[2] Third Night

144 51 11
                                    

Setengah jam kemudian, sinhe selesai melakukan tur mengelilingi seuweden hills. tidak ada yang bisa tersesat di sana. Namun masing masing ruangannya besar.

Di ruang depan misalnya, terhiasi dengan warna yang sinhe tak percaya jika seungwoo yang menata nya. Karena kefeminiman ini mungkin berasak dari perempuan yang sebelumnya dekat dengan seungwoo.

Namun, bila melihat coraknya yang teduh dan kalem. Rasa nya yang memilihnya adalah seseorang yang berumur lebih dari enam puluh tahun.

  Mungkin benda benda di sini juga di wariskan dari ibu atau nenek nya seungwoo?

Sinhe tau dia hanya sedang menenangkan dirinya sendiri. Bahwa ada kemungminan sofa merah itu di belikan oleh kekasih seungwoo. Tapi kalau memang mantan kekasih seungwoo yang memilih sofa itu, apa pedulinya?

Sekarang yang menjadi istrinya adalah han sinhe, dan dia bisa menata ulang rumah mereka nanti dengan apapun yang dia suka.

Sinhe keluar dari pintu depan, mengitari teras dan samping rumah. Kini dia sudah sampai di halaman belakang, hampir terkejut melihat tempat cucian dan alat alat nya seperti sikat dan ember warna warni.

Dan langkah pelan dia mendekati tempat cucian yang kesan nya jauh dari kata modern , sambil tetap menatap sikat tersebut dengan ngeri.

Apa yang harus ku lakukan dengan sikat itu? ya tuhan, bahkan ibu ku pun sudah menggunakan mesin cuci sejak aku kecil. Batin sinhe .

Sinhe langsung menatap kuku kukunya dengan desahan sayang, memperhatikan manikur paris nya dengan iba.

Sesudah merasa cukup, dia kembamu berjalan . Kali ini dia membuka pintu yang hanya berjarak beberapa meter dari area cuci. Sinhe menbuka pintu itu, mendapati dirinya sekarang ada di dapur.

Dia melangkah masuk, memperhatikan satu persatu benda yang pastinya akan dia akrabi selama tinggal di sini. Semua peralatan masak yang lengkap.

Sinhe cukup puas dengan apa yang dia lihat, meskipun masih syok dengan sikat tadi. Setidaknta dia tidak memasak dengan kayu bakar.

Dapur ini cukup luas, menyatu dengan ruang makan. Meja makan panjang yang cukup untuk delapan orang berada di tangah ruangan. Sinhe mengelus kursi meja makan yang terbuat dari kagu dan dipernis halus.

  Dapur ini memberi kesan hangat dan kuno tapi sinhe sudah memutus kan bahwa dia menyukai nya.

Kemudian pandangan sinhe tertumbuk pada sebuah kotak mengkilap biru di dekat pintu tempat dia masuk.

  Mesin cuci.
Sinhe tersenyum lebar, lega karena kini dia tau ia bisa mencuci baju tanpa khawatir kuku nya tergores.

Merasa sudah cukup melihat lihat , sinhe kemudian kembali ke kamar. Dia mengambil tas kecil miliknya yang isi nya peralatan manikur yang sebelumnya diletakan di meja rias bersama tas make up dan kotak beriisi peralatan mandi.

Ia harus menggunting kuku nya meski rasa nya sayang .
  Namun, dia tau tak ada guna nya mempertahankan kuku panjang di sini. Kuku pendek adalah pilihan terbaik.

Setelah selesai menguntingi kuku. Dia beralih ke lemari yang lebar, memiliki dua pintu berlapis cermin. Sinhe mendapatkan bagjan di pintu sebelah kanan, sementara seungwoo di sebelah kiri.

Sinhe juga menyortir pakaian pakaian yang sekiranya tidak akan berguna di sini.

Saat sampai di tumpukan pakaian dalam, dia hanya tersenyum samar sambil mengusap lingerie nya yang terasa halus dan licin. Kalau ini, dia masih memerlukannya. Bahkan dia akan memakainya malam ini.

Setelah selesai, sinhe menumpuknya menjadi satu tumpukan, lalu mengambil koper hitamnya, memasukan semua barangnya ke situ. Setelah itu dia meletakan lagi di atas lemari dan menepuk an tangan dengan puas.
Kini sinhe yakin dia siap tinggal di Seuweden hills.

.....

Malam itu Seungwoo sedang menghadap layar Pc di meja kerja nya ketika kepala Sinhe menyembul dari celah pintu yang terbuka.

  Sinhe menyembunyikan tubuhnya di balik dinding.

"Apa kau mau aku melakukannya sekarang?" Tanya sinhe .

Seungwoo mengangkat alis, tidak mengerti maksud pertanyaan sinhe. "Melalukan apa?"

Sinhe melangkah masuk, memperlihatkan apa yang sebelumnya tertutup tembok.

  Dengan wajah merona, dia membiarkan tatapan seungwoo menilainya. Dia mengenakan lingerie hitam ketat yang hanya menutupi sedikit kulitnya dan menonjolkan lekuk tubuhnya dengan sempurna .
"Kewajibanku sebagai istri?"

"Yaitu..?" Tanya seungwoo lambat dengan senyum malas. Pria itu menyadarkan punggung nya ke kursi, wajahnya terlihat tertarik pada tawaran sinhe.

"Eh..." sinhe terlalu malu untuk menjawab. Kini seungwoo sedang mengamatinya dari ujung rambut hingga ujung kaki, seluruh kulitnya terasa membara di bawah tatapan Seungwoo.

  Suaminya itu bangkit dari kursi dan berjalan mengitari meja, lalu berdiri bersandar meja, masih menatap sinhe lekat lekat. Sinhe menunggu reaksi Seungwoo dengan jantung berdebar.

Senyum Seungwoo lenyap seketika. Dia memandang Sinhe tepat di mata nya ketika menjawab "tidak" dengan nada dingin.

Senyum malu malu Sinhe memudar. Wajah nya yang sebelumnya tersipu kini berwarna merah tua, bukan lagu karena malu, tapi karena penolakan verbal yang berusan di terimanya. Dia sudah merencanakan ini sepanjang siang saat mereka dalam perjalan.

Pada malam pertama mereka menjadi suami-istri, baik Sinhe ataupun Seungwoo terlalu telah karena pesta resepsi mereka.

  Malam kedua, mereka di sibukan oleh koper dan tetek bengek yang akan mereka bawa ke seuweden hills .
  Dan malam ini, malam ketiga, Sinhe mengambil inisiatif. Inisiatif yang diambilnya setelah menimbang nimbang ratusan kali . Inisiatif yang mempertaruhkan harga dirinya sebagai wanita.

Seungwoo melangkah mendekati Sinhe, memperpendek jarak di antara mereka. Sinhe menatapnya dengan antisipasi, dagu nya terangkat penuh tekad.

  Siapa tau Seungwoo sedang memikirkan tawaran nya lagi. Siapa tau jika Sinhe tidak terlihat seperti binatang ketakutan yang terkena jerat, Seungwoo akan mah menghabiskan malam ini bersamanya.

Namun, tatapan Seungwoo yang seakan menguliti sinhe membuatnya getar dan melangkah mundur hingga punggungnya menempel ke dinding.

Percuma berpura pura tidak terpengaruh tatapan seungwoo. Seumur hidup, baru kali ini dia di tatap seintens itu oleh seorang pria.

Seungwoo merentangkan kedua tangan di samping tubuh Sinhe, mengunci posisi perempuan itu di dinding.
  Sinhe mendongkak memandang wajah suaminya. Seungwoo menunduk, mendekatkan bibirnya ke telinga sinhe.

"Kau boleh menyimpan lingerie mu. Percayalah itu tidak akan banyak di gunakan di rumah ini." Bisik Seungwoo dengan suara rendah.

"Pakai saja piamamu."

Sinhe menatap seungwoo, mulut nya sudah hampir terbuka untuk membantah, tapi kemudian dia terdiam, lalu mengalihkan pembicara an. " kau dengar itu?"

Seungwoo menatap sinhe heran.
"Suara notif di pc mu, sepertinya ada yang mengirim pesan atau email kepadamu" lanjut sinhe

Seperti yang sudah di perkirakan Sinhe, perhatian seungwoo terbelah. Saat pria itu menoleh ke arah Pc nya, sinhe meloloskan diri dengan merunduk dan keluar dari bawah lengan seungwoo yang masih terlentang.

  Sinhe tidak mau berbalik, takut seungwoo akan mendapati wajahnya yang merah padam.
Dia berjalan terus menyusuri koridor dan menaiki tangga dengan setengah berlari, menuju lantai atas.

Simple With You | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang