PART 32 - Past Aufa and Nayra?

3.7K 254 9
                                    

"Mas, sepatunya dilepas dong!" pintaku saat melihat Mas Aufa masuk dengan sepatu kerjanya. "Kebiasaan."

Mas Aufa menampilkan gigi rapinya. "Iya sayang, aku lepas nih sepatunya."

Aku duduk di sofa dengan pandangan kosong. Memikirkan ucapan Kak Nayra membuat pikiranku lagi-lagi kalut.

"Sya, kamu kenapa kok dari tadi kelihatannya diam merengut kayak gitu?" tanya Mas Aufa. "Biasanya juga banyak ngomong."

Aku tidak tahu motif ia mengatakan hal itu, antara agar aku bicara atau justru mengejekku.

Aku lantas menggeleng singkat. "Nggak, biasa aja," jawabku.

"Kamu ada masalah? Cerita dong, masalahmu juga masalah saya sekarang. Saya 'kan kalau ada masalah juga selalu cerita sama kamu."

"Ada satu hal yang Mas belum ceritain ke Alsya."

"Hah?"

"Tentang Kak Nayra."

"Sya, maksudnya?"

Aku menghiraukannya dan menaiki anak tangga menuju kamar. Tanganku meraih kotak hitam dan tampak foto Kak Nayra dengan Mas Aufa.

Mantan pacar suamiku adalah mantan pacar kakakku.

"Sya."

Mas Aufa membuka pintu dan wajahnya Nampak terkejut melihat aku yang tengah memegang fotonya itu. Ia terlihat pucat pasi menghampiriku dan merampas foto itu, menatapku dengan ekspresi tidak percaya

Suamiku seperti kepergok selingkuh melihat ekspresinya yang sangat kaget itu.

"Ini maksudnya apa, Mas? Mas belum pernah ceritakan itu sama Alsya." Aku menunjuk foto yang telah direbutnya tadi.

Raut wajah Mas Aufa berubah menjadi sedih. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi dan membanting tubuhnya di sofa, berhadapan denganku. "Jujur, aku nggak mau ingat itu lagi."

"Mas, kenapa? Aku cuma mau tahu," ucapku. "Bukannya Mas bilang sendiri kalau 'masalahmu juga masalahku?', kan?"

Mas Aufa berdiri mendekatiku. Ia tampak menghela napas panjang kemudian meraih kedua pundakku dan mendudukkanku di kursi. Sedangkan Mas Aufa memilih untuk duduk di lantai hingga tinggiku sejajar dengannya. Ia meraih pergelangan tanganku. "Saya berharap setelah kamu tahu siapa saya sebenarnya, jangan pernah tinggalin saya."

"InsyaAllah." Mas Aufa masih menatapku ragu, tapi mataku seakan memberikan keyakinan kepadanya.

Ya, aku tidak mungkin meninggalkannya jika saat ini aku merasakan gejolak cinta terhadapnya.

"Saat SMP saya orang yang taat agama dan beribadah. Meskipun saya nggak begitu pintar, saya hanya pintar Bahasa Inggris saja. Bahasa Inggris saya nggak pernah mendapat delapan, selalu Sembilan bahkan sepuluh, alhamdulillah. Saat SMA saya bukan Aufa saat SMP, semua berubah," ucap Mas Aufa.

"Berubah?"

"Saat SMA saya orang biasa-biasa saja, bukan orang kaya. Papa hanya pedagang kecil-kecilan, saya pernah cerita sama kamu 'kan?"

Aku mengangguk sembari mengingat apa yang Mas Aufa dulu katakan. Lantas aku hanya menjawab, "Iya."

"Dulu, sebelum saya kenal kamu, saya pernah playboy," ucap Mas Aufa, ia menatapku.

"Itu dulu, tidak sekarang." Aku membenarkan ucapannya.

"Mama dan papa selalu disibukkan dengan usaha barunya yang kebetulan saat itu lagi berkembang pesat. Hingga saya dan Bang Arfan dilupakan, saya memutuskan mencari teman saat itu. Saya bergaul dengan orang salah dan bodohnya saya keluar dari organisasi penyebar kebaikan. Rendra bahkan menjauhi saya karena kelakuan saya yang membuatnya kecewa. Sedangkan Bang Arfan mampu bersosialisasi dengan orang-orang baik, berbeda sama saya yang mudah bergaul dengan sembarang orang."

Teruntuk Hamba Allah [END] Where stories live. Discover now