PART 12 - Between Two Options

4.9K 296 7
                                    

"Sya, sebenarnya saya mau bilang ini sudah lama."

Aku menunduk. Ya, sekarang aku berdua dengan Mas Rafka. Sebenarnya aku sudah berusaha untuk tidak menggubrisnya dan hendak menjauhinya, tapi sepertinya akan sangat sulit. Pasalnya Mas Rafka memaksaku untuk menemuinya di kafe seperti biasa untuk membicarakan sesuatu padaku.

"To the point aja, Mas," ucapku.

Aku tidak ingin berlama-lama seperti ini, masih banyak tugas yang harus aku selesaikan di rumah. Ada rasa tidak nyaman tersendiri jika berbicara dengan lawan jenis meskipun di tempat ramai.

Mas Rafka menarik tampak napas dalam-dalam yang membuatku dilanda kebingungan. "Sebenarnya ..." Mas Rafka menggantungkan ucapannya hingga terjadi keheningan cukup lama.

Aku mendengkus saat ia belum kunjung mengeluarkan kata-kata. "Mas."

"Saya suka sama kamu," ucap Mas Rafka spontan dan langsung membuatku seakan lupa bagaimana cara bernapas.

Aku terdiam, seakan mimpi. Tanganku terkatup hingga sekujur tubuhku meremang diiringi detak jantung yang berdetak lebih cepat.

Jujur, perasaanku dengan Mas Rafka sudah hampir hilang karena aku tidak ingin berharap lebih kepadanya. Tapi, tiba-tiba ia datang menyatakan perasaannya di depanku, tentu saja mengatakan 'iya' atau 'tidak' itu bukan hal mudah bagiku.

Dulu aku sangat menunggu ia mengucapkan kalimat itu. Tetapi ada rasa menyeruak nyata yang sulit dideskripsikan hanya dengan kata-kata. Bingung harus menjawab apa, aku melihat tangannya bertaut sedikit bergetar.

Kenapa tidak ada perasaan senang?

"Kamu mau nggak tunangan sama saya?" Mas Rafka menyodorkan cincin di depanku. Aku hanya ternganga cukup lama. "Saya serius sama kamu, saya akan lamar kamu di depan orang tua kamu. Tapi saat ini berikan saya waktu untuk melakukan itu. Saya masih trauma menikah, Sya. Saya masih belum siap."

Aku terdiam, hatiku bimbang. Satu sisi aku pernah menyukainya, di sisi lain aku tidak ingin tunangan. Pasti Ayah dan Bunda melarangku untuk tunangan. Katanya lebih baik menikah.

"Mas, aku--"

"Saya tahu, kamu dulu pernah suka sama saya." Ia menebak dengan kebenaran yang nyata. "Apa perasaanmu itu masih ada sampai sekarang?"

Aku diam. Mulutku terkunci pada binar mata penuh harapan.

Hening.

Terbesit rasa berat menggantung di hati. Aku menarik napas dalam dan mengembuskannya. "Dulu Alsya emang pernah suka sama Mas. Tapi kata Ayah, jangan suka sama orang yang belum halal, nanti dosa ngalir. Dan saat itu Alsya berusaha untuk hilangin perasaan suka ke Mas Rafka walau sulit."

Mas Rafka tersenyum.

"Kata Ayah juga, kalau suka sama orang, sukai akhlaknya bukan ketampanannya. Karena yang tampan akan kalah sama yang beriman. Fisik cuma titipan dari Allah. Tapi Alsya yakin dulu pernah suka sama Mas Rafka karena fisik."

"Papa saya juga pernah bilang, yang tampan bakal kalah sama yang mapan. Jadi, sekarang saya sudah mapan, saya mau lamar kamu, apa kamu terima saya?" tanya Mas Rafka. Membuat bibirku kelu untuk menjawab.

Aku termenung. "Beri Alsya waktu, ya?" Aku menghela melihat ia mengangguk.

*****

Aku menatap heran dengan kedatangan Mas Aufa bersama kedua orang tuanya. Jika hal itu berurusan dengan Vira, harusnya ada Mas Arfan. Namun kali ini tidak, hanya Mas Aufa dan kedua orang tuanya. Lagi-lagi harus menjadi teka-teki yang mesti dipecahkan.

Teruntuk Hamba Allah [END] Where stories live. Discover now