PART 16 - Who's First?

4.5K 268 23
                                    

Aufa berjalan mondar-mandir dan itu membuat Arfan menggeram. Pasalnya Arfan yang melihatnya merasa jengah. Hampir lima menit Aufa melakukan itu. "Fa, lo kenapa, sih?"

Ia menggenggam jemarinya kuat-kuat hingga kuku-kukunya memutih. "Gue nggak nyangka!" gertaknya.

Arfan akhirnya paham dan ia hanya memijat pelipisnya seakan pasrah, mungkin semua sudah diatur. Masih dengan fokus ke laptop di atas pahanya, ia pun angkat bicara. "Tenang aja, Fa. Itu juga masa lalu."

"Ya gue khawatir lah kalau misalnya Nayra ngehasut yang macam-macam. Secara gue kan--"

"Astaghfirullah, Fa. Kok lo jadi suudzon gini sih, positif thinking aja. Serahkan semua sama Allah. Kalau memang lo jodoh sama Alsya meskipun banyak rintangan yang mau misahin lo sama dia. Pasti dipertemukan kok, jodoh nggak bakal kemana. Kalau emang nggak jodoh ya mau gimana lagi, terima aja kali," ucap Arfan sembari mengedikkan bahunya acuh.

"Lo enak banget ngomong, Bang," jawab Aufa menghela nafas pasrah.

Aufa meraih ponselnya. Ia menjauh dari Arfan hendak mengangkat ponselnya yang terus berdering dengan bising. "Assalamu'alaikum."

Suara jawaban salam dari telepon seketika membuat jantung Aufa berdegub kencang. Napasnya tercekat pada kata 'halo' yang suara wanita itu keluarkan. Ia kenal, sangat kenal meski selama empat tahun tidak pernah ia dengar lagi. Ia yakin.

Empat tahun ia berusaha mengenyahkan segala pikirannya tentang wanita itu meskipun tidak sepenuhnya ia bisa lupa. Tapi dengan banyaknya doa dan kegiatan membuatnya perlahan mampu melupakannya. Dan sekarang ia kembali.

"Kenapa nelpon?" tanya Aufa. Nadanya terdengar tidak suka.

"Temuin aku di kafe Mawar!"

Rahangnya mengeras. "Aku nggak bis-"

Sambungan terputus. Aufa memukul angin yang tidak bersalah dengan perasaan dongkol. "Astaghfirullah." Ia mengusap wajahnya dengan perasaan yang--entahlah sulit untuk dideskripsikan. Matanya tiba-tiba memerah.

Ia menyibakkan rambutnya dengan pandangan mata yang kian meredup. Ia seperti diterpa masalah lagi berhadapan dengan wanita itu. Sebentar lagi ia akan menikah.

Aufa menghampiri Arfan untuk mengambil jaket berwarna abu-abu serta tak lupa ia meraih kunci motor. "Gua cabut dulu, lo di rumah aja jangan kemana-mana. Mama pergi kajian soalnya. Jaga rumah jangan sampai kemalingan, kalau ada apa-apa lo bisa telpon gue."

"Iya bawel!"

+62858786*****
Fa, aku harap kamu datang hari ini. AKu nunggu kamu. Cepat!

Aufa membacanya.

Aufa
Y

Send.

****

Aufa mengarahkan pandangannya ke sudut kafe. Matanya jatuh pada wanita yang duduk di pojok dengan segelas juz mangga. Ia masih mengenali apa yang masih menjadi kesukaan wanita itu, duduk di pojok dan minuman kesukaan.

Aufa duduk di bangku depannya. "Buruan, to the point."

"Ini balasan kamu ke aku?" tanya wanita itu. "Jahat kamu, Fa!"

"Balasan apa?" tanya Aufa balik. "Bukannya kamu yang tiba-tiba ninggalin aku?" lanjutnya.

Nayra terdiam untuk beberapa detik. "Aku cuma empat tahun di luar negeri, Fa."

"Kamu bilang ke aku dua tahun. Selama dua tahun, tiga tahun bahkan lebih aku nungguin kamu yang ngasih harapan nggak pasti sama aku. Tapi apa?" Pertanyaan itu seolah menghujam jantung wanita itu. "Jadi siapa yang jahat?"

Teruntuk Hamba Allah [END] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant