Beauty Venus - Chapter 4

12.5K 896 72
                                    


"Hera," panggil Petter dengan tenang.

Hera memejamkan matanya sebelum membalikkan tubuhnya.

"Tolong buka blazer-mu."

"Daddy, aku harus ke kantor sekarang."

"Ms. Vourou. Aku yakin kau mendengarkanku."

Hera melirik kesal pada Emma yang memasang wajah bersalah dan Barbara yang tersenyum polos. Dengan gerakan perlahan ia melepaskan blazer mustard dan memperlihatkan blous lengan panjang dengan tali spaghetti di bahu.

"Apa kau akan ke kantor dengan pakaian seperti itu, sayang? Kau tidak lupa bukan jabatanmu di sana bukan sebagai pemuas nafsu."

"Daddy! Kenapa kau berkata seperti itu?! Jesus..."

"Kembali ke kamar. Ganti pakaianmu lebih sopan-"

"Jika aku menggunakan blazer, ini akan terlihat lebih fashionable, Dad! Lagipula aku tidak akan melepaskannya di depan orang-orang."

"Jangan memotong ucapanku. Sekarang ganti pakaianmu."

"Masalahnya celanaku-"

"Jika kau kekurangan celana, aku memiliki banyak di kamarku. Kau bisa menggunakan salah satunya."

Apa Daddy-nya bercanda?! Mana mungkin Hera menggunakan celana gembrong Ayahnya.

"Tunggu apa lagi? Bukankah kau bilang kau sudah telat?"

Hera menatap Emma dengan datar. "Thanks, Emma."

Dengan memasang wajah 'Tunggu Pembalasanku', Hera kembali ke kamarnya dan mengganti stelan jas dan celana. Oh tuhan... Ini sangat menyiksa di musim panas! Seharusnya ia menggunakan blouse tipis dan bawahan pendek. Bukan harus menutupi seluruh tubuhnya!

Setelah selesai, Hera langsung mengendarai mobil sport-nya menuju kantor.

♚ ♚ ♚ ♚ ♚


Brian mengetuk ruangan Hera saat wanita itu baru saja duduk di balik meja kerjanya. Setelah Hera membolehkannya masuk barulah Brian masuk dengan membawa map dan iPad.

"Mrs. Pallas menghubungi Anda lewat telepon kantor."

Hera dengan segera mengeluarkan ponselnya dan melihat ada panggilan tidak terjawab dari Diana, Inanna dan Helena. Ia langsung menghubungi Helena dan tidak butuh waktu lama wanita di seberang sudah mengangkatnya.

"Hai, kalian menelponku berurutan. Apa ada masalah?" Hera mengumumkan.

"Aku berasumsi kau tidak membaca undangan dari sekolah."

Hera mengerutkan dahinya. "Sekolah?"

Hera bisa mendengar Helena tengah berbicara dengan karyawannya sebelum kembali pada Hera. "Pesta reuni sekolah. Aku berharap kau belum membuang undangannya karena itu satu-satunya syarat masuk."

Hera terdiam mencoba mengingat-ingat apakah ia mendapatkan undangan reuni sekolah apa belum. "Sepertinya aku belum mendapatkannya."

Hera meletakkan ponselnya diantara telinga dan bahu lalu mencoba mencari undangan yang dimaksud diantara tumpukan kertas di mejanya. Dia harus pergi karena-Hei, dia seorang pemimpin Venus. Dan Venus memiliki sepak terjang yang memukau saat mereka sekolah. Juga, alasan Hera ingin benar-benar pergi karena seseorang...

"Tunggu, apa hanya angkatan kita yang berpesta?"

"Setahuku, 5 angkatan dimulai dari satu angkatan di bawah kita."

Hera tersenyum. Pria itu pasti datang! "Kau yakin semua orang mendapatkan undangan itu?

Helena tertawa di seberang telepon. "Undangannya berwarna hitam ungu. Well, yang aku tahu, kau akan membuangnya sebelum membacanya."

Pergerakan jemari Hera terhenti saat ingatan ia melihat sebuah undangan yang sesuai dengan perkataan Helena kemarin. Dan hal kerennya, ia memang membuang undangan itu di tempat sampah.

"Kau yakin hanya itu satu-satunya tiketku masuk?" Hera berjalan cepat menuju tempat sampah di dekat pintu, membuka penutupnya dan hanya mendapati tempat sampah yang bersih.

"Ya. Dan aku berharap kau belum membuangnya."

Hera memejamkan matanya, menghela nafas sedih. "Aku sudah membuangnya."

♚ ♚ ♚ ♚ ♚

Hera pulang dengan lesu. Ia menaiki anak tangga dengan tidak semangat. Sampai di kamarnya, ia duduk di pinggir tempat tidur dan melepaskan sepatu hak tinggi.

"Kau sudah pulang?" Barbara memunculkan kepalanya di daun pintu. Wanita itu masuk begitu saja tanpa diundang dengan membawa coklat panas. Ia meletakkan minuman tersebut di nakas samping tempat tidur lalu duduk di sebelah Hera.

"Apakah kau letih? Kau menginginkan sesuatu?"

Sontak saja Hera menjaga jarak dari wanita ular di sebelahnya. "Kau membuatku takut."

Tidak biasanya Barbara seperti ini. Jika mereka berada dalam satu ruangan, wanita itu akan membuat Hera geram hingga hilang akal.

Barbara tersenyum manis. "Kau pasti butuh pijatan-"

"Oke, oke. Hentikan itu! Katakan padaku apa yang kau inginkan." Hera seketika berdiri saat Barbara hendak menyentuh bahunya.

"Aah... Kau sangat memahamiku."

Hera mendengus. "Cepat sebelum aku mengusirmu."

Barbara mengeluarkan undangan dari belakang kardigannya dengan mata berbinar. "Aku ingin pergi. Kau tahu bukan bagaimana protektifnya William. Dia tidak akan mengizinkanku keluar karena kehamilan pertamaku. Jadi, aku ingin kau berbohong padanya jika aku akan berada di rumah. Dan aku tahu kau pasti tidak pergi karena warna undangannya..."

Hera tersenyum misterius. Ia merasa kepalanya mulai memunculkan tanduk merah lengkap dengan ekor panah yang berapi. Ia memasang wajah prihatin lalu memeluk Barbara.

"Oh my Barbara. I hate to say this, but I can't. Kau tahu bagaimana Will sangat mencintaimu. Dan aku juga sangat mengkhawatirkanmu. Bagaimana jika kau mengalami musibah saat di sana, aku pasti orang pertama yang sedih. Jadi, dengan terpaksa," Hera mengambil undangan tersebut lebih tepatnya merampas. "Aku menahannya. Demi kebaikanmu. Ya Tuhan, aku sungguh adik ipar yang baik."

"Tidak- kembalikan, Hera!"

"Jika benda ini ada padamu, kau pasti tetap pergi diam-diam. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Ingat, aku tidak bermaksud jahat. Ini demi kebaikanmu dan calon keponakanku tercinta."

Barbara menatap Hera dengan geram. Ia mencoba menghirup nafas dan membuangnya dengan pelan sebelum menatap tajam wanita di depannya. "Aku akan membuat perhitungan-"

"Aku akan membalasnya dengan ini." Hera melambaikan undangan di depan mata Barbara yang semakin marah.

Barbara mengambil minuman yang ia bawa lalu menutup pintu kamar Hera dengan kasar.

Sepeninggalan Barbara, Hera menjerit senang dan berjoget tak karuan di atas tempat tidur. Ia mengangkat tinggi-tinggi benda -dengan warna terjelek menurutnya- penuh bangga. Dengan cepat ia duduk dan mulai membuka undangan tersebut.

Perlu diketahui, ini adalah pertama kalinya Hera membuka sesuatu yang berbau ungu. Biasanya, ia akan membuangnya begitu saja. Oh Tuhan... Ia sungguh benci warna ungu sebenarnya. Menurutnya warna tersebut adalah warna terjelek dan juga warna terkutuk baginya. Ia pernah kalah dalam lomba makan karena taplak mejanya berwarna ungu.

Hera menatap isi undangan tersebut sangat fokus. Lalu berbaring dengan gugup.

Pestanya akan diadakan jumat malam yang artinya besok malam pukul 8. Dan yang membuatnya gugup adalah apakah pria itu akan datang juga? Hera sungguh gelisah.

*TBC*

Menunggu komentar kalian❤❤

Go follow: @ririlidya7





BEAUTY VENUS [#4 VENUS SERIES]Where stories live. Discover now