PART 44 - Divorce

3.5K 216 13
                                    

"Bun gimana keadaan Ayah?" tanya Alsya panik. "Apa sudah baikan?"

Manda hanya menjawabnya dengan gelengan. Jawaban yang membuat Alsya semakin tidak karuan.

"Dok, bagaimana keadaan Ayah saya?" tanya Alsya.

"Beliau masih belum sadarkan diri. Penyakit jantungnya kambuh, ditambah lagi dengan syok yang membuatnya memicu stress yang berlebihan. Pasien bisa dirawat terlebih dahulu di sini, setelah keadaannya pulih bisa dibawa pulang. Jangan dibuat terlalu banyak pikiran, karena itu bisa menyebabkan penyakitnya kambuh lagi. Nyeri di dada sudah mulai terkurangi, obatnya mulai bekerja. Berdoa saja semoga cepat sadarkan diri," ucap Dokter Heri dengan lembut selaku teman Zidan sewaktu kuliah.

"Terima kasih, Dok."

"Mari, saya tinggal dulu." Alsya dan Manda mengangguk dengan senyum.

"Ayah." Alsya membekap mulutnya tidak percaya. Ia yakin ayahnya kuat.

Aufa memberikan pelukan hangat kepada istrinya. Ia mengusap pucuk kepala Alsya untuk menenangkan wanitanya itu. "Ayah pasti baik-baik aja, sayang."

"Gimana kondisi Pak Zidan?" Suara berat khas cowok itu mengagetkan Alsya dan Manda.

Aufa meliriknya dan berdecak kesal.

Alsya menampilkan keterkejutan dan bertanya. "Darimana kamu tahu Ayah sakit?" tanya Alsya balik.

"Nayra mengabari saya."

"Pak Zidan masih belum sadarkan diri. Doakan saja semoga ia lekas sembuh dan kembali beraktivitas seperti biasanya," ucap Manda.

Rafka tersenyum hingga matanya menyipit. "Aamiin semoga cepat sembuh."

"Kamu ada hubungan apa sama Nayra?" tanya Aufa penuh selidik. "Oh, jangan-jangan benar dugaanku." Aufa tersenyum miring.

"Lo apa-apaan, sih?" balas Rafka dengan nada tinggi.

Aufa mencekeram kerah baju Rafka dan siap memberikan bogeman mentah. Namun dengan sigap Alsya menahan lengan suaminya yang siap memberikan pukulan.

"Mas, jangan emosi, ini di rumah sakit nggak enak kalau dilihat orang."

"Rafka, lebih baik kamu pulang dulu," ucap Manda memberikan pengertian.

Rafka mengangguk sembari menatap tajam ke arah Aufa.

*****

Alsya termenung menatap langit senja di balik kamarnya. Entah mengapa tiba-tiba air matanya menetes. Bahunya bergetar. Ujian rumah tangga yang ia lalui membuatnya sabar. Sakit yang ia pendam rasanya tidak mampu ia keluarkan. Bahkan marah sekalipun kepada Nayra rasanya ia tidak sanggup.

"Sayang, saya panggilin kamu dari tadi--kamu nangis?" tanya Aufa yang baru masuk dari kamar.

"Hah?" Alsya buru-buru menghapus air matanya dan tersenyum memperlihatkan wajah cantik kepada suaminya.

Aufa mendekat dan merengkuh tubuh mungil istrinya sembari berkata. "Saya tahu perasaan kamu sekarang. Saya beruntung punya kamu. Kamu wanita kuat."

"Alsya minta maaf kalau ada salah." Alsya membalas pelukan suaminya.

"Kamu nggak salah, saya yang salah. Saya tidak bilang ke kamu saat itu kalau saya mau bertemu Nayra. Saya benar-benar tidak ingat apa-apa saat itu," ucapnya. "Saya benar-benar terkejut ketika bangun, Nayra sudah ada di samping saya. Saya benar-benar tidak melakukan hubungan biologis sama dia."

"Bisa jadi Mas melakukannya secara tidak sadar," lirih Alsya. "Tapi Kak Nayra sekarang hamil."

"Saya tidak tahu anak dalam kandungan Nayra itu anak siapa. Sya, percaya sama saya, saya tidak mungkin melakukan itu."

Teruntuk Hamba Allah [END] Where stories live. Discover now