[3] Uncomfortable

137 50 4
                                    

Sinhe duduk di tepi ranjang, berusaha mengatur nafas. Dia menoleh menatap bayangan dirinya di cermin besar di pintu lemari. Setelah kagum mendapati wajah yang radinya merah kini pucat seperti baru melihat hantu. Rasa malu yang tadi menerpa kini digantikan oleh rasa terkejut.

Tadi itu nyaris sekali.

Sinhe bangkit menuju lemari. Sudah saatnya mengangi lingerie pembawa bencana ini dengan piamanya yang hangat dan nyaman. Sembari melepaskan lingerie dsdi tubuh dan mengenakan piama, dia memikirkan apa yang salah.

Apakah ini terlalu cepat bagi Seungwoo? Sejujurnya, sinhe pun tidak terlalu terpukul dengan penolakan suaminya itu.

Secara teori, mereka baru saling mengenal selama seminggu. Mungkin memang sinhe yang terlalu terburu buru. Seharusnya dia membari Seungwoo lebih banyak waktu.

Sinhe memejamkan mata. Apakah Seungwoo akan mendapatkesan bahwa dia adalah wanita yang menterjemahkan emansipasi dengan cara yang salah? Apakah lebih bauk dia menunggu Seungwoo berinisiatif?

Tapi sebenarnya Sinhe tidak keberatan kalau dia yang memulai duluan, asalkan syarat dan ketentuan berlaku: Seungwoo tidak menolaknya lagi seperti tadi. Harga dirinya sebagai wanita tidak mungkin bisa sembuh jika haru mendapat penolakan macam itu sampai dua kali.

Kalau di pikir pikir, mungkin saja ketegangan samar yang selama ini terjadi di antara mereka bisa sedikit mereda jika......

Sinhe menggeleng tidak. Dia sudah tau jawaban seungwoo. Pria itu ingin Lingerie sinhe di masukkan ke koper. Yang artinya tidak ada hal hal semacam ini selama mereka berada di Seuweden hills. Mungkin seungwoo ingin berkonsentrasi dengan pembangunan resornya, siapa tahu.

Sinhe sudah menjadi perawan lebih dari dua puluh tahun. Menunggu sampai beberapa bulan lagi tidak kan jadi masalah besar.

Setelah memakai piama, sinhe mengambil karet rambut dan mengikat rambutnya dengan longgar. Dia mengambil ponsel yang masih berada di dalam tas, memeriksa kalau ada Telepon atau Chat yang masuk.

Dia membuka ponsel dan membaca beberapa Chat masuk. Tidak banyak yang tahu nomor ponselnya. Sinhe baru menggunakan nomor ini seminggu yang lalu sejak kembali ke Seoul.

Kebanyakan Chat berasal dari tante tante nya yang bertanya apakah Sinhe di rumah atau ikut bersama Seungwoo.
 
  Satu Chat dari Eomma yang bertanya apakah dia sudah sampai di Seuweden hills. Tapi yang paling menarik perhatian nya adalah chat terakhir, dari nomor yang tidak ada di kontak ponsel nya.

Tidak sampai setengah jam, seungwoo masuk ke kamar. Sinhe berusaha tidak menadang Seungwoo saat pria itu berjalan menuju lemaru dan menganti bajunya dengan kaus.

  Tapi sinhe tidak tahan melirik sekilas ke arah seungwoo. Tubuh yang bidang serta Abs yang nyata di perut pria itu. Sinhe menelan ludah , tapi segera berusaha menghilangkan hal hal aneh yang ada di kepalanya.

"Sekretaris Appa men Chat. Dia bilang ada reporter majalah yang meminta wawancara" sinhe memulai pembicaraan.

"Apakah kita harus melakukannya? Kupikir sekretaris appa mu bisa menolak. Itulah gunanya sekretaris" seungwoo masuk ke kamar mandi, lalu terdengar suara keran di buka dan suara seungwoo menyikat gigi.

"Hari sabtu minggu depan reporter itu akan datang" takut seungwoo tidak mendengar, Sinhe menaikan nada suaranya.

  "Dia hanya bilang ini majalah gaya hidup. Kata nya dia ingin meliput resormu"

"Bangunan Fisiknya saja belum jadi" Seungwoo keluar dari kamar mandi dan mematikan lampu. Dia lalu naik ke ranjang dan memunggungi Sinhe yang masuk duduk di sebelahnya.

Simple With You | ENDWhere stories live. Discover now