[13] Acknowledge

111 28 1
                                    


  Sinhe mengerjapkan matanya perih. Sudah tak ada tenaga untuk menangis lagi. Seperti nya kadar air matanya mulai mengering.

  Meskipun sekujur badannya sakit dan hatinya remuk, dia hanya diam tidak merintih ataupun mengeluh. Dia sekarang sedang menyelimuti diri.
 
  Tapi tubuh Sinhe masih menggigil.

  Seungwoo menyakitinya dengan cara yang tidak terpikir oleh mereka berdua. Seumur hidup, Sinhe belum pernah merasa begitu sakit dan dipermalukan seperti ini.

  Bukankah ini yang dia inginkan? Bukankah saat mereka datang kesini, Sinhe juga menginginkannya?
 
  Sinhe akan menganggap nya kegilaan sementara. Menganggap bahwa ini bukan sekedar pelepasan gairah. Seungwoo juga terluka, sama seperti Sinhe, akibat kejadian Tadi. Bahwa pada beberapa titik, seungwoo juga berusaha menyembuhkan Sinhe dengan merasuk ke dalamnya, menyatukan diri dengannya.

  Tapi sinhe tidak punya pilihan lain. Dia hanya bisa memaafkan Seungwoo.

  Biar saja itu menjadi jatah Seungwoo.
 
  Dia melangkah dengan bertatih  bangkit dari ranjang. Dia merasa kotor. Tubuhnya beraroma keringat Seungwoo. Satu satunya obat hanyalah mandi.

  ....

Seungwoo masuk ke rumah selewat tengah malah. Tenggorokannya panas akibat Soju, tapi dia terlalu lelah untuk pergi ke dapur dan mengambil minuman pereda pengar. Dia ingin segera melihat Sinhe, memeriksa keadaannya. Sepelan mungkin dia membuka pintu kamar.

  Sinhe sudah tidur di sisi ranjangnya. Dia terlihat begitu polos. Seungwoo berjalan mendekat. Dari beberapa langkah dia bida menciun bau campuran sabun dan bedak.

  Semenatara Seungwoo mencium tubuh nya sendiri yang berbau keringat. Dia berjalan menuju ranjang, lalu duduk di samping Sinhe.
  Seungwoo menatap wajah istrinya yang telihat tenang.

   Dengan lembut Seungwoo menyibak anak rambut yang memenuhi dahi Sinhe. Memr yang sangat jelas terlihat di sana.

   Cup.

   Ciuman ringan mendarat di pipi Sinhe.

  "Mianhe..." gumam nya pelan

  Seungwoo mengambil tangan sinhe, menangkupkannya di pipi.

.....

  "Kau sedang mabuk?" Tanya Eunji curiga.

   Mau tak mau seungwoo tersenyum. Dia merasa lega, bebannya seperti terangkat. Seharusnya dia melakukan ini berminggu minggu. "Tidak"  

  Eunji mendengus. "Kalau begitu kenapa kau menelepon ku nyaris dini hari untuk memutuskan hubungan denganku?"
 
  "Tarik kembali kata katamu"

  "Aku serius. Tidak, aku tidak akan menarik apapun yang telah kukatakan padamu. Kita putus. Silahkan melanjutkan hidupmu"

  "Tidak, tidak. Jangan mengucapkan apapun lagi. Sekarang tutup teleponmu, kita akan bicara besok pagi"

  "Tidak ada besok pagi" kata Seungwoo tenang. "Tidak ada besok untuk kita"

  "Apa kau marah karena aku ada di club saat kau terakhir kali menelepon? 

  Seungwoo tertawa kering, merasa geli dengan semua perkembangan ini. Dia menunggu nunggu perasakan sedih atau kehilangan ketika mengatakan ini pada Eunji. Taoi nyatanyac Seungwoo tidak merasakan apapun.

   "Tidak. Tentu saja tidak. Aku juga sering ke Club bersamamu, kan?"

   Eunji adalah cinta dalam hidupnya. Atau setidaknya, Seungwoo pikir begitu. Mungkin Seungwoo penasaran karena tidak pernah mendapatkan Eunji. Mungkin Seungwoo iri pada Jinhyuk karena pria itulah yang bisa mendapatkan Eunji. Mungkin dia hanya terobsesi.

  Semua terada tidak nyata saat bersama Eunji, Seungwoo sangat menikmati itu. Seungwoo sepeti hidup dalam mimpi. Tapi bersama Sinhe, Seungwoo seperti dihadapkan pada kenyataan.

  Namun, siapa yang mengira ternyata kenyataanlah yang kemudian menjaganya tetap waras?

   Butuh waktu bagi Seungwoo untuk menyadarinya, tapi Sinhe perempuan yang benar benar dia inginkan. Bahkan sebelum kejadian ini pun Seungwoo sudah tahu. Namun baru sekarang dia punya keberanian untuk mengakhiri kebimbangannya.

  "Lalu kenapa?" Desak Eunji

  "Selamat malam, Eunji" tanpa menjawab pertaaan Eunji, Seungwoo menutup telepon.

Simple With You | ENDWhere stories live. Discover now