07. Malu

297 29 23
                                    

Rey berjalan bersisian dengan Leon yang baru saja ke luar dari ruangan kelasnya. Kini, kedua sahabat itu jadi tidak bisa leluasa untuk bertemu karena mereka berbeda jurusan, apa lagi keduanya selalu saja disibukkan oleh tugas-tugas kuliah yang begitu banyak. Tidak seperti masa SMA, masa di mana mereka masih bisa menghabiskan waktu bersama sepuasnya, berlaku pecicilan bila sedang jam kosong.

Dan masa di mana mereka masih bersama Alan.

Keduanya merindukan sahabatnya yang berperilaku lebih dewasa daripada Leon dan Rey. Walaupun sifat Alan hampir sama seperti Leon, namun Alan lebih baik dari Leon yang sangat konyol.

"Rey," panggil Leon.

"Hm?"

"Main PS, yuk."

Rey berpikir sejenak, kapan waktu yang tepat untuk bermain PS bersama Leon. "Minggu depan, Yon. Soalnya Bokap sama Nyokap gue ada urusan bisnis di luar kota, jadi lo bisa bebas main di rumah gue. Tapi, setelah pulang kuliah, ya?"

Leon mengangguk. "Kantin, kuy. Gue yang traktir." Leon tersenyum sombong, membuat Rey tertawa geli.

"Tumben, biasanya lo ngutang di kantin."

Leon memutar bola matanya malas. Jujur, ia memang sering menghutang di kantin. Itu kebiasaannya sejak lama. Bukan karena ia lupa membawa uang, namun karena uang itu sengaja ia simpan untuk membeli stik PS.

Terkadang, Leon juga sering meminta teman-temannya menraktirnya. Hitung-hitung sebagai pengiritan. Namun, untuk kali ini ia memiliki uang yang cukup. Karena ia sudah tidak terlalu tertarik dengan game itu, koleksi game-nya sudah terlalu banyak. Lagi pula, ia masih bisa bermain PS bersama Rey.

"Udah, ah. Gue laper, nih. Kalau lo nggak mau Leon yang ganteng ini traktir lo, yaudah." Leon berjalan terlebih dulu, diikuti Rey yang masih tertawa geli di belakangnya.

🌧🌧🌧

Ruby menyantap baksonya dengan lahap, sesekali ia berceloteh riang kepada Ran yang duduk di sebelahnya. Ran menjadi pendengar yang baik walaupun cewek itu sedaritadi berkutat dengan laptopnya, sebab Ran sedang mengerjakan tugas dari dosen yang diberikan khusus untuknya.

"Ran."

"Hm?"

"Menurut lo, Athan tuh orangnya gimana, sih?" tanya Ruby tiba-tiba.

Ran menoleh sepenuhnya pada Ruby. "Menurut gue, ya?" Ran berpikir sejenak, Ruby menatap Ran penasaran. "Kalau menurut gue, sih. Athan orangnya baik, kekanak-kanakan, gemesin, tapi sekalinya serius... Athan serius banget."

Ruby mengangguk, menyetujui ucapan Ran. "Terus, kalau Rey gimana? Gue ngerasa aneh aja, Rey inget gue, tapi dia lupa sama lo. Padahal, dulu lo yang paling dekat sama dia selain dua sahabatnya."

Ran menghembuskan napas berat, ia juga menginginkan Rey mengingat dirinya. Bukan sebagai orang asing, tetapi sebagai Ran yang dulu Rey kenali. Ran yang dulu sudah sangat akrab sekali dengan Rey.

"Vedremo piu tardi, cerchero di ripristinare di nuovo i suoi ricordi," ucap Ran dengan bahasa yang asing di telinga Ruby, lalu ia kembali fokus kepada laptopnya.

Ruby menatap Ran bingung, ia memang tidak mengerti apa yang dikatakan Ran tadi. Namun ia tahu, Ran pasti akan berusaha untuk mengembalikan ingatan Rey. Ia bangga pada sahabatnya itu, sudah sejak lama Ran memiliki perasaan pada Rey. Sudah terlalu banyak luka yang Ran rasakan, namun Ran masih saja memperjuangkan Rey hingga sekarang.

Kalau dirinya jadi Ran, ia akan langsung berpaling kelain hati. Ia tidak akan mampu bertahan sampai bertahun-tahun seperti itu.

"RUBY!"

Love for Me (TAMAT) Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα