PART 4 - Amazed

6.7K 363 1
                                    

Turun dari taksi aku bergegas memasuki rumah yang kini sudah aku tinggali selama lebih dari dua puluh tahun lebih.

Aku merindukan kamarku yang sudah beberapa hari ini tidak aku tempati. Selain itu, aku juga merindukan Kak Nayra yang hampir empat tahun tidak pulang ke Indonesia. Ini akan menjadi pertama kalinya aku bertemu Kak Nayra setelah empat tahun dia pergi ke luar negeri.

"Gimana ya Kak Nayra sekarang, apa sudah berubah?" gumamku sembari senyum cerita membayangkan bertemu dengannya.

Kak Nayra mendapat beasiswa kuliah di luar negeri setelah menyelesaikan S1 di Indonesia. Dengan beasiswa S2 Kak Nayra di luar negeri, beban Ayah tidak begitu berat. Jika bukan karena beasiswa, Ayah tidak mungkin membayarkan Kak Nayra kuliah di luar negeri. Karena Ayah hanya setuju jika Kak Nayra kuliah di Indonesia, Turki, dan Mesir. Mengingat tentang Kak Nayra membuatku pusing seketika.

Harapanku bertemu dengannya setelah empat tahun. Semoga ia merubah sifat keras kepalanya.

Aku menekan bel rumah hingga terdengar nyaring. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Suara yang amat aku rindukan membuat hatiku menghangat ingin segera memeluknya. "Alsya masuk aja pintu nggak dikunci!"

Aku berdecak gemas mendengarnya. Ternyata Kak Nayra masih melekat sifat malasnya untuk bergerak menyambut tamu.

Tidak ingin memberengut kesal lantas aku mengikuti perintah dari Kak Nayra.

Kepalaku menoleh ke kanan dan kulihat seorang perempuan dengan pakaian santai merk terkenal melekat di tubuhnya. Aku tidak salah liat. Kak Nayra bersama seorang pria yang duduk di depannya dengan kemeja hitam khasnya.

Ada raut wajah ragu bahwa di depanku adalah kakakku sendiri. "Ini Kak Nay?"

"Iya, ini Kakak, Sya."

"MasyaAllah! Kakak." Aku memekik sangat keras meluapkan segala rindu yang aku pendam selama empat tahun belakangan ini. "I MISS YOU!"

Aku berlari kecil ke arah Kak Nayra dan membiarkan koperku berdiri di depan pintu. Kak Nayra berdiri hendak menerima pelukanku. Aku memeluknya sangat erat, melepas rindu yang amat mendalam.

"Kakak lama banget pulangnya." Aku menggerutu kesal.

"Hey! Apa kamu mau bunuh Kakak dengan pelukanmu ini?" gerutu Kak Nayra. Aku lantas menyengir.

Aku melepaskan pelukanku yang terlalu erat. Aku jadi merindukan masa kecilku dengan Kak Nayra yang hari-hari selalu menghabiskan waktu di rumah bersama-sama. Namun semenjak memiliki kesibukan masing-masing , untuk waktu berkumpul dengan keluarga sangat sulit.

"Jadi kalian beneran adik-kakak?" tanya suara bariton yang membuatku lantas tersenyum kecil, aku mengenali suara itu, suara Mas Rafka.

Mas Rafka. Pria berkacamata dengan tinggi 170 cm itu adalah kakak kelas sekaligus mahasiswa kebanggan Ayah yang membuatku memiliki perasaan kepadanya. Cowok dengan tubuh yang menjulang tinggi serta hidung mancung dan kulit sawo matang itu menatapku tidak percaya.

"Iya," jawabku dan Kak Nayra dengan anggukan.

Aku bisa melihat raut wajahnya yang terkejut. Wajar saja jika Mas Rafka tidak percaya. Sebelumnya ia belum pernah bertemu dengan Kak Nayra, bahkan wajah kami juga memiliki banyak perbedaan. Hanya mata saja yang sama, berwarna coklat dengan tatapan teduh. Jika dibandingkan, bagiku cantikan Kak Nayra. Tetapi sangat disayangkan Kak Nayra tidak mengenakan hijab semenjak ia wisuda S1, sampai sekarang.

Sebenarnya Ayah dan Bunda kerap kali memaksa Kak Nayra untuk memakai hijab bahkan hampir setiap hari teguran dari Ayah dan Bunda tidak pernah absen. Tapi bagaimana lagi, sikap keras Ayah menurun ke Kak Nayra sehingga ucapan Ayah dan Bunda seolah dianggap angin lalu.

Teruntuk Hamba Allah [END] Where stories live. Discover now