[31] Hope (END) ✓

93 14 8
                                    

Sinhe berbaring sambil bersandar di keyang karena angin. Aroma mendung dan getah cemara terbawa masuk ke dalam kamar. Beberapa kali suara gemuruh guntur yang teredam terdengar dari berjauhan.

Seungwoo mencelupkan saputangan ke gelas berisi air gula yang dipegangnya lalu menggunakannya untuk menyeka bibir Sinhe Menggunakan punggung tangannya, Sinhe mengelap bibirnya yang terkatup

Seungwoo menghela napas. Dia menaruh kembali gelas dan Saputangan ke nakas. Seharusnya dia tahu, percuma saja melakukannya saat Sinhe sedang tenaga. Tapi dia bisa melihat Sinhe semakin lemah, bibirnya mulai kering dan mengelupas.

Biasanya Seungwoo memang menunggu Sinhe tertidur, namun sekarang dia terlalu khawatir melihat keadaan Sinhe yang makin lemah.

Sinhe sudah tiga hari mogok makan dan minum. Dia hanya terdiam di kasur. Yang bisa Seungwoo lakukan hanya menyuapi Sinhe dengan beberapa sendok air gula saat dia tertidur, berharap dengan begitu Sinhe tidak dehidrasi atau kekurangan gula.

Seungwoo mengembuskan napas. Dia pun mendapati dirinya sulit menelan makanan, tapi Seungwoo tahu dia harus makan. Dia tidak boleh sakit. Sinhe membutuhkannya.

Seungwoo hampir tidak bisa merasakan makanan yang dia telan. Kebanyakan dia hanya makan ramyeon yang dihabiskannya cepat-cepat saat masih panas karena dia tidak mau meninggalkan Sinhe terlalu lama.

Kadang dia memakan daging kalengan atau kornet yang dimakan langsung dari wadahnya. Semuanya dia lakukan agar punya cukup tenaga untuk tetap menunggui Sinhe.

"Sinhe..." Seungwoo menepuk tangan istrinya yang saling menaut di atas selimut.

Sinhe memandang Seungwoo dengan tatapan yang tidak fokus seolah melamun. Matanya terlihat cekung dan sayu

Seketika kelopak mata Seungwoo penuh oleh air mata. Apakah dia sudah berada di jalan yang benar? Tidakkah sebaiknya dia membawa Sinhe ke rumah sakit terdekat?

"Apa kau ingin sesuatu?" .

"Maafkan aku...," Sinhe berkata dengan suara pelan, nyaris terengah.

Seungwoo tersenyum lembut. Itu kalimat pertama Sinhe sejak Seungwoo memberinya obat penenang.

Seungwo menyentuh pipi Sinhe dengan hati-hati, takut Sinhe menolaknya. Tapi Sinhe hanya terdiam, mungkin karena sudah terlalu lemas untuk memberontak.

"Aku yang minta maaf," kata Seungwoo dengan suara tersekat. Dia kini duduk di pinggir ranjang, berhadapan dengan Sinhe. Tangan Seungwoo menggenggam tangan istrinya yang dingin dengan erat.

Seolah tidak mendengar yang dikatakan Seungwoo, Sinhe kembali berbicara. Tatapannya seperti melamun, memandang ke balik bahu Seungwoo

"Maafkan aku karena aku berniat melukaimu saat aku mulai... mengingat." Seakan tersadar, matanya kini menatap Seungwoo lekat-lekat .

"Aku salah," katanya pelan.

"Kalau aku berhasil membunuhmu saat itu, penderitaanmu akan berakhir terlalu cepat"

Sinhe tersenyum sedih, ujung jemarinya terangkat seperti hendak menggapai Seungwoo.

Seungwoo mengambil tangan Sinhe menciumnya ke pipi dan menahannya di sana.

"Begini lebih baik," kata Sinhe, seulas senyum misterius masih terulas di bibirnya.

"Kau bisa melihatku mati pelan pelan. Lalu kau akan menderita seumur hidupmu."

Seungwoo yakin tangan Sinhe yang berada di pipinyalah yang membuatnya tidak kehilangan kendali, namun air mata Seungwoo menetes satu per satu.

"Apakah aku belum memberimu cukup alasan untuk menceraikanku?" Sinhe menyandarkan kepalanya di bantal.

Simple With You | ENDWhere stories live. Discover now