengunci lokernya, semoga tidak ada barang yang hilang.

Lalu Ran membuka lokernya, mata Ran kembali terbuka lebar sampai membekap mulutnya sendiri.

Gadis itu terperangah, tidak percaya apa yang ada di dalam lokernya saat ini. Sebilah pisau yang berlumur darah. Ini bukanlah pewarna makanan, namun ini adalah darah sungguhan. Bisa tercium dari baunya.

Ran mengambil selembar kertas yang tergeletak di samping pisau itu, lalu membacanya.

Nikmati permainannya!

Begitu kalimat yang tertera di sana. Membuat Ran meremas kertas itu kuat-kuat.

"Ran?" Suara berat dan serak dari seorang lelaki menginterupsi Ran untuk cepat-cepat menutup pintu lokernya dan menoleh ke arah orang itu.

Love for Me (TAMAT) Where stories live. Discover now