PART 26 - Jealousy

3.7K 293 5
                                    

Aufa melempar jasnya begitu saja ke kasur. Matanya menatap kecewa pada gadis yang dibentaknya. Ia segera meninggalkan gadis itu sebelum emosinya semakin sulut. Ia tidak ingin menyakitinya lagi, sungguh.

Aufa meraih kunci mobil yang berada di atas meja sembari berlari. Tak lupa ia menutup pintunya dan menguncinya dari luar sebelum meninggalkan rumah. Masuk ke mobil dengan wajah ditekuk. Ia tidak bermaksud menyakiti istrinya, melainkan hatinya cemburu, ya ia cemburu. Bukan salahnya jika ia cemburu. Namun yang membuatnya terasa mengganjal adalah menyakitinya dengan membentaknya.

Aufa yakin pasti Alsya cukup kecewa dengan sikapnya yang tidak biasanya ini. Namun, ia juga kecewa ketika istrinya itu membela pria lain dan ternyata ia masih mencintai pria itu. Ia menghela napas panjang saat berada di depan mobilnya.

Ia masuk ke dalam mobil dan menyalakannya, meninggalkan perkarangan rumahnya. Pergi sementara dari rumah, mungkin terdengar pengecut karena menghindari masalah.

"Astaghfirullah!" pekiknya saat ia tidak sengaja hampir menabrak mobil jeep yang terlintas di depannya. Pikirannya sedikit jernih dengan dibarengin bacaan taawudz dan zikir. Hatinya tenang. Itulah yang ia rasakan saat ini.

Melaju dalam berkendara sementara pikiran benar-benar kacau bisa membahayakan nyawanya.

Mendengar azan berkumandang ia memutuskan untuk menghentikan mobilnya di tepi jalan. Langkahnya gontai memasuki masjid, dengan wudu kemudian sholat hatinya akan semakin menjadi tenang.

*****

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam!" teriak dari dalam. Saat itu juga keluar wanita paruh baya yang menyapanya dengan senyum merekah. "Ya ampun Aufa, sudah lama nggak ke rumah. Gimana kabarnya?" tanya wanita itu.

"Alhamdulillah seperti yang Tan--Bude lihat."

"MasyaAllah. Sudah nikah, ya?" Aufa menjawabnya dengan anggukan. "Ya ampun, maafin Bude cuma sebentar aja. Bude datang waktu akad kamu aja dan resepsinya langsung pulang ke rumah. Kamu ngabarin nikahannya mendadak dan Bude sudah beli tiket tugas ke luar kota, jadi Bude cuma bisa datang sebentar aja, tapi sempat lihat mamu. Tapi Rendra sudah bilang sama kamu, kan?"

"Sudah Bude, dia bilang Bude titip salam sama saya."

"Alhamdulillah. Dia amanah juga ternyata," ucap Bude Ani seolah putranya baru pertama kali amanah. "Cari Rendra, ya?"

Aufa hanya menyengir. "Iya Bude, Rendra dimana?"

"Ada di dalam. Kamu nggak lagi tugas hari ini?"

"Kan libur Bude," jawab Aufa.

"Oh iya!" ucapnya. "Ya sudah masuk aja ke dalam, Rendra ada di kamarnya."

Aufa masih mematung dengan garukan di lehernya. "Boleh bude masuk kamarnya?"

"Boleh, nggak pa-pa. Biasa pas masih sekolah dulu juga masuk kamar tanpa minta izin dulu, asal nyelonong gitu," ucapnya mengingat yang sudah berlalu, membuat Aufa malu seketika. Setelah beberapa bulan tidak bertemu, sifat Bude Ani masih dengan penjelasan oanjang dan berbicara banyak. Tetapi ia orang yang sangat menyenangkan.

Aufa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Itu zaman SD Bude."

"Iya, ya sudah masuk aja. Bude mau bikin makanan buat kamu sama Rendra."

"Iya Bude, maaf loh kalau ngerepotin." Hanya anggukan dari Bude.

Aufa bergegas menaiki tangga menuju kamar Rendra. Aufa membuka pintu yang bertuliskan nama pemiliknya berwarna putih. "Ren, astaghfirullah!" pekik Aufa saat Rendra hendak membuka baju.

Teruntuk Hamba Allah [END] Where stories live. Discover now