PART 18 - Nayra Change

4.7K 264 13
                                    

Sesuai yang direncanakan. Pernikahanku diadakan setelah pernikahan Vira. Namun kali ini dipercepat yang harusnya diadakan sebulan lagi, justru dipercepat satu pekan lagi. Bahkan, seharusnya aku yang sibuk untuk tugas-tugas kuliah kini tertunda karena mengurus pernikahan yang satu pekan lagi diadakan.

Sebenarnya aku menolak untuk menikah secepat ini. Toh, bisa juga dilaksanakan dua bulan lagi atau setelah kepulangan Mas Aufa dari tugasnya yang katanya 'sibuk'.

Kling

Suara dering ponsel membuatku mengalihkan pandangan. Aku melihat siapa yang menelponku, ternyata Mas Rafka. Dengan malas aku mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Ada apa, Mas?" tanyaku gugup.

"Satu minggu lagi kamu nikah ya sama Aufa?"

Aku terhenyak. Segera aku tekan tombol merah untuk mematikan sambunganku hingga layar ponselku menghitam. Aku bahkan belum memberitahukan kabar ini kepada Mas Rafka, tentang pernikahanku dengan Mas Aufa yang akan di adakan pekan depan.

Sebenarnya, jauh di lubuk hatiku, aku masih memiliki rasa kepada Mas Rafka. Tapi rasa itu sebisa mungkin aku hilangkan. Tidak seharusnya aku menyukai seseorang yang bahkan tidak memiliki ikatan halal.

Berat rasanya, tapi inilah pilihanku. Mungkin Mas Rafka bukan jodohku. Ia berhak mendapatkan jodoh yang lebih baik dariku.

Aku menghela napas saat snack yang aku makan sisa sedikit. Huh, aku memutuskan untuk membeli ke supermarket terdekat. Tidak puas jika mengerjakan tugas tanpa nyemil. Aku tidak peduli badanku yang semakin hari semakin gemuk. Makan malam hari tak menghalangiku untuk langsing.

"Alsya mau kemana?"

Aku lupa. Bunda melarangku dengan keras untuk keluar rumah karena sebentar lagi aku menikah. "Supermarket, Bun."

"Dekat rumah, kan?" Aku mengangguk dan berjalan setelah mendapat izin dari Bunda.

****

Aku memilih makanan ringan yang menurutku isi banyak dengan harga cukup murah. Sebisa mungkin aku irit, karena aku tidak boleh menyemil setiap hari.

"Alsya," sapa seseorang.

Aku yang awalnya sibuk memilih makanan lantas menoleh, suaranya seakan tidak asing di telingaku. Aku terbelalak, "Mas?"

Aku segera berbalik untuk menghindari pria di sampingku. Namun, baru saja aku melangkahkan kaki, tanganku dicekal olehnya. Aku langsung melepas cekalannya. Astaghfirullah.

"Jadi ini alasan kenapa kamu selalu menghindar dari saya?" tanyanya dengan nada dingin. Wajahnya tampak datar. "Seminggu ini saya berusaha hubungin kamu, tapi nomormu nggak aktif."

Mematikan ponsel selama satu pekan ini setidaknya menjauhi mudharat. "Mas tahu dari mana?"

Mas Rafka mengangkat undangan berwarna biru langit. "Ini, Nayra memberikan ini kepada saya."

Aku menunduk malu, tidak sepantasnya aku menjauhinya, tapi aku juga tidak ingin membuat Mas Rafka sakit hati dan berharap lagi. "Mas, Alsya nggak bermaksud. Tap—"

"Tapi apa, jadi ini alasan kamu nolak saya, Sya? Saya pikir kamu suka sama saya sejak SMA sampai sekarang. Tapi nyatanya?"

Aku melihat sekeliling. "Mas, dilihat banyak orang."

"Sya, saya tahu kamu masih suka sama saya. Saya suka sama kamu, Sya. Saya tulus suka sama kamu," ucapnya dengan lembut.

Aku seakan tenang mendengar ucapannya. Namun, kubuyarkan lamunanku sebelum aku terhanyut dalam pesonannya yang saat ini berusaha aku lupakan. Aku segera menjauhinya dan berjalan membayar kasir. Segera aku keluar dari supermarket untuk menghindarinya. Bahkan aku hanya merespon saja ucapannya.

Teruntuk Hamba Allah [END] Where stories live. Discover now