PART 39 - Reuni

3.1K 206 12
                                    

Aku bisa melihat ekspresi Mas Rafka yang tidak begitu nyaman dengan kedatangan Mas Aufa. Apa lagi melihat mereka berdua yang saling adu mata. Bukan tatapan ramah yang kini aku lihat, melainkan tatapan seolah musuh.

Reuni diadakan pagi karena permintaan Mas Aufa. Selain itu, banyak anggota lainnya hanya bisa pagi. Sehingga jadwal diubah secara mendadak. Untungnya semua datang dan banyak membawa pasangannya.

"Sebenarnya tujuan saya mengajak reuni seperti ini karena ingin mempererat tali silahturahmi sehingga persaudaraan yang dulu dan sekarang tetap terjalin erat meskipun di sini mungkin rata-rata sudah bekerja, menikah atau bahkan sudah punya anak," ucap Mas Rafka. "Ngomong-ngomong wajah-wajah di sini kayaknya pada berubah ya, saya saja sampai pangling. Di sini juga pada bawa pasangan, doain saya semoga dapat pasangan yang cocok," ucapnya lagi sembari melirikku sekilas.

"Aamiin," jawab seisi cafe.

"Di sini yang sudah mau punya anak ya baru Vira. Semoga kalian di sini cepat menyusul," ucap Mas Rafka. "Tentunya nikah dulu ya."

Sontak ucapan di kalimat terakhirnya menimbulkan gelak tawa.

"Iyalah masa hamil dulu baru nikah, ya jadi zina," celetuk sang bendahara periode 2014/2015.

"Ngomong-ngomong sekarang yang lagi mengandung jadi pendiam, nggak kayak dulu lagi," sindir Yani yang dulu pernah menjabat sebagai koordinasi seksi keagamaan.

Vira yang merasa tersindir lantas melirik Yani dengan tatapan tajamnya bak pedang. Ia mengurut dadanya agar tidak terpancing dengan temannya yang sedari dulu selalu mencari masalah dengannya.

"Vir, jangan marah-marah ingat anak kamu. Kalau kamu dulu emang pecicilan, ya terima aja sama ejekan mereka," bisik Mas Arfan tepat di telinga Vira.

Aku samar-samar mendengarnya dan menahan tawa agar tidak pecah.

"Mas kok belain dia, sih. Mas suka sama Yani, ya?" tanya Vira.

"Astaghfirullah sayang, aku cuma cinta sama kamu. Buktinya lihat perut kamu," bantah Mas Arfan seraya menunjuk perut istrinya.

Aku tertawa lagi bahkan lebih keras. Bagaimana aku tidak tertawa dia berbicara seperti itu di dekatku. Mas Aufa yang mendengarnya saja hanya berbatuk untuk menghindari tawanya agar tetap stay cool.

"Oh iya, mending kalian pesan makanan aja. Paling Aufa yang bayar," celetuk Mas Rafka sembari menatap Mas Aufa dengan senyum miring.

Mas Aufa menatap sekitarnya yang kini juga menatapnya. "Oh iya, silakan pesan aja biar saya yang bayar. Jangan lupa setelah itu doain semoga istri saya cepat hamil," ucap Mas Aufa. Ia merangkul bahuku posesif, menimbulkan ekspresi tidak suka dari wajah Mas Rafka.

Mas Rafka menatap kami kemudian berlalu. Aku menghela napas dengan berat. "Jangan kelai gitu, Mas."

"Dia yang mancing saya, Sya," jawab Mas Aufa.

"Tapi harus banget dijawab kejahatan juga. Kan kejahatan akan lebih baik dibalas dengan kebaikan?"

"Iya sayangku." Mas Aufa mengecup keningku.

"Weh ingat tempat kalau mau mesra-mesraan," sahut Mas Arfan.

*****

Reuni ini benar-benar terkesan. Aku sudah lama tidak bertemu dengan teman-temanku setelah beberapa tahun. Mereka sudah bekerja dan menikah. Ada yang sudah sukses serta sedang merintis usahanya. Namun, kebanyakan dari mereka masih kuliah.

"Dulu padahal Alsya yang dekat sama Kak Rafka. Ternyata nikah sama pilot, nggak nyangka gue." Salah satu alumni menceletuk.

Aku menanggapinya dengan senyum.

Teruntuk Hamba Allah [END] Where stories live. Discover now