PART 14 - Mother's Past

5.1K 283 14
                                    

Aku sungguh dilanda keraguan kecil kali ini. Mengingat sudah satu pekan aku memikirkan jawaban yang harus aku berikan untuk keluarga Alfarizi. Antara ya atau tidak. Aku harus memilih dua lelaki yang aku akui mereka lelaki luar biasa.

Aku sudah salat istikharah dan mungkin ini jawabanku. Aku yakin apa yang aku jawab untuk keluarga Alfarizi tidak membuatku dan keluarganya menyesal. Aku serahkan semua pada Allah.

Segala rencana apabila melibatkan Allah untuk urusan kita. Maka Allah akan memberiku rencana yang lebih baik. Tidak perlu khawatir dengan pilihan yang menyapa. Karena cukup dengan melibatkan Allah maka semuanya akan baik-baik saja.

Aku memejamkan mata. Kembali meyakinkan bahwa pilihanku tidak salah. Bismillah.

Kak Nayra juga baru tahu aku dilamar. Dan dia sungguh terkejut bahkan sedikit berbicara ketus ketika aku tidak memberitahunya sejak awal. Aku pikir Ayah sudah memberitahunya terlebih dahulu. Tetapi ekspresinya kemudian berubah menjadi senang.

Saat ini aku turun ke tangga untuk sarapan pagi seperti biasa. Kali ini Kak Nayra menyempatkan untuk sarapan pagi, karena aku yang memaksanya. Jika bukan karena paksaan, mungkin ia sudah berangkat setelah salat subuh.

Aku hanya menatap makanan di depanku dengan pandangan kosong. Berusaha mengenyahkan segala gundah dengan pejaman mata yang cukup lama. Setidaknya ini membuat hatiku sedikit lebih tenang.

"Jangan diam aja, Sya." Kak Nayra menegurku saat aku belum juga menyentuh makanannya. "Sya, kenapa makanannya cuma dilihatin doang? Keburu dingin loh. Kamu yang maksa Kakak untuk sarapan di rumah. Tapi kamu sendiri yang diam."

Aku menggelengkan kepada. "Iya, Kak."

"Kamu mikirin itu lagi?" tanya Kak Nayra dan membuatku mengangguk. "Kamu harus yakin sama pilihanmu. Rafka juga orang baik menurut Kakak. Dan kalau Aufa--Kakak nggak tahu, sih." Ada nada berat terselip dari kata-katanya.

Kak Nayra juga sudah tahu tentang Mas Rafka yang mengajakku untuk tunangan. Sebenarnya aku ragu untuk mengatakannya kemarin. Tetapi ia harus tahu juga. Meskipun aku dapat melihat raut wajah kecewa dan marah yang berusaha ia tahan.

Sungguh, aku merasa bersalah saat itu juga.

"Anak Bunda pagi-pagi sudah ngumpul." Bunda dan Ayah turun dari tangga kemudian duduk di meja makan.

Bunda menoleh dan memberi tatapan intens padaku. Aku yang ditatap seperti itu lantas mengalihkan wajah. "Sya, kamu sudah beri jawaban untuk keluarga Alfarizi?"

"Bun, Alsya sebenarnya nggak cinta sama Mas Aufa. Jadi--" Ucapanku menggantung. Tiba-tiba otakku seolah kosong untuk melanjutkannya.

"Perasaan cinta itu bisa muncul seiring berjalannya waktu saat kalian sudah terikat dengan ikatan suci yang dinamakan pernikahan. Ayah pernah cerita kan ke kamu, jalan tol perempuan untuk menuju syurga itu menikah," tutur Ayah. "Ayah nggak maksa kamu untuk terima dia. Semua pilihan ada di kamu."

Aku lagi-lagi terdiam untuk sekian kalinya, "Tapi Yah, kalau misalnya dua orang yang ngelamar itu gimana?"

"Sholat istikharah," jawab Ayah. "Emang ada yang ngelamar kamu lagi?"

Aku mengangguk, "Mas Aufa dan Mas Rafka," ucapku dan seketika membuat Ayah tersedak.

"Apa!" Bunda memekik. "Ayah pelan-pelan kalau makan," ujar Bunda sembari memberikan segelas air putih kepada Ayah.

Bunda dan Ayah menatapku sangat lama hingga membuatku salah tingkah.

"Nayra berangkat." Kak Nayra beranjak dari bangkunya. "Lagi malas makan kalau bahasnya pernikahan." Mendadak perasaanku tidak enak pada Kak Nayra.

Teruntuk Hamba Allah [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang