Dua Puluh Satu

74 12 0
                                    

Adin, vita, dan kiyya POV.
"Piketnya lama banget sih", keluh adin, "Yang lain udah pada pulang lho, tinggal lu doang", sambung vita. Tak ada jawaban dari kiyya. Ia masih saja menyapu lantai kelasnya. Adin dan vita saling melempar pandang. 

"Kenapa?", tanya vita yang sadar perubahan raut wajah kiyya. "Ada masalah? Cerita sama kita", lanjut adin dengan raut wajah khawatir. Kiyya menggelengkan kepalanya pelan, "Gue cuman mikir, kapan gue bisa lebih berani lagi?", vita berjalan mendekati kiyya. Ia mengerti arah pembicaraan kiyya. "Gak lama lagi pasti bisa", ucap vita seraya membelai rambut kiyya. 

"Lho kalian belum pulang?", tanya Pak Deny-penjaga sekolah- , "Yadan!", latah adin yang dibuat terkejut dengan kehadiran pak deny dibelakangnya. 

Kiyya dan vita menahan tawanya mendengar latahan Adin, "Segitu sayangnya lu sama adan?", tanya kiyya mengejek. Adin hanya tersenyum malu melihat pak deny juga menertawainya. 

"Ada apa ya pak?", tanya vita, "Mumpung kalian ada disini, bapak boleh minta tolong gak?", "Minta tolong apa?", tanya kiyya seraya meletakkan sapu ditempat semula, "Di lapangan banyak sekali sampah berserakan, boleh bantu bapak membersihkannya?", tanya pak deny dengan raut wajah memohon.

"Boleh kok pak", jawab vita, "Bapak duluan aja, nanti kita ke lapangan", lanjut kiyya. Adin hanya tersenyum ke pak deny karena masih merasa malu dengan latahannya tadi. "Yaudah bapak permisi ya, mau cari orang yang masih ada disekolah buat bantuin juga", pamit pak deny dan diangguki oleh ketiganya. 

"Bantuin gue ngepel dulu", ucap kiyya seraya melempar pel-an kearah adin, "Kok cuman gue?", tanya adin tak terima, "Lo juga", ucap kiyya melempar pel yang lain kearah vita. Dengan malas, adin dan vita menuruti kemauan kiyya.

Rere, naya, dan tata POV.
Kelas sudah mulai sepi. Hanya tersisa beberapa murid lagi yang sedang piket. Naya menunggu tata yang sedang merapihkan bukunya. 

"Naya..", panggil rere dihadapan naya. Sontak naya terkejut, "Ngapain lo disini?", tanya Naya bingung, "Ini-", rere menyodorkan kotak kecil berwarna biru muda, "Sebagai permintaan maaf gue", lanjutnya sambil menundukkan kepalanya. 

"Maafin aja nay", ucap tata yang sudah selesai merapihkan bukunya, "Maaf nih, gue emang gak tau ada masalah apa diantara kalian berdua, tapi gak ada salahnya kan memaafkan?", lanjut tata. Naya melihat Rere yang masih menundukkan kepalanya.

"Gue gak pernah marah sama lo", ucap naya yang berhasil membuat rere menatap kearahnya, "Dari dulu sampe sekarang, gue gak pernah sedikitpun ada rasa marah sama lu", lanjut naya.

"T-tapi-", 
"Itu udah lama re, kejadian itu udah 3 tahun yang lalu, lagian semua itu bukan kesalahan lu", potong naya. Tata yang tak paham, hanya menyimak percakapan mereka berdua saja.

"Jangan nyalahin diri lu terus", ucap naya seraya berjalan melewati rere. "T-tapi kenapa lu ngindarin gue terus?", tanya rere membuat naya memberhentikan langkahnya. Tata menatap naya dan rere secara bergantian. Berharap mereka berdua segera menyelesaikan masalahnya.

"Kenapa ngindarin gue terus? Setiap gue mau bilang maaf lu selalu ngelak? Setiap gue ajak ngobrol lu selalu gak nganggep gue! Kenapa? Kalo emang lu gak marah sama gue, kenapa lu ngindarin gue?", tanya rere beruntun. Matanya berkaca-kaca. Tangannya ia kepal kuat menahan dirinya agar tidak menangis. 

"Nanti juga tau sendiri", jawab naya enteng kemudian melanjutkan langkahnya keluar kelas. Para murid yang sedang piket hanya diam menyimak. Tata menarik tangan rere ikut berjalan keluar mengikuti naya.

Di koridor, tata dan rere melihat Naya sedang mengobrol dengan pak deny. Tak lama, naya berjalan menghampiri mereka berdua, "Pak deny minta tolong bantuin dia bersihin lapangan", ucap naya memberitahu.

"Kita"Where stories live. Discover now