Beauty Venus - Chapter 30

6.7K 719 83
                                    

"Di sini aku lah yang menjadi korban, tapi kau yang marah-marah seolah kau seorang korban."

"Aku lah korban di sini! Kau pasti tahu pasal melecehkan perempuan, Miguel!"

"Kau ingin menuntutku?" Tanya Miguel seraya tersenyum.

"Kau pikir aku tidak akan melakukannya?"

Miguel tertawa lembut.

"Menurutmu aku lucu?!" Hera dengan kasar menepis tangan Miguel yang mengusap perutnya. Karena emosi, sakit perutnya hilang seketika. "Jika perutku tidak benar-benar sakit tadi, aku sudah pasti menendangmu saat kau tanpa permisi menyentuh tubuhku!"

Miguel menghela nafas dalam. Lalu menggendong Hera ala bridal style menuju kamar. Tentu saja Hera bergerak lincah ingin dilepaskan namun Miguel tetap diam dan menganggap perlawanan yang Hera buat seperti tidak terjadi apa-apa. Semua pelayan dan Johanna hanya tertawa kecil dengan malu-malu saat melihat mereka.

Sesampainya di kamar, Miguel meletakkan Hera dengan lembut. Ia duduk di pinggir ranjang kemudian kembali mengusap lembut perut Hera.

"Tidurlah."

"Ini terlalu awal untuk tidur."

Miguel tahu itu. Pukul 7 sore sangat tidak memungkinkan untuk Hera tidur. Tapi mengingat kondisi Hera sekarang, wanita itu pasti akan tertidur. "Tapi kau butuh tidur."

"Tapi—"

"Pejamkan matamu sekarang."

Hera menghela nafas sebelum mengikuti perintah Miguel. Beberapa menit kemudian nafas Hera menjadi lambat dan teratur. Barulah Miguel menarik tangannya dari perut Hera. Ia merapikan selimut tebal untuk Hera, melarikan anak rambut yang jatuh di pipi tirus wanita itu, lalu mencium lembut dahi Hera. Miguel berdiri dan meninggalkan kamar dengan bunyi pintu tertutup pelan.

Setelah itu, Hera membuka matanya dengan tenang. Pikirannya kembali di saat ia berkumpul bersama Venus...

"Ayo taruhan, Miguel masih jatuh cinta padamu setengah mati." Helena menyeringai.

Hera mendengus. "Tolong bedakan antara mengidolakan dan mencintai."

"Aku memang belum melihat Miguel secara langsung bagaimana ekspresinya saat memperlakukanmu, tapi jika mendengar dari ceritamu sepertinya dia pria yang tepat untukmu." Inanna berkata dengan serius.

"Itu bisa saja!" Diana berkata dengan antusias.

"Bagaimana jika kau mengujinya?" Helena memiliki ide dengan kerlingan mata.

"Aku bersumpah jika idemu sangat buruk aku akan—"

"Jika dia menghawatirkanmu dan bersikap lembut juga sabar terhadapmu, artinya apa yang kami katakan itu benar."

Hera mengerjapkan matanya sekali lalu menghembuskan nafas dalam. Memikirkan kembali perkataan Venus, raut khawatir Miguel dari tadi pagi saat mengerjai Barbara, dan terakhir saat perut Hera yang tiba-tiba sakit di taman belakang...

Apakah benar... Miguel memang menyukainya?

***

Seorang pria berumur duduk di belakang meja dalam diam. Pria itu bosnya. Frederick memeriksa berkas yang ia bawa, meliriknya sesekali lalu menggelengkan kepala dan menghela nafas.

"Tidak."

Mario mengernyitkan dahinya tidak mengerti. "Tapi Pak Direktur memberikan tugas ini untukku."

"Aku akan menghubungi Jack dan memintanya untuk mengalihkan kasus ini ke departemen lain. Pergilah."

Marion tetap di tempatnya berdiri. Ia berkata dengan gigi bergemeletuk, "Aku butuh penjelasan."

"Kau tidak akan bisa menangkapnya—"

"Aku seorang agen senior. Aku sudah menyelesaikan misi dari yang mudah hingga tersulit. Kau tahu seberapa lama aku menyelesaikan misi menangkap setan di balik pengeboman pengesahan presiden baru kita? Hanya satu tahun. Jika departemen lain yang mengambilnya, mungkin butuh waktu hingga pergantian presiden periode berikutnya." Mario maju satu langkah dengan mata berapi-api. "Aku juga pernah menangkap bandar narkoba di Rusia dan Arab. Apa menurutmu aku tidak bisa menangkap orang ini?"

Frederick melirik kemana jari Mario menunjuk foto di berkas yang ia periksa tadi. "Kau tidak akan."

"Apa?" Mario cukup terkejut mendengar kalimat itu dari tutornya sejak ia bergabung di FBI. "Bos—"

"Dia bagaikan hantu. Tenang, berada di kegelapan. Dia sangat mengerikan, seperti monster. Dia tidak akan repot-repot menunjukkan dirinya. Jangankan tahu namanya, melihat wajahnya saja kita tidak akan bisa. Karena setelah melihatnya dan tahu jika dialah orang yang kita cari, itu adalah hari terakhir kau hidup. Dan kau yakin pria di foto ini adalah dia?" Frederick tertawa. "Kau sedang dipermainkan dia. Sesuatu yang klasik yang dilakukannya."

Kemudian Frederick memasang wajah serius. "Para senior terdahulumu mati di tangannya. Liliana yang ditemukan tewas pagi hari di rumahnya. Lalu Kim yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas, padahal dia ingin menuju kemari dan mengumumkan siapa pria itu. Dan terakhir Edward, bahkan pria itu tidak repot-repot memberikan kita tubuhnya. Dia hanya memberikan kepala Edward di mejaku."

Frederick menghela nafas. Dan tersenyum lemah. "Secara tidak langsung dia sudah mengirim pesan untuk tidak mengganggunya."

"Secara tidak langsung kau takut."

"Ya." Frederick mengangguk tidak mengelak. Ia merasakan keterkejutan dari Mario. "Aku takut aku akan kehilangan agen terbaikku lagi. Semua orang mati di tangannya. Setiap regu yang dibawa agen-agen lenyap tanpa kehebohan. Kau tahu betapa mengerikannya dia? Dia bisa membunuhmu saat kau tidur seperti Liliana dan anak buahnya!"

"Jalang itu lalai makanya dia mati tanpa perlawanan!" Mario menenangkan kembali emosinya sebelum kembali bersuara. "Jika pria itu yang membunuh semua agen terdahulu, kenapa Jack memberikanku misi ini? Jika dia juga tahu akhir dari misi ini kenapa masih memberikan sebuah harapan jabatan di masa mendatang untukku?"

"Liliana adalah anak haramnya."

Pernyataan ini benar-benar membuat Mario terkejut untuk kesekian kalinya. Ia tidak menyangka direktur FBI memiliki anak lain.

"Dia masih tidak menerima kabar duka tersebut. Bahkan wanita selingkuhannya mengalami gangguan jiwa atas kepergian Liliana. Dia berharap bisa menemukan orang itu dan membunuhnya dengan tangannya sendiri."

Seketika suasana di ruangan dingin tersebut hening cukup lama.

"... Aku akan menemukannya"

Frederick berdecak. "Bukankah aku sudah bilang tidak mudah mendapatkan orang ini."

"Tenang saja. Aku akan membawanya kemari." Mario berbalik dan berjalan hendak keluar dari ruangan Frederick.

"Alejandro." Frederick bersuara membuatnya berhenti di tempat.

Mario menoleh.

"Seolah tahu kapan mereka akan mati, Liliana, Kim, dan Edward meninggalkan pesan yang sama. Hanya satu kata. Alejandro." Frederick berbisik di ujung kalimat.

Mario mengangguk. "Baik."

"Dan satu hal lagi." Frederick mengalihkan pandangannya ke luar jendela dengan frustasi. "Aku akan menyuruh semua agen di departemen kita menjadi timmu. Kita membutuhkan banyak orang untuk melumpuhkannya."

Sekali lagi Mario mengangguk kemudian menutup pintu rapat.

Sepeninggalan Mario dari ruang kerjanya, Frederick dengan frustasi mengeluarkan bungkus rokok dari saku jasnya, lalu menyalakan salah satunya. Ia bersandar di belakang mejanya dan merokok seraya menatap pemandangan hijau di jendela.

Setelah menghabiskan satu rokok, ia mengeluarkan ponsel lalu menghubungi seseorang. Tidak menunggu lama di seberang telepon sudah menjawab panggilannya.

"Kau sudah tahu?"

Di seberang telepon hening cukup lama lalu menjawab dengan singkat, "... Ya"

Frederick menutup kedua matanya bersamaan dengan lunglainya tangan yang memegang ponsel tersebut. Dia berjanji akan berusaha dengan seluruh kemampuannya untuk membantu anak didiknya.

BEAUTY VENUS [#4 VENUS SERIES]Where stories live. Discover now