[5] Recognition

105 46 4
                                    

Sinhe menghela nafas, menyadari dia sedang melamun tak keruan.
Yang terjadi adalah perasaannya sedang tidak enak. Dia bosan dengan keadaan seperti ini. Lebih dari seminggu mereka tinggal serumah, tapi Seungwoo masih saja sinis, marah, dan menggerutu.

Sinhe menghela nafas sekali lagi, lalu membalikan bulgogi di pangganganya.

Dia tidak berniat menyerah pada seungwoo. Belum. Mungkin perasaan putus asa ini berasal dari siklus bulanan.

....

Aroma manis menguar dari arah dapur, memasuki ruang kerja Seungwoo. Seungwoo menahan diri untuk tidak keluar dari ruangan. Dia sedang tidak ingin bertemu Sinhe.

susah berkonsentrasi jika perut lapar sementara Seungwoo terus mencium aroma yang menggoda. Seungwoo menyadari dia belum makan sejak siang tadi.

Dia tidak tahu kenapa masih sekesal ini karena apa yang baru diketahuinya tadi siang.

   Memangnya kenapa kalau Sinhe ternyata lebih terpelajar dan lebih mandiri dari pada yang Seungwoo pikir? Bukankah lebih baik? Seungwoo jadi bisa meninggalkan tanpa harus merasa bersalah, karena sebenarnya Sinhe memang tak membutuhkannya.

Tapi jauh di dalam hati, seungwoo tahu bahwa satu satunya alasan yang membuat dia begitu marah adalah karena selama ini dia pikir Sinhe menggantungkan masa depannya pada Sinhe.

  Mungkin kedengarannya aneh, tapi di atas segala keruwetan yang ditimbulkan perkawinannya, seungwoo merasakan sepercik rasa hangat menyadari bahwa seseorang tertumpu padanya, membutuhkannya.

Seungwoo selalu sendirian selama ini. Dia tidak pernah menjalin hubungan romantis dengan perempuan. Dia tidak pernah merasa harus mencari perempuan jika memang tidak menyukainya. Prinsip itulah yang kemudian membuat orang tuanya khawatir seungwoo akan tetap membujang seumur hidup.

Menikah dengan Sinhe membuat hidup seungwoo berubah drastis. Dia tahu seharusnya dia tidak membiarkan perasaan macam apa pun tumbuh untuk Sinhe, bahkan meskipun hanya perasaan sederhana seperti ingin menjadi orang yang menjadi tumpuan Sinhe.

Sinhe sudah tinggal di sini lebih dari seminggu, dan dia Seungwoo diam diam kagum memdapati perempuan itu sanggup mengurus Seuweden Hills dan mengurusnya dengan baik. Seungwoo tidak pernah mendapati Sinhe mengeluh. Sinhe selalu tenang. Dan meskipun sering terlihat gugup, rasa percaya diri perempuan itu terpancar jelas dari tatapan matanya.

Seharusnya itu sudah bisa membuka mata Seungwoo akan kwalitas perempuan yang kini jadi istrinya, sopan dan terpelajar.

Seungwoo mengertakkan geraham, merasakan sensasi gatal di hatinya saat menyadari bahwa siapapun yang nanti akan menjadi suami Sinhe setelahnya adalah Lelaki yang sangat beruntung. Tapi Seungwoo tidak menyesal. Dia tahu apa yang sedang dia lakukan.

Ketukan di pintu membuyarkan lamudan seungwoo. Tiga ketukan , setelah itu hening. Seungwoo menghitung dalam hati, menunggu pintu ruang kerja terbuka, namun hingga lima menit berlalu tidak ada apa apa.

Dengan langkah pelan Seungwoo melangkah ke pintu, membuka nya pelan. Mulanya hanya celah kecil bisa dimasuki kepalanya. Ketika sudah memastikan tidak ada siapa siapa, seungwoo melangkah keluar, menuju Dapur.

Di salah satu sisi meja dapur, rupanya Sinhe sudah menyiapkan makanan untuknya . Seungwoo kemnali menoleh ke kanan kirinya, namun tidak menemukan sinhe . Seungwoo merasa lega karena tak harus memulai pembicaraan denagn perempuan itu.

Simple With You | ENDWhere stories live. Discover now